Pernikahan turun ranjang secara sederhana adalah perkawinan sah yang dilakukan antara seorang pria/ wanita dengan saudara iparnya sebab suami/ istrinya yang sudah meninggal. Di Indonesia sendiri, pernikahan seperti ini sudah bukan hal yang tabu lagi, meskipun memunculkan perspektif pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Lalu, bagaimana hukum pernikahan turun ranjang? Bagaimana pandangan masyarakat dan dalam Islam? Nah, bagi yang belum tahu, berikut Kami akan memberikan penjelasan lengkap tentang pernikahan turun ranjang, hukum, teori, dll. Yuk, simak.
Pernikahan
Sebelum membahas lebih dalam tentang pernikahan turun ranjang, mari kita singgung dulu tentang definisi pernikahan itu sendiri. Pengertian pernikahan secara umum adalah suatu akad untuk memberikan hak kepemilikan secara sengaja.
Maksudnya, dengan adanya akad tersebut maka seorang laki-laki diberikan kehalalan untuk bersenang senang dengan seorang perempuan yang sebelumnya dilarang secara syariat. Lebih sederhana lagi, pernikahan bertujuan untuk memberikan hak atau kebolehan bagi sepasang laki-laki dan perempuan untuk berhubungan badan dan membangun rumah tangga mereka.
a. Syarat dan Rukun
Rukun adalah sesuatu yang menjadi syarat sahnya ibadah, sementara syarat-syarat pernikahan meliputi dasar dasar dari sahnya perwakinan tersebut. Berikut ini beberapa rukun nikah sesuai syariat Islam:
- Ada mempelai laki-laki
Akad nikah wajib dihadiri oleh calon mempelai laki-laki dan tidak boleh diwakilkan karena menjadi tahap penyerahan tanggung jawab dari wali mempelai wanita kepada mempelai pria tersebut.
- Ada mempelai perempuan
Akad dapat dinyatakan sah jika menikahi seorang perempuan yang halal untuk dinikahi. Golongan wanita yang haram dinikahi seperti saudara pertalian sedarah, hubungan kemertuaan dan hubungan persusuan.
- Ada wali nikah dari mempelai perempuan
Selain kedua mempelai, dalam akah nikah juga harus hadir calon mempelai perempuan. Yang berhak menjadi wali diantaranya ayah, kakek dari pihak ayah, saudara kandung laki-laki, saudara laki-laki se-ayah, saudara kandung dari ayah serta anak pria dari saudara kandung ayah.
- Ada saksi nikah minimal 2 orang laki-laki
Dalam akad nikah juga harus ada dua saksi laki-laki beragama Islam, sudah baligh, merdeka, berakal dan adil
- Ijab dan kobul
Proses dalam nikah yang artinya sebagai janji suci kepada Allah SWT di hadapan penghulu akad, wali perempuan dan dua orang saksi laki-laki. Sedangkan syarat-syarat nikah diantaranya:
- Kedua calon mempelai beragama Islam
- Calon mempelai pria bukan mahram bagi calon istrinya
- Mengetahui wali nikah
- Tidak sedang melaksanakan ibadah haji
- Tidak ada unsur paksaan
b. Dasar Hukum
Berikut ini macam macam dasar hukum nikah dalam Islam:
- Wajib
Nikah memiliki hukum wajib jika seseorang dirasa sudah mampu secara fisik maupun finansial karena jika tidak segera menikah dikhawatirkan akan berzina.
- Sunnah
Nikah memiliki hukum sunnah jika seseorang ingin memiliki anak dan khawatir akan berzina karena tidak mampu mengendalikan diri
- Makruh
Hukum nikah makruh yaitu ketika seseorang tidak berniat memiliki anak dan dia mampu menahan diri dari zina.
- Mubah
Hukum nikah mubah yaitu ketika seseorang hendak menikah dan ia dapat menahan diri dari berbuat zina, sedangkan ia belum berniat memiliki anak.
- Haram
Nikah menjadi haram ketika dalam pernikahan tersebut justru merugikan istrinya, seperti tidak mampu memberi nafkah lahir maupun batin.
c. Larangan
Menurut yang tercantum dalam UU Perkawinan, berikut ini intisari larangan pernikahan antara dua orang, diantaranya:
- Saling memiliki hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas maupun ke bawah
- Mempunyai hubungan darah di dalam garis keturunan secara menyamping, yakni pernikahan antar saudara, dengan saudara orang tua dan dengan saudara dari neneknya.
Fyi, jika dua orang yang sudah menikah dan ternyata mengandung unsur larangan tersebut, maka pernikahan tersebut dianggap batal atau dianggap tidak pernah ada.
d. Tujuan dan Hikmah
Secara umum, berikut ini beberapa tujuan dan hikmah adanya pernikahan antara seorang laki laki dan seorang perempuan:
- Melalui pernikahan maka dapat memperbanyak keturunan
- Dengan adanya pernikahan dapat menghindari zina atau perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam agama Islam
- Naluri manusia untuk saling melengkapi melalui kehidupan rumah tangga
- Sebagai penyempurna ibadah
Pernikahan Turun Ranjang
a. Pengertian
Pernikahan merupakan sesuatu yang dilazimkan dalam pandangan masyarakat, yakni akad antara seorang mempelai laki-laki dan perempuan yang telah memenuhi syarat-syarat seperti yang sudah Kami bahas di atas. Namun, di masyarakat kita juga mengenal tentang adanya pernikahan turun ranjang. Apa itu?
Perkawinan turun ranjang adalah pernikahan antara seorang istri atau suami yang menikahi saudara iparnya. Pernikahan tersebut terjadi karena suami atau istrinya meninggal dunia, sehingga yang menggantikannya adalah iparnya sendiri, yakni adik dari istri ayau adik dari suami tersebut.
b. Asal Usul
Tidak ada penjelasan yang detail mengenai asal usul atau sejarah pernikahan turun ranjang kapan pertama kalinya di Indonesia. Namun dalam sebuah penelitian dijelaskan, bahwa dulunya pernikahan seperti ini sangat lazim di kalangan masyarakat Betawi. Bentuk dari pernikahan seperti ini bertujuan agar dapat mempertahankan rumah tangganya dan tidak jatuh ke pihak orang lain.
Tujuan juga bisa berbeda-beda tergantung masing-masing orang, meskipun ada yang mengatakan bahwa pernikahan turun ranjang dulunya bertujuan agar dapat mempertahankan kekayaan keluarga. Alih alih harus melanjutkan rumah tangga dengan keluarga orang asing, dulunya banyak yang lebih memilih untuk menikah kembali dengan iparnya sendiri. Saat ini mungkin sudah tidak banyak yang melakukan pernikahan seperti ini, karena mempertimbangkan pandangan dan perspektif masyarakat.
c. Tata Cara
Pada dasarnya tata cara pernikahan turun ranjang sama saja seperti pernikahan pada umumnya. Rukun dan syarat pernikahan seperti yang sudah disebutkan di atas juga harus terpenuhi oleh kedua calon mempelai. Namun jika yang akan menikah dari pihak perempuan yang ditinggal meninggal oleh suaminya, maka harus menunggu sampai masa iddah selesai sesuai aturan dalam Islam. Akad dalam pernikahan turun ranjang ini juga dilakukan dengan tahapan-tahapan seperti pernikahan umumnya.
Perspektif Pernikahan Turun Ranjang
a. Menurut Adat
Awal mula terjadinya pernikahan turun ranjang berasal dari kebiasaan masyarakat itu sendiri, atau yang disebut adat. Sehingga dalam hukum adat, pernikahan turun ranjang atau disebut nungkat diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya dalam masyarakat setempat dimana mereka tinggal. Karena dulunya masyarakat Betawi melakukan pernikahan ini untuk mewarisi harta bawaan suami atau istri yang telah meninggal.
Sehingga dapat memelihat anak keturunannya dan kemenakan, maupun membawa barang barang bawan kembali kepada keluarga. Namun dalam perspektif masyarakat, ada yang menyetujui maupun ada yang tidak menyetujui tentang pernikahan dengan ipar.
Masyarakat yang menyetujui:
- Dengan adanya pernikahan turun ranjang maka hubungan kekeluargaan antara keduanya akan terus berlanjut dan berjalan
- Sebagai salah satu adat istiadat untuk menghormati peninggalan leluhur
- Menjaga harta, warisan dan peninggalan-peninggalan lainnya dari pasangan yang sudah meninggal agar tidak perlu berbagi dengan keluarga orang lain
- Menjadi ibadah bagi kedua keluarga yang masih menganut adat seperti ini
Masyarakat yang tidak menyetujui:
- Dikhawatirkan pernikahan akan menyebabkan mudharat dan maslahat bagi hubungan kedua keluarga
- Dikhawatirkan akan menjadi bahan gunjingan atau mendapat ungkapan buruk oleh masyarakat sekitar dan dapat mengganggu kehidupan rumah tangga yang baru tersebut.
- Selain itu juga dikhawatirkan ada pihak keluarga yang tidak setuju dengan adanya pernikahan turun ranjang, cemas akan dampak dampak yang bisa ditimbulkan.
Terlepas dari hal itu, hingga sekarang pernikahan seperti ini masih dilakukan oleh beberapa masyarakat Indonesia. Asalannya pun bermacam-macam, tapi hal itu murni menjadi hak setiap orang asalkan pernikahan dilakukan sesuai dengan syariat yang ditentukan.
b. Menurut Agama Islam
Lalu bagaimana menurut Islam? Pada dasarnya syariat Islam menampung serta mengakui adanya adat dan tradisi dalam budaya masyarakat, selama adat tersebut tidak bertentang dengan syariat Islam.
Sederhanya, jika pernikahan turun ranjang dilakukan sesuai aturan dalam Islam dan memenuhi syarat serta rukunnya, maka pernikahan tersebut diperbolehkan. Memang hukum dan teori tentang pernikahan seperti ini tidak dijelaskan dalam hukum positif maupun fikih. Menyimak kembali dalam syarat sahnya dan hukum pernikahan, bahwa seseorang yang sudah dirasa mampu maka bisa disegerakan pernikahan tersebut.
Akhir Kata
Nah itulah penjelasan tentang pernikahan turun ranjang, bagaimana menurut Kamu? Dapat disimpulkan bahwa pernikahan seperti ini boleh saja dilakukan, asalkan sesuai dengan syariat Islam. Semoga dari pembahasan di atas bisa memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca tentang turun ranjang, salam hangat.