Tari Rejang Renteng merupakan tarian asal Bali. Tarian Rejang sendiri sudah ada sejak zaman Pra-Hindu. Tari Rejang Renteng adalah yang paling terkenal diantara varian Tari Rejang yang ada.
Tarian tradisional ini diperkirakan lahir sekitar tahun 1930, tanpa diketahui siapa pembuatnya. Pada tari ini, Jempana sebagai Linggih Ida Bhatara dipandu oleh selendang panjang yang diikat di pinggang para penari lalu para penari akan membentuk pola lingkaran seperti murwa daksina.
Tarian asal Bali dikenal dengan kesakralannya karena terkait dengan sejumlah kegiatan keagamaan.
Sejarah Tari Rejang Renteng
Sejarah Tari Rejang berawal dari wujud rasa syukur, hormat, pujian, dan persembahan atas turunnya Dewa Dewi ke bumi. Tari Rejang Renteng merupakan salah satu varian yang diperkirakan lahir pada tahun 1930, namun hingga kini sang penciptanya masih belum diketahui.
Bermula pada tahun 1999, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali berupaya untuk menjaga dan mulai mengembangkan tari renteng yang dikenal langka. Banjar Adat Saren, Desa Saren, Kecamatan Nusa Penida, diduga sebagai asal daerah tari renteng ini muncul. Dinas Kebudayaan Provinsi Bali memadukan gerakan tari dari 3 tarian yaitu Tari Rejang Dewa, Tari Pendet, dan Tari Renteng. Dan hasil perpaduan 3 tarian tersebutlah dikenal dengan Tari Rejang Renteng.
Tari sakral ini digelar ketika piodalan (wali) di Pura Dalem Ped diharuskan ngayah (seseorang yang bekerja dengan tulus ikhlas tanpa mengharap imbalan). Tari renteng pun digelar setelah pemangku/pendeta menyelesaikan ngayabang upacara mecaru dan ngaturan piodalan.
Makna Tari
Dalam buku Yuda Bakti pada Lontar Usana Bali menyebutkan bahwa Makna Tari Rejang adalah perlambangan dari Widyadari (bidadari) yang turun ke bumi untuk memandu Ida Bhatara pada upacara pensucian diri guna menyambut hari raya Nyepi (Melasti). Tari Rejang Renteng berasal dari kata “renteng/rente” yang memiliki arti renta atau tua/sepuh. Makna tua ini bukan dalam artian fisik tubuh yang menua, namun lebih ke arah seseorang yang dituakan atau sudah menikah ataupun seorang pemangku (orang yang sudah disucikan).
Tarian ini digelar pada hari raya besar dalam upacara keagamaan Hindu (piodalan) di Pura Dalem Ped, letaknya di halaman bagian dalam pura (jeroan) di depan pelinggih. Tari ini diperagakan oleh penari wanita, baik secara berkelompok maupun massal, dengan rentang usia penarinya dari yang tua, setengah baya hingga yang muda. Para penari secara sadar, tulus, dan penuh sukarela dalam memperagakannya sebagai wujud rasa hormat, pujian dan mengharap keberkahan kepada sang pencipta. Di beberapa desa, pada tari ini terdapat “Pengarep” (pemandu tari) berada diposisi bagian depan dan penari lainnya berada di posisi belakang seraya mengikuti gerakaannya.
Tari rejang renteng juga memiliki makna membebaskan sifat buruk berupa ego pribadi, rasa iri, dengki dan rasa tersaingi, agar dapat membaur dengan lingkungan sekitar dan menjadi pribadi yang penuh kasih. Rejang juga memiliki makna ‘terikat’ (berkaitan satu dengan yang lainnya) yang melambangkan keharmonisan, sehingga pada akhir tarian para penari saling berpegangan tangan seraya membentuk formasi lingkaran.
Fungsi Tari
Dua fungsi utama Tari Rejang Renteng yaitu Wali dan Bebali. Fungsi Wali yakni menjadi tarian sakral yang digelar untuk piodalan di Pura Dalem Ped, tepatnya pada upacara keagamaan (Dewa Yadnya) yang berkaitan erat dengan hubungan manusia dan sang pencipta.
Sedangkan fungsi Bebali ialah tarian ini digunakan untuk upacara Manusa Yadnya (persembahan yang suci, tulus dan ikhlas untuk pemeliharaan, pendidikan dan pensucian secara spiritual). Dimana seseorang tersebut berkewajiban untuk menyesuaikan dan membawa diri di manapun ia berpijak untuk melaksanakan ngayah di berbagai kegiatan adat. Misalnya: pekan budaya, pentas budaya, dan festival desa.
Tak hanya itu, masyarakat setempat percaya bahwa dengan menggelar tarian rejang renteng dapat mendatangkan keselamatan, kesembuhan, dan ketentraman berkat turunnya Dewa Dewi Hindu. Tarian ini juga dipercaya dapat menghilangkan, mengusir maupun mengendalikan energi negatif yang kerap mengusik kehidupan di alam beserta isinya.
Gerakan Dasar
Gerakan dasar pada tari rejang renteng dibagi menjadi 3 bagian yang diperagakan dalam satu waktu yaitu, Memendet, Rejang dan Memande.
1. Memendet
Gerakan memendet merupakan gerak bagian pertama pada tari rejang renteng, dimana pola gerakannya diulang-ulang. Posisi para penari mengarah ke utara yaitu ke pelinggih, tempat para dewa dewi turun ke bumi. Pada bagian memendet terdapat dua macam gerakan yaitu, nyalud dan ngelung.
Nyalud adalah gerak tangan yang menghadap ke bagian dalam dengan kedua lengan tertutup dan terbuka di depan dada sert kaki kiri & kanan secara bergantian bergerak ke arah depan.
Ngelung adalah gerakan merebahkan badan ke arah kanan dan kiri dengan satu tangan lurus ke arah samping, sementara tangan lainnya menekuk ke arah bagian dada.
Memendet memiliki makna sebagai media penghubung dan pendekatan diri pada sang pencipta (Sang Hyang Widhi Wasa). Gerakan-gerakannya ini memiliki tujuan untuk menjaga keharmonisan dan keseimbangan alam. Memendet dapat dikatakan sebagai penyambutan untuk para dewa dewi hindu yang turun dari kahyangan.
Para penarinya berbaris vertikal sesuai dengan usia, sedangkan penari tertua berada di bagian paling depan. Penari yang berada di belakang akan mengikuti gerakan tarian dari penari di depan agar tampak kompak, disiplin, dan selaras.
2. Rejang
Gerakan rejang diperagakan pada bagian kedua sebagai simbol mensucikan diri dan kebebasan dari hal buruk (negatif). Pola gerakan tarian ini berada dalam satu baris vertikal mengarah ke pelinggih, persis dengan memande. Pada bagian rejang terdapat gerakan ngeliud, ngenjet dan tanjak.
Gerakan ngeliud melukiskan kendali dalam gerakan yang cenderung halus, lembut dan dinamis dengan membentuk formasi garis lengkung.
Gerakan ngenjet melukiskan gerak para penari yang kokoh, damai dan penuh ketenangan dengan membentuk skema gerak simetris .
Sedangkan pada gerak tanjak para penari membentuk skema gerak asimetris.
3. Memande
Gerakan memande merupakan gerak bagian terakhir tarian dengan pola lantai membentuk lingkaran sebagai tanda akan dimulainya persembahyangan. Hal ini bermakna sebagai bentuk ungkapan terimakasih, rasa bahagia dan rasa syukur karena telah menghibur para dewa dewi yang datang pada prosesi upacara tersebut.
Selain itu, pola gerakan melingkar (renteng) memiliki makna keseimbangan dan keselarasan pada pola gerak simetris dan asimetris. Pada pola gerak simetris melukiskan keadaan tenang dan diam, sedangkan pola gerak asimetris melukiskan keadaan dinamis dan berubah-ubah.
Iringan Musik
Tari rejang renteng diiringi oleh gong kebyar, gong gede, semara pagulingan, dan semarandana. Instrumennya terdiri dari Ceng-ceng ricik, Gangsa Pemade, Gong, Jublag, Kajar, Kantilan, Kendang, Kenong, Reong dan Suling.
Riasan Wajah
Riasan wajah para penari tari rejang menggunakan tema make up sehari-hari alias tidak berlebihan. Riasan sederhananya menunjukkan persembahan dari tarian yang sakral ini; yakni menitikberatkan pada nilai kebersihan, kesucian, dan kesederhanaan yang merupakan bagian dari rasa ikhlas dan tulus.
Pola Lantai
Pola lantai dalam gerakan memendet dan rejang yaitu lurus berbaris (vertikal). Hal ini memberi kesan sederhana namun kokoh dan kuat. Sedangkan pada gerakan memande, pola lantainya adalah membentuk lingkaran.
Properti dan Filosofinya
Berikut adalah properti yang digunakan dalam Tari Rejang Renteng:
1. Baju Putih berlengan panjang memiliki makna bahwa tubuh manusia adalah sakral, maka haruslah dijaga dan dirawat dengan hal yang indah, bersih dan suci.
2. Selendang berwarna kuning tanpa motif (polos) memiliki pengertian bahwa perut merupakan pusat dari tumbuh dan bekembangnya kebaikan dan kejahatan serta emosi yang meluap-luap sehingga harus diikat dalam bentuk simbol simpul selendang.
3. Kain Cepuk Tenun berwarna kuning memiliki makna bahwa di dalam seni terdapat kekuatan penolak bala (mara bahaya).
4. Sasakan Polos memiliki makna pikiran yang bersih (polos), tulus, dan berbakti kepada Sang Pencipta.
5. Sanggul Pusung Tagel memiliki makna bahwa sang penari telah menikah.
6. Bunga Jepun dikenal dengan wanginya yang harum sebagai simbol keindahan, keharuman, sederhana dan polos
7. Subeng (anting-anting/giwang) memiliki makna seseorang hendaklah mendengar ucapan yang baik, indah, dan suci agar tidak terpengaruh oleh kata-kata kotor yang akan mempengaruhi persembahan tarian.
Warna kuning dan putih pada busananya memiliki arti kebenaran dan kebahagiaan.
Tarian sakral seperti tari rejang renteng ini merupakan salah satu tarian yang masih dijaga dan dilestarikan. Hingga kini kelompok ibu-ibu di beberapa desa di Pulau Bali turut serta mempelajari tari rejang renteng sebagai bentuk melestarikan adat dan budaya dari leluhur. Sebagai bangsa dengan corak budaya yang beragam, hendaknya kita juga turut serta menjaga dan melestarikan tarian daerah di sekitar kita.