Tari Payung merupakan tarian tradisional dari Minangkabau, Sumatra Barat dengan perlengkapan utama berupa payung.
Tarian daerah yang dikenal oleh masyarakat bersamaan dengan Tari Piring, Tari Randai dan Tari Indang ini menggambarkan pergaulan muda-mudi, cinta, dan kasih sayang.
Penarinya berjumlah genap, dan terbagi dalam tiga pasangan (pria dan wanita).
Tarian Payung sangat terkenal hingga di kalangan nasional pada tahun 1960-an, namun kini sering dibawakan sebagai hiburan atau ajang kesenian.
Tertarik untuk memahami lebih jauh beragam hal dan pengertian tentang Tari Payung itu sendiri?
Simak penjelasan lengkapnya berikut ini:
Sejarah Asal Usul Tari Payung
Ada sejarah yang dengan asal dari sebuah catatan yang dianggap valid, menggambarkan perkembangan Tari Payung itu erat kaitannya dengan kesenian drama pada era penjajahan Belanda (Toonel).
Tarian payung kemudian dipentaskan untuk melengkapi Toonel sebagai selingan antarbabak dalam rangkaian dramanya.
Barulah tarian ini kian dikenal dan memperoleh sambutan positif dari masyarakat Bukittinggi pada tahun 1920-an.
Muhammad Rasyid Manggis-lah, pencipta tatanan tari yang dalam kali pertamanya pada sekitar tahun 1920-an, melakukan penataan untuk tarian khas Minangkabau ini ke bentuk tari teater.
Yang berikutnya dilanjutkan oleh teman seangkatannya di Normal School Bukittinggi, yakni Sitti Agam, dengan mengusung tema pergaulan muda-mudi dalam tata koreografinya.
Kisah dalam tarian ini mencakup liburan pasangan muda-mudi ke Sungai Tanang (sebuah pemandian di Bukittinggi).
Ceritanya disesuaikan baik-baik agar menggambarkan kehidupan remaja perkotaan yang lepas dari pemberlakuan aturan adat.
Larangan yang pernah berlaku terhadap wanita agar tidak berkegiatan di luar Rumah Gadang menginspirasi pembentukan Serikat Kaum Ibu Sumatra (SKIS) pada tahun 1924.
Sitti Agam bahkan memimpin salah satu majalah pada masa itu.
Ia ingin menggapai tujuan yang berkaitan dengan derajat kaum wanita, tak terkecuali melalui kesenian.
Salah seorang mantan murid Sitti Agam, Damir Idris, menuturkan betapa gurunya adalah sosok wanita Minangkabau yang terhormat, sebab menjadi yang kali pertama menari di atas panggung.
Ditambah lagi, penata Tari Payung pertama sekaligus yang turut membawakannya ke Toonel sebagai sutradara adalah Sitti Agam sendiri.
Sebuah catatan dalam sejarah pemisahan antara lelaki dan perempuan di semua lini kegiatan seni, tak terkecuali penontonnya.
Karakteristik dan Komponen Wajib Tari Payung
Adanya komponen yang wajib diperhatikan dalam mementaskan Tarian Payung antara lain:
1. Penari
Tarian ini hanya dilakukan oleh perempuan pada masa awal terciptanya.
Entah itu penari yang mengadegankan perempuan maupun laki-laki, sampai dengan pemusiknya dilakoni oleh perempuan.
Penyebabnya adalah kelahiran Tari Payung sebagai kesenian dari perkotaan, lalu perempuan pada masa itu pun diperbolehkan untuk berkesenian.
Masyarakat di nagari sebenarnya mengentalkan aturan mengenai pelarangan perempuan menari di Minangkabau.
Sampai akhirnya Sitti Agam muncul untuk memelopori perempuan menari di atas pementasan, dengan mempertahankan ketinggian nilai-nilai kesopanan.
Tarian yang kemudian dikenal diciptakan oleh Sitti Agam ini baru bisa dibawakan pasangan penari laki-laki dan perempuan, serta mulai diperkenalkan ke tingkat nasional dan internasional pada tahun 2000-an.
Sebagaimana jumlah penari yang membawakannya, ada lima jenis kelompok tarian, yakni balanced (berimbang), canon (bergantian), unison (serempat), broken (terpecah), serta alternate (selang-seling).
2. Pakaian
Tentunya Tarian Payung tak melupakan perhatian terhadap unsur tata busana dan perlengkapan pula riasan untuk penari, karena merupakan tarian daerah.
Baju adatnya bukanlah Bundo Kanduang (yang sering digunakan dalam Tari Piring), melainkan pakaian adat yang disebut Luhak Nan Tigo.
Busana adat yang dikenakan oleh penari wanitanya bergaya melayu Minang, yaitu kebaya melayu atau baju kurung dengan kain songket sebagai bawahan serta mahkota keemasan untuk atasannya.
Baju adat Luhak Nan Tigo punya beragam motif, maka akan jadi sangat memungkinkan untuk menjumpai baju ini dengan motif yang berbeda-beda.
Sementara para penari prianya mengenakan kostum berupa baju lengan panjang dengan celana panjang berwarna senada, lalu ada sarung songket, dilengkapi kopiah melayu.
3. Tata Rias
Riasan sendiri menggunakan penataan yang merepresentasikan kecantikan dan kegagahan.
4. Properti Penari
Benda-benda utama yang diketahui digunakan sebagai properti untuk Tari Payung berupa selendang yang dimainkan penari wanita dan payung di tangan penari pria.
Keduanya berfungsi sebagai penyampai makna filosofi dalam tarian ini, saling melengkapi untuk menggambarkan kisah kasih pasangan yang bersama-sama dalam membina rumah tangga.
Tentu saja bukan cuma payung dan selendang saja properti dalam kesenian Tari Payung.
Masih ada lagu pengiring dan busana yang tak kalah mengandung filosofi penting.
5. Dekorasi Panggung
Pementasan Tari Payung tidaklah memerlukan latar panggung dengan dekorasi yang terlalu rumit.
Bahkan tarian ini bisa dibawakan di mana saja, selama keberadaan area lapang bisa dijumpai.
Kaitannya area lapang ini adalah kebutuhan tempat bagi banyaknya jumlah penari payung agar senantiasa leluasa dalam bergerak dan tidak saling berbenturan ketika menari.
Ini pula yang menyebabkan Tari Payung terkategorikan sebagai tarian yang ramai, entah dari segi penari sampai ke par penontonnya.
6. Musik Pengiring
Ada dua elemen dalam bagian musik yang akan mengiringi sepanjang tarian payung dilakukan, yakni lagu berjudul Babendi-Bendi ke Sungai Tanang, lalu tabuhan dari alat musik tradisionalnya.
Satu paket alat musik ini meliputi talempong, gendang, akordeon, rebana, serta gamelan melayu.
Tempo dan ritme yang dihasilkan dari perpaduan alunan musiknya harus sesuai dengan tarian, atau sebaliknya.
7. Struktur Gerakan Penari Payung
Oleh karena tarian ini berisi kisah kasih dan cinta pasangan suami-istri, maka gerakannya pun cenderung bebas pula tak terlalu punya kekhususan layaknya tarian tradisional lain.
Kendati demikian, bukan berarti para penari tidak harus senantiasa menempatkan perhatian terhadap keserasian ragam gerak antara payung penari pria dan selendangnya penari wanita.
Karakteristik tarian kelahiran tahun 1920-an ini punya ciri khas Minangkabau dalam struktur gerakan yang cenderung lemah lembut.
Gerakannya ibarat kiasan: “siganjua lalai/ pada suruik maju nan labiah// alu tataruang patah tigo/ samuik tapijak indak mati”, yang artinya: pada surut maju yang lebih// alu tataruang patah tiga/ semut terpijak tidak mati.
Maksudnya, gerakan dari para penari memanglah lemah lembut, tapi terdapat kekuatan dan ketajaman yang terkandung di dalamnya.
Gerakan yang dilakukan cenderung serentak dalam jumlah genap atau unisan, seperti enam orang, sehingga menjadikannya terlihat punya keteraturan karena gerakan yang dilakukan tampak sama.
Gerakan-gerakan ini pula yang membuat Tari Payung tergolong ke dalam kombinasi tarian Minangkabau Sumatera Barat-Melayu.
Gerakan yang berasal dari pencak silat akan disisipkan oleh para lelakinya, ditambah dengan gerakan yang khas dari Melayu misalnya lenggang, lenggok, dan joget.
Deskripsi lebih lengkap mengenai keragamanan struktur gerakan ini antara lain:
a. Bagian Awal (Pembuka)
Semua penari putra memulai dari maliriak payuang-jalan, lalu ayun payuang bapasangan, dilanjutkan silek puta tusuak, roda mamayuang, maelo puta dalam, kemudian maelo puta lua.
Sementara untuk para penari putrinya melakukan ayun puta, kemudian ayun puta payuang, setelah itu layok payuan ka tangah puta, payuan sibak puta payuang dalam, mamatiak bungo langkah silang balakang, lalu sibak payuang maagiah payuang ka panari putra.
b. Bagian Tengah (Isi)
Bagian Isi ini adalah seluruh penari putri yang melakukan maliriak salendang, jalan, lalu lingkaran 4 bapasangan, baru kemudian mangirai salendang puta, dilanjutkan ayun salendang kiri kanan puta kiri, ayun salendang kiri kanan puta kanan, ayun salendang sampiang, jalan kiri kanan, dan jalan kamuko maju mundur.
c. Bagian Akhir (Penutup)
Penutup Tari Payung berisi penari putra dan putri yang jalan bapasangan step c, komposisi bendi bapasangan step s, langkah geser salendang lingkaran (dilakukan oleh putri), bapasangan jalan lingkaran (untuk putra), rantang payuan puta (oleh putra), ayun salendang maju step s, ayun salendang maju sambah (gerakan putra), dan ayun payuang maju sambah (ditarikan oleh putra).
8. Pola Lantai
Tari Payung memiliki pola lantai tarian yang tidak rumit.
Perhatian utamanya adalah meniadakan tabrakan antara penari pria dan wanita saat mereka menari, mulai dari tubuh dan propertinya yang digunakan oleh keduanya.
Aturan pola lantai tarian payung membatasi jumlah penari minimal 3 orang (walau bisa lebih banyak).
Yang terpenting adalah dilakukan secara berpasang-pasangan.
Makna & Filosofi
Mari bergeser dari sisi menarik sejarah menuju makna dan filosofinya.
Jika didasarkan pada asal mula, Tari Payung diciptakan sebagai gambar untuk perlindungan hubungan untuk cinta dan kasih sayang.
Secara naratif, tariannya sendiri adalah lambang pergaulan pemuda-pemudi atau pasangan remaja yang tengah bertamasya.
Maknanya bisa diartikan lebih luas lagi, seperti wujud perlindungan dan kasih sayang suami ke istri dalam kehidupan berumah tangga agar senantiasa dilingkupi kebahagiaan pula kesejahteraan.
Gerakan-gerakan dari penggunaan properti berupa payung dan selendang adalah bentuk untuk menyampaikannya, melalui drama cinta hingga ke pelaminan.
Dalam artian, pasangan pemuda dan pemudi yang telah berusia dewasa juga saling mencintai, alangkah lebih baik agar segera menikah, agar terhindar dari perilaku dan hal-hal buruk.
Melalui tarian ini pula, turut dijelaskan mengenai perilaku berkasih sayang yang seharusnya dilakukan oleh mereka mestinya tetap disesuaikan dengan norma agama dan adat.
Sementara makna dan filosofi Tari Payung yang terlihat propertinya adalah:
1. Arti Payung
Penari lelaki yang membawa payung adalah simbol perlindungan terhadap istri, serta peran suami sebagai pilar utama dalam sebuah keluarga.
Pria akan melakukan gerakan-gerakan untuk memayungi wanita dalam penampilannya.
Selain itu, keanekaragaman warna payung pun memperlihatkan kehidupan penuh warna yang tengah dijalankan oleh para pemuda-pemudi.
2. Arti Selendang
Manakala payung diperuntukkan pria, maka selendang khas Padang akan dikenakan penari wanita sebagai perlambang ikatan cinta suci yang penuh kesetiaan.
Pengartiannya juga bisa berupa kesiapan yang dimiliki oleh pasangan untuk memulai kehidupan berumah tangga.
Gerakannya berupa mengaitkan selendang oleh penari wanita ke penari pria saat menari.
3. Arti Lagu Pengiring
Judul lagu yang mengiringi pementasan Tari Payung adalah “Babendi-Bendi ke Sungai Tanang”.
Cerita mengenai liburan pasangan suami-istri yang berbulan madu ke Sungai Tanang dikisahkan dalam lirik lagu berikut:
Babendi-bendi..
Ka sungai tanang
Aduhai sayang babendi-bendi
Ka sungai tanang aduhai sayang
Singgahlah mamatiak, singgahlah mamatiak
Bungo lambayuang
Singgahlah mamatiak, singgahlah mamatiak
Bungo lambayuang
Hati siapo indak ka sanang
Aduhai sayang
Hati siapo indak ka sanang
Aduhai sayang
Maliek rang mudo, maliek rang mudo
Manari payuang
Maliek rang mudo, maliek rang mudo
Manari payuang
Hati siapo indak ka sanang
Aduhai sayang
Hati siapo indak ka sanang
Aduhai sayang
Maliek si Nona, maliek si Nona
Manari payuang
Maliek si Nona, maliek si Nona
Manari payuang
Fungsi
Makna dan filosofi di atas menjadikan Tari Payung memiliki fungsi yang cukup beragam, yakni:
1. Sebagai Hiburan
Fungsi Tari Payung mulanya adalah tarian pengiring untuk seni pentas komedi bernama Toonel yang khas Provinsi Sumatra Barat.
Oleh karena Toonel itu hiburan rakyat, maka otomatis tarian payung pun juga berfungsi untuk menghibur masyarakat.
Lebih jauh lagi dari masa-masa tersebut, kini Tari Payung berikut fungsi hiburannya telah jamak dipentaskan dalam acara-acara nonformal, dengan gerakan yang umumnya lebih dinamis.
2. Sebagai Sarana Ritual Pesta
Pada perkembangannya kemudian, fungsi tarian ini bertambah dan mulai digelar dalam lebih banyak lagi acara-acara lain, usai mengalami pemisahan terkait seni pementasannya.
Contohnya adalah pada pesta rakyat, lalu dalam hajatan, juga tak terkecuali sebagai tarian penyambut.
Tak hanya sebatas gelaran-gelaran di atas, penggambaran kasih sayang pasangan pemuda-pemudi dalam tarian ini pun dimanfaatkan untuk mengisi acara pesta pernikahan Melayu.
Keunikan
Ada keunikan tersendiri yang dimiliki oleh Tari Payung, walau berasal dari daerah yang sama dengan Tari Piring, yakni tanah Minang, antara lain:
- Ditarikan berpasangan
Kendati tak harus terdiri dari pria dan wanita, tarian ini akan tetap dilakukan berpasangan sebagaimana jalan ceritanya melalui penyesuaian terhadap propertinya.
- Muncul sebagai tarian pengiring
Tari Payung yang muncul melalui perkembangan panjang, bermula sebagai tarian untuk mengiringi drama Toonel khas Minangkabau.
- Maknanya mendalam
Tarian payung menghasilkan pemaknaan yang filosofis berkat kombinasi antara gerakan tari, alunan musik, serta lagu pengiringnya.
- Dengan properti unik
Sebagai perlengkapan atau properti utama, penggunaan payung dan selendang untuk menceritakan pesan tariannya dianggap unik, karena mendominasi pertunjukan.
- Kesederhanaan pola lantai & gerakan
Kemudahan untuk mempelajari dan melakukan tarian payung disebabkan karena kesederhanaan dari pola lantainya.
- Gerakan yang mudah
Gerakannya hanya memainkan payung atau selendang, karena tak ada ikatan pakem dan bisa divariasikan agar menjadi lebih dinamis dan memberi kesan ramai melalui sahut-menyahutnya penari untuk memperlihatkan romantisme dan kasih sayang.
- Hanya penari perempuan
Aturan ini hanyalah berlaku pada era-era awal kemunculan Tari Payung untuk mengungkapkan emansipasi dan kesetaraan bagi wanita, karena pada perkembangannya kini sudah ada penari pria yang menambah kemenarikan tarian ini.
- Tidak semua penari membawa payung
Pementasannya sendiri akan meninjau kembali makna apa yang mau disampaikan dalam alur ceritanya, karena peran pembawa payung hanyalah untuk adegan dari penari pria.
- Jumlah penari harus genap
Aturan ini jelas berhubungan dengan tarian yang membutuhkan gerakan berpasang-pasangan sebagai persyaratannya, dengan properti yang juga berpasangan, dan penari minimal empat orang agar tampak ramai.
Perkembangan Tari Payung Masa Kini
Sariaman atau Saliasih adalah tokoh baru yang melakukan pengembangan terhadap Tari Payung pada masa kini.
Sosoknya juga dikenal sebagai lulusan dari angkatan setelah masa Sitti Agam dan Rasyid Manggis di Normal School.
Susunan untuk tari tradisional yang dikerjakan oleh Saliasih itu punya perbedaan yang menekankan persoalan detail, tapi masih dengan kesamaan pada keseluruhan esensinya.
Tokoh-tokoh lain yang juga turut berperan untuk mengembangkan Tari Payung antara lain Ins Kayutanam (bukan murid Normal School), Djarmias Sutan Bagindo, serta dan Sjotian Naan.
Gubahan warna yang berangkat dari kabar atau cerita rakyat diberikan oleh Sjotian Naan.
Simbol-simbol tertentu sebagai identitas asli Minangkabau ditekankan dalam improvisasi ini, kendati terbatas hanya pada isi dan dimensi busananya.
Kemudian ada gubahan dari Djarmias Sutan Bagindo pada aspek internal atau bentuk dimensi tekstual dalam tarian, dengan tetap mengikuti pola yang sudah dimiliki Tari Payung sebelumnya.
Pada perjalanan tarian ini selanjutnya, Gusmiati Suid, Sjofyani Yusaf, dan Hoerijah Adam yang menjadi murid-murid Sjofian Naan membuatnya mengalami perkembangan dinamika horizontal.
Ketiganya punya peran tersendiri dalam improvisasi Tari Payung yang disesuaikan dengan kreasi masing-masing, namun juga tetap mengacu pada unsur-unsur yang sebelumnya.
Namun di antara banyak gubahan tersebut, karya terpopuler adalah dari Sjofyani Yusaf.
Itulah yang bisa dijelaskan mulai dari sejarah, pementasan, aturan, hingga properti dan tata rias yang digunakan dalam Tari Payung.
Seiring perkembangan teknologi informasi, detail mengenai tarian ini juga telah menyebar luas.
Eksistensinya tak cuma berada di seputaran Minangkabau atau dalam negeri, tapi sudah melalangbuana sampai di sejumlah negara.
Perkembangan Tari Payung masihlah sebagai salah satu seni tari yang diminati masyarakat saat ini.
Anak-anak bahkan kadang membawakannya juga saat ada acara-acara tertentu.
Sementara tingkatan kemudahan dan kesulitannya akan bergantung pada diri penari dan kreasi siapa yang dipakai.