Tari Monong adalah salah satu tari-tarian dari Suku Dayak di Kalimantan Barat.
Tarian tradisional yang kerap pula disebut Tari Manang atau Tari Balian ini bukanlah sekadar tarian biasa.
Warga setempat mengenalnya sebagai cara untuk menyembuhkan penyakit, dengan menolak bala melalui serangkaian ritual kepercayaan.
Para dukun mementaskan tarian sakral ini sambil membaca mantra, sehingga gerakan penari, alunan musik, serta suasananya sangat kental beraroma mistis.
Mau tahu lebih lanjut mengenai sejarah, seluk-beluk pementasan, fungsi, keunikan lain, hingga perkembangannya sekarang?
Simak penjelasan lengkapnya berikut ini:
Asal Usul dan Sejarah Tari Monong
Sejarah terciptanya tarian ini dahulu, bermula dari penyembuhan anggota masyarakat Dayak yang sedang sakit oleh para dukun atau tabib Suku Dayak melalui gerak-gerak tari.
Ritual ini dilakukan sebagai upaya pengusiran roh jahat yang menjadi penyebab sakit sekaligus permintaan kesembuhan kepada Tuhan.
Pemimpin ritual sekaligus penari yang membawakan tariannya haruslah dukun atau sesepuh yang dituakan dalam lingkungan suku.
Tari Manang pun dilakukan sambil membacakan mantra-mantra tertentu untuk kesembuhan pasiennya.
Pementasan
Pementasan Tari Manang harus dihadiri juga oleh anggota keluarga orang yang sedang sakit, serta mengikuti prosesi pembacaan mantra tolak bala dan penyakit.
Sementara prosesinya sendiri menciptakan suasana yang beraroma mistis dan magis melalui alunan musik dan gerakan penarinya.
Hal ini tak dapat dihindari, karena toh bagaimanapun Tari Monong memang masih dijunjung sangat tinggi dalam acara-cara adat seperti Balian dan Bemanang.
Kendati sedemikian mistis aroma dari suasananya, senyum dan sikap ramah-tamah di dalamnya justru melahirkan kehangatan keluarga bagi setiap penontonnya.
Penari Tarian Monong akan bertindak bagai dukun, membacakan mantra-mantra atau jampi-jampi dalam Bahasa Dayak.
Penyajiannya bahkan dilakukan saat sang penari tengah dalam kondisi trance (hipnosis).
Itulah sebabnya, tarian ini pun begitu kental dengan nuansa atau unsur mistis layaknya Tari Seblang asal Banyuwangi dan Tari Sintren dari Cirebon.
Sepanjang prosesnya, beberapa alat musik tradisional mengiringi tarian ini.
Termasuk jampi-jampi tadi, yang dihaturkan kepada Sang Pencipta agar warga yang memang sedang sakit dapat sembuh bisa sehat kembali.
Jumlah penari Monong adalah sekitar 20-an sampai puluhan penari.
1. Tata Busana
Penari Monong akan dibalut pakaian khas Suku Dayak Kalimantan Barat yang unik dan menarik dalam pertunjukannya.
Kostumnya sendiri terdiri dari:
- Ikat kepala
- Sumping lawe
- Kalung kace
- Kelat bahu
- Jarik lereng
- Boro mote
- Sabuk
- Epek timang
- Celana pancen
- Sampur cinde
- Sebilah pedang
- Sebuah tameng
2. Properti
Penari juga di lengkapi dengan berbagai alat sebagai properti dan aksesoris yang digunakan untuk ritual.
Dari aksesorisnya sendiri, beberapa alat yang digunakan seperti perisai dan mandau (senjata tradisional Suku Dayak sejenis parang).
Sementara untuk propertinya, di antaranya ada pedang, piring, dan selendang.
3. Musik Pengiring
Dengan diiringi beberpa alat musik tradisional, jampi-jampi yang mengiri tarian semata-mata ditujukan kepada Sang Pencipta, agar si penderita-sakit mendapatkan kesembuhannya.
Iring-iringan dari berbagai alat musik yang mengalun membuat suasana pertunjukan lebih hidup, sekaligus pula menambah aura kemistisannya.
Salah satu di antara alat musik tersebut adalah Sape, yakni Pengiring yang khas digunakan pada tari-tarian dalam masyarakat Dayak.
Persebaran alat musik ini sudah mencapai daerah Malinau, Kutai Barat, hingga Samarinda.
Tak hanya bentuk yang mirip gitar jika dipandang sepintas, tetapi cara memainkannya pun dipetik.
Sape jamak digunakan sebagai pengiring acara-acara hajatan dalam masyarakat Suku Dayak, atau beragam tarian khas Dayak pada perayaan-perayaan kesenian yang penuh kegembiraan.
Bahan untuk membuat alat musik ini berasal dari Kayu Adau dan Kayu Kita, dengan jumlah dawai antara empat sampai enam, bahkan ada pula yang hanya memiliki dua dawai (Sape Karaang).
Sape Karaang umumnya dipakai sebagai pengiring tari-tarian yang memiliki gerakan menghentak.
Nada yang dihasilkan dari alat musik tersebut dibagi menjadi dua macam, yaitu Sakpakok dan Tubunsitun.
Tubunsitun adalah nada dengan tempo yang lambat, tetapi punya ciri khas.
Sementara untuk Sakpakok adalah kebalikannya, nada ini cenderung lebih cepat, sekaligus juga dinamis.
Gerakan
Tentu saja ada perbedaan pada gerakan dalam Tari Monong dari tari-tarian lain seperti Tari Rampak.
Letak perbedaannya lebih pada penekanan gerakan oleh dukun dalam melakukan proses penyembuhan.
Termasuk serangkaian mantra yang dibacakan saat tarian ritual berlangsung.
Pola Lantai
Tari Monong memiliki dua jenis pola lantai dalam setiap pementasannya, yakni Pola Lantai Lurus dan Pola Lantai Melengkung.
Fungsi Tarian
Berdasarkan catatan literatur, Tari Monong ialah salah satu tarian di Kalimantan Barat yang bertujuan untuk mengobati penyakit warga dari Suku Dayak setempat agar memperoleh kesembuhan.
Para dukun suku Dayak membacakan mantra sambil membawakan tarian penyembuhan ini pada awalnya, sebagai ritual untuk memohonkan kesembuhan kepada Tuhan bagi warga yang sakit.
Fungsi-fungsi yang menyertainya sebagai tari penyembuhan, meliputi penolak, penyembuh, dan penangkal penyakit semata bagi kesembuhan kembali si Penderita.
Masyarakatnya begitu mengandalkan pemakaian ritual tersebut sesuai kepercayaan yang mereka kenal dan yakini.
Sebuah tarian yang disakralkan, sebagai bagian dalam pelaksanaan upacara adat bernama Bemanang atau Balian.
Tujuan daripada upacaranya sendiri adalah penghilangan pengaruh roh jahat sebagai penyebab orang sakit, sial, atau bahkan meninggal.
Keunikan
Keunikan Tari Monong terletak pada gerakan kaki yang menghentak, serta gerakan tangan yang lengkap dengan iringan mantra-mantra berbahasa Dayak.
Maka tak ayal, tidak semua orang dapat mengerti arti dalam mantra-mantra itu.
Hanya sesepuh-sesepuh Suku Dayak yang bisa memahaminya.
Nilai sakral yang terkandung juga menjadi ciri khasnya, karena khusus hanya dimiliki tarian ini.
Isinya berupa permohonan kepada Tuhan agar segera mengangkat penyakit yang diderita seseorang.
Perkembangan
Seiring berkembangnya zaman, Tarian Monong kian diminati dan dikenal hingga oleh masyarakat luas karena tak sekadar dipertunjukkan dalam ritual penyembuhan penyakit saja.
Bahkan penampilan Tari Monong kerap kali hanya sebagai sarana hiburan, karena toh pengobatan penyakit oleh ‘industri’ kesehatan sudah semakin maju saat ini.
Perkembangan penggunaan tarian ini juga mengarah sebagai sarana hiburan, penyambutan tamu, upacara adat, pertunjukan dalam acara adat Balian / Bemanang, hingga berbagai festival pawai budaya setempat.
Tentunya, banyak kreasi dan variasi dalam transformasi (termasuk gerakan) saat pertunjukannya.
Tujuannya, tak lain memang untuk melestarikan kebudayaan dan kesenian tradisional Suku Dayak Kalimantan Barat, agar tak hilang ditelan zaman.
Pun agar pertunjukannya sendiri terlihat menarik, tentu tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur yang masih asli di dalamnya.
Tari Monong telah menjelma jadi salah satu tarian tradisional yang diakui sebagai warisan budaya Indonesia yang berasal dari Kalimantan Barat saat ini.
Beragam-macam kesenian dan bentuk-bentuk kebudayaan dari Suku Dayak di Kalimantan dapat dilihat dengan cukup baik melalui arak-arakan dalam suatu acara.
Melalui peran yang baik dari masyarakat Suku Dayak dalam melakukan penjagaan, Tari Monong menjadi salah satu contoh yang masih mampu bertahan bahkan mengalami pengembangan hingga saat ini.
Maka sudah sepatutnya pula kesenian ini diketahui serta dipahami.
Demikian penjelasan terkait Tari Monong asli Suku Dayak yang menempati Provinsi Kalimantan Barat.
Tari monong yang penuh historis berbalut suasana mistis membuktikan, bahwa tarian yang awalnya sebagai sarana penyembuhan penyakit telah menjadi tari yang bisa memasuki berbagai acara.
Keberagaman dalam bidang kesenian yang tersebar begitu luas dan tertanam di antara masyarakat mestinya digali lebih dalam serta dipelajari lebih banyak lagi.