Tari gandrung merupakan salah satu tarian kebanggaan masyarakat Banyuwangi yang telah mendunia.
Bahkan kota Banyuwangi dijuluki sebagai kota gandrung atau kota penari karena masyarakatnya benar-benar menjaga dan melestarikan tari gandrung sebagai budaya yang telah diperkenalkan ke anak-anak mereka sejak kecil.
Hal tersebut dikarenakan Tari Gandung memiliki sejarah yang cukup panjang dan memiliki hubungan erat dengan sejarah Kota Banyuwangi.
Untuk penjelasan lebih detail mengenai Tari Gandrung, simak artikel di bawah ini!
Video Rangkuman Tari Gandrung
Sejarah Tari Gandrung
Menurut sejarah, tari gandrung pertama kali lahir pada saat pembangunan Ibu Kota Blambangan sebagai pengganti Ulu Pangpang yaitu saat pembukaan lahan hutan tirta arum (tirta gondo) pada tahun 1774.
Asal usul tari gandrung sendiri ditulis dalam sebuah makalah berjudul Gandroeng Van Banyuwangi yang ditulis oleh John Scholte pada tahun 1926. Menurut Scholte, tarian ini dibuat oleh seorang pemuda bernama Marsan yang menarikan tari gandrung bersama pemain musik tradisional di jalanan. Mereka melakukan itu dengan berkeliling ke desa-desa dan diberi penghargaan berupa beras dan bahan pokok lainnya.
Pada saat itu, kondisi masyarakat Blambangan sangat memprihatinkan akibat dari serangan kompeni, banyak dari mereka yang menjadi korban & diasingkan ke tempat yang jauh dan sebagian yang lain dari mereka juga mulai melarikan diri sampai tercerai berai
Para pejuang kemudian memanfaatkan tari gandrung sebagai pemersatu masyarakat yang tercerai berai tersebut, kemudian kembali ke kampung halamannya dan membentuk kehidupan baru di wilayah Tirta arum (yang kemudian dinamai Banyuwangi yaitu nama lain dari tirta arum itu sendiri). Sejak itu tari tradisional ini mulai menjadi bagian dari masyarakat Blambangan dan Ibukota Baru di Tirta Arum dan terus berkembang. Perkembangan tersebut juga meliputi gender penari yang menarikan tari gandrung.
Jika sebelumnya ditarikan oleh lelaki, maka muncul penari gandrung wanita pertama bernama Semi. Ia adalah seorang gadis kecil yang menderita suatu penyakit hingga ibunya, Mak Midhah, bernazar jika sembuh, Semi akan dijadikan sebagai seblang, dan akhirnya Semi sembuh. Pemenuhan nadzar oleh Mak Midhah ini membuat tari gandrung memasuki episode baru dalam perkembangannya karena tari gandrung mulai ditarikan oleh penari perempuan.
Semakin lama, mulai banyak penari perempuan yang menarikan tari gandrung dan sekitar tahun 1890-an, mulai jarang lelaki yang menari gandrung karena dalam agama islam ada larangan laki-laki berdandan menyerupai perempuan. Penari gandrung laki-laki benar-benar menghilang pada tahun 1914 setelah penari gandrung laki-laki pertama yaitu Marsan, meninggal dunia.
Mulanya, gandrung hanya boleh ditarikan oleh keturunan penari gandrung, tetapi seiring berjalannya waktu, mulai banyak gadis-gadis yang mempelajari tarian ini walaupun mereka bukan keturunan penari gandrung.
Fungsi dan Makna Tari Gandrung
Pada awal diciptakannya, tari gandrung dimanfaatkan sebagai pemersatu masyarakat Blambangan yang tercerai berai di berbagai desa dan pelosok akibat serangan kompeni. Namun kemudian tari gandrung dipentaskan pada acara panen sebagai penghormatan bagi dewi Sri atau dewi padi.
Makna tari gandrung sendiri menggambarkan betapa masyarakat Blambangan terpesona dan tergila-gila pada Dewi sri yang mereka percaya membawa kemakmuran bagi mereka. Oleh karena itu, mereka pun kemudian mengadakan pertunjukan tari gandrung setiap selesai panen sebagai bentuk rasa syukur dan tentu saja menjadi hiburan bagi masyarakat sekitar.
Pertunjukan tari Gandrung
1. Musik pengiring
Ketika dipertunjukkan oleh Marsan dengan berkeliling desa, tari gandrung diiringi dengan musik kendang dan rebana sebagai pengatur tempo.
Saat ini tari gandrung diiringi dengan musik yang berasal dari sebuah kempul atau gong, dua buah biola, sepasang kethuk, dua buah kendang, dan sebuah kluncing atau triangle. Terkadang alat musik tersebut juga diselingi dengan angklung, rebana, atau saron Bali.
Untuk memeriahkan pertunjukkan tari gandrung, pemain kluncing juga bertugas sebagai pengudang (pemberi semangat) atau yang juga sering disebut panjak. Selain itu, ada juga penyanyi yang menyanyikan beberapa lagu di bagian-bagian tertentu dalam tari gandrung.
2. Busana penari
Kostum tari gandrung dipengaruhi oleh budaya Kerajaan Blambangan Bali yang telah disebutkan eksistensinya dalam perjalanan perkembangan tari gandrung. Maka dari itu kostum tarian ini agak berbeda dengan kostum tarian Jawa seperti Tari Bedhaya Ketawang.
Untuk mempermudah, kita akan membahas satu persatu busana yang dikenakan oleh penari gandrung mulai hiasan kepala hingga properti lainnya.
a. Bagian atas
Penari gandrung memakai hiasan kepala berupa mahkota berwarna merah dan emas yang menutupi rambut penari. Mahkota yang disebut dengan nama omprok tersebut memiliki ornamen berbentuk kepala Anthasena beserta tubuhnya yang berupa ular. Dulu, ornamen itu tidak sepenuhnya melekat ke kepala penari, tetapi setengah dari tubuh Anthasena dibiarkan begitu saja seperti sayap burung. Namun sekitar tahun 1960-an ornamen tersebut sepenuhnya dilekatkan sehingga menjadi mahkota yang saat ini sering dipakai oleh penari.
Pada pinggiran depan mahkota ini diberi ornamen berwarna perak yang menambah indah jika dipakaikan, konon ornamen ini memberi efek lonjong pada wajah penari yang telah dihiasi dengan tata rias yang tipis namun ayu tersebut. Selain itu pada bagian atas mahkota juga ditambahkan dengan hiasan bunga yang disebut dengan cundhuk mentul, hiasan ini akan bergerak-gerak mengikuti gerakan kepala penari. Untuk memberikan kesan magis, pada mahkota ini juga sering dipasang hiasan tambahan yang disebut hio.
b. Bagian tubuh
Bagian tubuh penari gandrung ditutupi oleh baju seperti kemben yang terbuat dari beludru berwarna hitam yang dihiasi oleh ornamen dan manik-manik berwarna kuning emas. Pada bagian dada penari dipasang hiasan yang menutupi dada bagian tengah penari, hiasan ini dipasang dengan ditalikan ke leher penari. Bagian pundak dan lengan penari yang dibiarkan terbuka dihiasi dengan sepasang kelat bahu, sedangkan pinggangnya memakai ikat pinggang dan sembong yang biasanya dipadukan dengan kain warna warni sebagai hiasan.
c. Bagian bawah
Pada bagian bawah, penari gandrung memakai kain batik yang dililit dengan ketat hingga ke mata kaki. Kain batik tersebut biasanya bermotif gajah oling yang merupakan ciri khas tersendiri pada kostum tari gandrung, namun tak jarang juga penari yang menggunakan kain batik dengan corak lain.
Kaki penari gandrung ditutupi kaos kaki putih, hal ini baru dilakukan sekitar tahun 1930-an dan sebelumnya penari gandrung menari tanpa menggunakan alas kaki apapun.
d. Properti
Properti lain yang digunakan oleh penari gandrung adalah sampur atau selendang yang disampirkan di leher penari dan satu buah kipas yang diselipkan di ikat pinggang bagian belakang. Selendang tersebut digunakan di sepanjang tarian, sedangkan kipas hanya digunakan pada bagian-bagian gerakan tertentu terutama pada seblang subuh.
Dulunya penari menggunakan sepasang kipas, namun seiring berjalannya waktu penari hanya menggunakan satu buah kipas saja hingga sekarang.
Jadi, seperti Tari Kipas Pakarena dari Gowa, tarian ini juga menggunakan properti berupa kipas.
Tahapan Pertunjukan
Tari gandrung asli memiliki tiga tahapan pertunjukan mulai dari pembukaan hingga penutupan.
Berikut tiga tahapan tersebut dan penjelasannya.
1. Jejer
Tari gandrung dibuka oleh penari yang menarikan gerakan pembuka sambil melantunkan beberapa lagu di tengah-tengah panggung pertunjukan.
Bagian pembuka ini disebut jejer. Jejer dimaksudkan untuk menghormati tuan rumah, tamu, dan penonton yang hadir menonton pertunjukan tari gandrung, juga sebuah bentuk pengharapan agar tuan rumah penyelenggara hajat senantiasa diberkati.
2. Maju
Setelah bagian pembuka atau jejer selesai, penari akan mulai memilih tamu dengan cara memberikan sampur ke penonton sebagai lambang ajakan menari bersama, saat itulah bagian Maju dimulai. Biasanya penonton yang dipilih untuk menari bersama disesuaikan dengan urutan kedudukannya. Apabila ia merupakan tamu terhormat, maka akan mendapatkan giliran pertama.
Nah, sedangkan penonton yang bergabung dalam arena pertunjukan ini disebut paju. Paju yang dipilih terdiri dari empat orang yang akan berdiri membentuk posisi bujur sangkar dengan satu penari berada di tengah-tengah mereka. Penari gandrung kemudian mendekati paju satu persatu untuk diajak menari dengan gerakan-gerakan yang menggoda. Hal tersebut merupakan esensi tari gandrung yaitu hawa nafsu dan tergila-gila pada Dewi Sri.
Setelah selesai menari bersama penonton, gandrung akan mendatangi penonton untuk diajak menyanyikan beberapa lagu (ngrepen) sesuai dengan yang telah dipilih oleh salah seorang penonton. Acara paju dan ngrepen akan dilakukan berselang seling hingga subuh, sepanjang menunggu giliran, tak jarang penonton yang mabuk saling berkelahi sehingga menimbulkan keributan.
Pada akhir babak paju, penonton diberi kesempatan oleh gedhog untuk menari njaban bersama gandrung dan juga dipersilahkan untuk memberikan tombokan atau uwul pada baki yang telah disediakan oleh gedhog.
3. Seblang Subuh
Bagian akhir tari gandrung ditutup dengan seblang-seblangan yang biasanya dimulai ketika menjelang subuh, maka dari itulah bagian penutup ini disebut dengan seblang subuh.
Setelah beristirahat sejenak sehabis acara paju, penari gandrung akan mulai menari dengan tempo pelan dan penuh penghayatan. Terkadang gandrung menari menggunakan properti kipas yang dikibas-kibaskan sesuai dengan iringan musik sambil menyanyikan tembang-tembang bertema sedih seperti seblang lokinto, kembang pepeh, sekar jenang, kembang terna, dan sundreng-sundreng.
Seblang-seblang memiliki makna tersendiri yaitu pemujaan terhadap Dewi Sri dan untuk mengenang kejayaan Kerajaan Blambangan, juga mengingat kondisi masyarakat pada saat itu. Pada bagian seblang ini, suasana mistis tari gandrung sangat terasa, apalagi terdapat ritual penyembuhan dan ritual penyucian diri yang dilakukan oleh gandrung yang telah berusia lanjut.
Saat ini, bagian seblang subuh telah banyak dihilangkan dari rangkaian acara tari gandrung padahal bagian ini merupakan bagian penutup tari.
Jenis-jenis tari Gandrung
Seiring dengan perkembangannya, tari gandrung kemudian terbagi menjadi beberapa jenis yang digolongkan berdasarkan jenis musik pengiring, tahapan pertunjukannya, dan unsur dramatisasi serta mistis dari tarian ini.
Beberapa jenis tersebut di antaranya adalah:
· Jejer Gandrung
· Gandrung marsan
· Gandrung Dor
· Paju Gandrung
· Gama Gandrung
· Seblang Subuh
· Seblang Lukinto
· Jaripah
Fakta Unik
1. Awalnya ditarikan oleh laki-laki
Ketika pertama kali diciptakan, tari gandrung ditarikan oleh penari laki-laki yang didandani seperti perempuan. Seiring berjalannya waktu, telah banyak perempuan yang menarikan tarian ini dan hal tersebut dianggap lebih menarik. Selain itu, di era sekarang penari laki-laki sudah enggan untuk menarikan tari gandrung.
2. Sebagai Pemersatu Masyarakat
Sebelum ada kota Banyuwangi, tari gandrung dianggap sebagai tarian yang digunakan untuk berkunjung dan berkumpul bersama sanak saudara pasca perang melawan Belanda. Setelah kota Banyuwangi berdiri, tarian ini kemudian beralih fungsi sebagai rasa syukur masyarakat ketika musim panen tiba.
3. Mahkota yang dipakai terbuat dari kulit kerbau
Salah satu properti yang menjadi ciri kha tari gandrung adalah hiasan kepala yang menutupi seluruh rambut penari. Ternyata hiasan kepala yang mirip mahkota tinggi tersebut terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen anak Bima yang memiliki kepala seperti raksasa dan badan berbentuk ular yaitu Anthasena. Hiasan tersebut biasanya berwarna merah dan emas.
4. Ditarikan secara berpasangan
Sebenarnya tari gandrung ditarikan oleh 3-4 penari yang bergerak seirama, namun ada bagian dimana penari mengajak tamu laki-laki untuk menari bersama berpasangan dengan cara menyampirkan sampur ke leher tamu yang disebut pepaju atau paju tersebut.
5. Telah mendunia
Usaha masyarakat Banyuwangi dalam melestarikan tarian ini membuat tari gandrung semakin dikenal tak hanya di wilayah Indonesia saja, tapi juga di seluruh dunia. Terbukti oleh perkembangan tari gandrung yang ditampilkan di berbagai negara seperti Jepang, Perancis, malaysia, Hongkong, Brunei Darussalam, dan Jerman. Bahkan tari gandrung mendapatkan undangan secara resmi oleh Amerika Serikat untuk ditampilkan di pentas seni bertajuk Remarkable Indonesia fair yang diadakan di negara tersebut.
6. Festival Gandrung Sewu
Tari gandrung yang menjadi kebanggaan masyarakat Banyuwangi ini tidak hanya ditampilkan di pentas-pentas atau acara-acara saja lho!.
Pemerintah setempat bahkan mengadakan festival khusus tari gandrung yang digelar setiap tahun dan diberi nama festival gandrung sewu. Sewu dalam bahasa Jawa artinya seribu, karena festival ini diikuti oleh lebih dari 1000 penari dari berbagai usia.
Festival yang telah diadakan selama 7 tahun ini telah berhasil menarik perhatian masyarakat baik dari wilayah Indonesia maupun Mancanegara dan membuat tari gandrung semakin dikenal di mana-mana.
Perkembangan Tari gandrung
Kesenian tari gandrung Banyuwangi salah salah satu kesenian Indonesia yang berusaha bertahan ditengah arus globalisasi yang kian menjepit budaya-budaya lokal.
Berbagai cara dilakukan agar kesenian ini tidak tergerus oleh budaya luar yang sangat mempengaruhi kehidupan anak-anak bangsa. Salah satu upaya pemerintah Banyuwangi adalah dengan memasukkan kesenian Banyuwangi ke dalam ekstrakurikuler wajib yang harus diikuti oleh semua siswa mulai dari jenjang SD hingga SMA. Di antara kesenian yang dipelajari oleh para siswa tersebut adalah tari Jejer gandrung yang merupakan sempalan dari tari gandrung Banyuwangi.
Sebenarnya sejak tahun 2000 an, tari gandrung telah menarik perhatian seniman dan budayawan Dewan Kesenian Blambangan untuk lebih memperhatikan kesenian tersebut. Mereka menganggap tari gandrung memiliki nilai historis yang tinggi bagi masyarakat Osing, tetapi kesenian tersebut mulai mendapat tekanan secara kultural maupun struktural. Di samping itu, citra penari gandrung dianggap negatif oleh masyarakat luas, terutama dari kaum santri.
Mereka menilai bahwa profesi sebagai penari gandrung adalah profesi yang tidak baik dan cenderung dinilai negatif, sehingga seringkali perempuan yang menjadi penari gandrung mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan dan didiskriminasi oleh masyarakat sekitar.
Pada akhir tahun 2000, tari gandrung mulai dijadikan ikon kota Banyuwangi dan pemerintah setempat membuat patung besar yang dipasang di pusat kota Banyuwangi dan juga di berbagai sudut desa maupun kota.
Tak hanya itu, pemerintah kota Banyuwangi juga memaksimalkan promosi tari gandrung untuk ditampilkan di beberapa daerah di Indonesia seperti Surabaya, bahkan juga di Hongkong dan Amerika Serikat. Hingga saat ini tari gandrung menjadi pusat perhatian wisatawan yang berkunjung ke kota Banyuwangi, dan setiap tahun ratusan wisatawan baik lokal maupun internasional menyambangi kota Banyuwangi karena ingin menyaksikan kemeriahan festival gandrung sewu.
Jika penasaran dengan kesenian tari gandrung yang ditarikan langsung oleh masyarakat Banyuwangi, kamu bisa datang ke festival tahunan yang biasanya digelar sekitar bulan September-Oktober tersebut.