Menurut pandangan arkeolog Uka Tjandrasasmita, penduduk Betawi yang tinggal di wilayah Sunda Kelapa atau Batavia atau Jayakarta atau Jakarta, sudah memiliki senjata tradisional sejak jaman dahulu.
Bahkan, senjata tradisional ini sudah ada sejak jaman Neolithikum, sekitar 300-3500 tahun yang lalu.
Hal ini tak lepas dari temuan-temuan yang ada di alirang sunga-sungai besar seperti Ciliwung, Cisadane, kali Bekasi, Citarum, dan lain-lain.
Nah, sudah pada tahu belum nih, apa saja senjata tradisional Betawi?
Supaya tidak penasaran dengan senjata-senjata tersebut, berikut kami ulas lengkap senjata tradisional yang dimiliki masyarakat Betawi.
Happy reading, guys!
Jenis-jenis Senjata Tradisional Betawi
1. Golok
Golok adalah senjata tradisional asal Betawi yang paling banyak dikenal.
Umumnya, senjata Golok banyak digunakan untuk aksesoris pakaian adat dalam kehidupan sehari-hari kaum pria Betawi.
Golok biasa dibawa terselip di ikat pinggang berwarna hijau, baik digunakan untuk bekerja mencari kayu bakar, memotong hewan, mengupas kelapa, dan sebagainya.
Tak hanya itu, saat sedang bepergian pun, Golok ini juga kerap dibawa ke mana-mana sebagai alat untuk melindungi diri.
Oleh orang Betawi, jenis Golok ini dibedakan menjadi dua macam, berdasarkan fungsinya masing-masing, yakni:
- Golok Gablongan: adalah jenis golok yang digunakan untuk keperluan bekerja.
- Golok Sorenan: adalah jenis golok yang difungsikan sebagai golok simpenan, yang hanya digunakan saat mau memotong hewan ataupun perlindungan diri.
Sementara, kalau menurut bentuknya, Golok Betawi juga dibedakan menjadi beberapa macam, yakni Golok Betok, Golok Ujung Turun dan Golok Gobang.
a. Golok Betok
Golok Betok adalah golok asli pusaka masyarakat Betawi.
Sebagai senjata pusaka, kemunculan Golok Betok ini berada di fase awal dalam sejarah nusantara.
Bahkan, golok ini sudah terkonsep sejak jaman sebelum Golok Kujang Jawa Barat ditemukan.
Tapi, karena Kerajaan Pajajaran meminta kepada Sang Empu supaya dibuatkan Golok Kujang terlebih dahulu, pembuatan Golok Betok pun jadi tertunda.
b. Golok Ujung Turun
Golok Ujung Turun adalah golok yang memiliki bentuk ujung yang lancip, terdapat wafak atau ukiran di bagian bilahnya, serta memiliki ukiran binatang pada gagangnya.
Gambar binatang yang di wafak tersebut menyimbolkan keyakinan masyarakat Betawi akan binatang-binatang yang dianggap keramat.
Umumnya, ukiran binatang pada bilah golok tersebut adalah binatang Macan, seperti yang terukir pada Golok Mat Item.
Untuk bagian gagangnya, biasanya dibuat memakai bahan tanduk dengan tujuan supaya beban senjata ini menjadi lebih ringan.
Jenis Golok Ujung Turun ini sering dibawa dalam posisi terselip di sarung jawara Betawi.
c. Golok Gobang
Golok Gobang adalah golok yang berukuran pendek, punya bentuk ujung yang rata dan melengkung di bagian punggungnya, murni sebagai senjata bacok.
Golok ini dibuat menggunakan bahan dari tembaga, gagang dari kayu Rengas, dan tidak mempunyai ukiran.
Gagang model seperti ini, disebut oleh orang Betawi sebagai gagang jantuk.
Bilah pada Golok Gobang ini tampak polos-polos saja, tanpa wafak ataupun pamor yang umumnya dipakai pada golok para jawara.
Selain itu, Golok ini umumnya dibuat dengan diameter 6 cm, dengan panjang tak lebih dari 30 cm, dan terlihat lebih lebar dibandingkan dengan golok lainnya.
Kalau di Jawa Barat, golok semacam ini disebut dengan nama Golok Candung.
2. Keris
Masyarakat Betawi juga memiliki senjata tradisional Keris sebagai salah satu kekayaan budayanya.
Keris Betawi mempunyai bentuk yang tak jauh berbeda dengan keris-keris yang ada di Jawa.
Sehingga, banyak di antara budayawan yang berpendapat kalau Keris Betawi merupakan warisan budaya Cirebon dan budaya Sunda.
3. Belati
Dalam budaya Betawi, tidak terlalu banyak dikenal senjata model tikam, sebab adat istiadat dan karakter orang-orang setempat pada dasarnya memang tidak suka perkelahian yang berlebih-lebihan.
Walaupun begitu, masyarakat Betawi masih tetap mengenal senjata Belati untuk salah satu alat perlindungan dirinya.
Bentuk dari Belati Betawi mirip dengan bentuk Golok, tapi ukurannya lebih kecil.
Selain itu, bilah pada Belati ini berukuran lebih tebal, dengan model ujung yang lancip serta melengkung.
4. Badik Cangkingan
Badik Cangkingan merupakan senjata tradisional asal Betawi yang pada jaman dulu banyak dibawa bepergian oleh anak muda Betawi.
Kebiasaan seperti ini adalah untuk kepentingan perlindungan diri saja, saat hendak berpergian jauh dari rumah.
Senjata yang bentuk fisiknya berukuran kecil ini, sekilas mirip dengan bentuk Rencong dari Aceh ataupun Badik dari Sulawesi.
Karena kerap dibawa saat pergi dengan cara dicangking, senjata khas Betawi ini kemudian disebut dengan istilah Badik Cangkingan.
Tapi, ada juga yang membawa Badik Cangkingan ini dengan cara diselipkan pada sarung atau celana biasa.
Untuk di jaman sekarang, senjata tradisional Betawi ini sudah banyak ditinggalkan dan kebanyakan hanya dipakai untuk pelengkap busana pengantin pria dalam upacara pernikahan adat Betawi.
Badik Cangkingan mempunyai gagang yang dibuat dari bahan gading atau kayu yang keras, cincin yang terbuat dari bahan emas, perak, atau perunggu.
Sementara, untuk bagian rangka dan sarung dibuat menggunakan bahan kayu yang keras dan dihias ukiran indah, dan untuk bagian bilahnya dibuat dari campuran baja dan besi.
5. Trisula Betawi
Pengatuh kebudayaan Hindu pada masa lalu, telah banyak meinggalkan benda-bedan bersejarah di Pulau Jawa, salah satunya di daerah Jakarta yag dihuni oleh masyarakat Betawi.
Salah satu peninggalan kebudayaan Hindu tersebut adalah senjata Trisula yang merupakan senjata khas adat Betawi.
Trisula tersebut tidak jauh berbeda dengan Trisula yang berasal dari Palembang.
Hanya saja, Trisula Betawi ini memiliki bilah di bagian tengah yang cenderung berukuran lebih panjang, serta dua bilah di samping kanan dan kirinya berbentuk melengkung di kedua ujungnya.
6. Toya Betawi
Di jaman dulu, daerah Betawi terkenal memiliki banyak jawara serta perguruan silat.
Makanya, tidak heran juga jika senjata semacam Toya ini juga menjadi senjata tradisional bagi masyarakat Betawi.
Umumnya, senjata Toya Betawi seperti ini banyak digunakan oleh murid-murid perguruan silat sebagai alat untuk latihan.
Sedangkan jika digunakan untuk alat perlindungan diri, umumnya Toya Betawi dilengkapi dengan gerigi-gerigi kasar di ujung- ujungnya, yang bisa memberi efek lebih besar jika dipukulkan kepada tubuh lawan.
Senjata ini dibuat menggunakan bahan utama bambu atau kayu yang keras.
Jika dipakai untuk mempertahankan diri, Toya ini digunakan dengan cara menangkis serangan lawan.
Atau jika untuk melakukan serangan, Toya ini dipakai dengan cara disodok, digebuk atau dipukul kepada lawan.
Uumnya, Toya Betawi memiliki ukuran panjang yang tidak mencapai 2 meter atau bisa disesuaikan juga dengan tinggi badan pemakainya dan usianya.
7. Pisau Raut
Selanjutnya, masyarakat Betawi juga memiliki senjata tradisonal lagi yang dinamakan Pisau Raut Betawi, yang sekilas bentuknya mirip dengan Badik.
Umumnya, pisau yang juga dikenal dengan nama Badi-badi ini, hanya dimiliki oleh rakyat biasa yang biasa disebut dengan istilah sang Hulun.
Uniknya, senjati ini bukan masuk dalam barisan senjata untuk peperangan atau perlindungan diri, tapi hanya dipakai untuk keperluan sarana budaya saja.
Jika di jaman sekarang, Piasu Raut ini menjadi suatu bagian aksesoris untuk pakaian pengantin a la adat Betawi.
Umumnya, senjata ini ditaruh dengan cara diselipkan di ikat pinggang tepat di depan perut, serta ditambahkan rangkaian bunga melati sebagai hiasan.
8. Cunrik Betawi
Bukan hanya kaum pria saja, di jaman dahulu para perempuan Betawi tak ketinggalan juga suka membawa senjata perlindungan diri saat bepergian.
Yang membuatnya berbeda adalah senjata tradisional Betawi yang kerap dibawa kaum perempuan ini memiliki bentuk yang tidak umum.
Senjata ini justru memiliki bentuk yang mirip dengan aksesoris tusuk konde, namun cukup mematikan bila ditusuk kepada tubuh lawan.
Nah, senjata tradisional Betawi semacam ini dinamakan Cunrik.
Senjata ini dibuat dari bahan besi kuningan, dengan panjang yang tak kurang dari 10 cm.
Umumnya, senjata Cunrik Betawi ini baru akan digunakan oleh para resi perempuan saat ingin membela diri, tapi tidak ingin memperlihatkan kekerasan.
Resi perempuan terkenal yang suka memakai Cunrik ini salah satunya adalah Buyut Nyai Dawit, yang merupakan pengarang Kitab Sanghyang Shikshakanda Ng Karesiyan pada tahun 1518 Masehi.
Setelah wafat, beliau dimakamkan di Pager Resi Cibinong.
9. Beliung Gigi Gledek
Senjata Beliung adalah senjata tradisional Betawi yang bentuknya mirip seperti kapak, dengan mata yang menyilang ke arah gagang.
Adapun mata kapak ini dibuat dari jenis batuan yang asalnya dari jaman Neolithikum atau sekitar 300-4000 tahun yang lalu.
Beliung Gigi Gledek ditemukan pertama kali di sekitar Condet, lewat sebuah proses penggalian yang dilangsungkan pada tahun 1970-an.
Hal ini semakin kuat dengan fakta arkeologis yang menyebutkan bahwa daerah Condet sudah sejak lama telah dihuni orang, sejak sekitar 3500 tahun yang lalu.
Tokoh-tokoh asli Betawi yang pernah menggunakan senjata ini di antaranya adalah Batara Katong atau Wak Item, serta Salihun yang merupakan pimpinan kelompok Si Pitung.
Dulunya, selain alat untuk perlindungan diri, Beliung Gigi Gledek ini juga dipakai sebagai alat perkakas untuk memotong kayu.
Tak hanya itu, senjata Beliung ini juga dimanfaatkan untuk menjalankan aksi perampokan ataupun untuk mambantu pelarian dengan cara memanjat pagar tembok.
10. Rotan
Senjata tradisional Rotan mempunyai bentuk yang hampir sama dengan Toya Betawi.
Hanya saja, senjata Toya ini lebih banyak dipakai untuk permainan Seni Ketangkasan Ujungan sebagai alat pemukul.
Banyak dugaan muncul jika dari seni Ujungan inilah awal mula berkembanganya aliran beladiri.
Rata-rata, Rotan ini memiliki panjang hingga 70-100 meter saja, di mana kedua ujungnya bisa disisipkan barang-barang tajam seperti pecahan logam atau paku.
Hal ini bertujuan untuk bisa melukai tubuh lawan, di mana sasarannya dibatasi dari hanya sebatas pinggang ke bawah, terutama bagian tulang kering dan mata kaki.
Senjata yang mulai berkembang seiring digelarnya pertunjukan Seni Ketangkasan Ujungan ini, kemudian mengalami beberapa perubahan.
Misalanya dalam hal ukuran, yang hanya sepanjang 70-80 cm saja, serta tidak lagi memakai paku dan pecahan logam di ujungnya saat melangsungkan pertandingan yang bersifat hiburan.
Paku dan pecahan logam ini hanya dipasang kembali ketika senjata Rotan dipakai lagi untuk berperang melawan musuh.
11. Kerakel
Kerakel adalah senjata tradisional asal Betawi, yang sebetulnya adalah akronim dari istilah Kerak Keling.
Awal mula munculnya senjata Kerakel ini adalah ketika terjadi perkembangan untuk senjata Rotan Ujungan.
Hal yang membedakan senjata ini dengan Rotan Ujungan adalah, bentuknya lebih pipih dan ukuran yang lebih pendek, hanya sekitar 40-60 cm saja.
Bagi orang-orang Betawi yang menempati Rawa Belong, lebih mengenal senjata ini dengan nama Blangkas.
Senjata Kerakel dibuat dari olahan baja hitam yang dinamakan kerak keling, yang kemudian dibakar dan dicor menjadi batang pemukul yang bentuknya pipih.
Umumnya, setiap ujung dari senjata pemukul ini berbentuk tajam, yang digunakan sebagai alat penusuk.
Pada jaman dahulu, para jawara Betawi biasa memakaianya dengan lapisan kain, agar genggamannya tidak terasa licin.
Sementara, untuk bagian gagangnya sendiri, dibuat dari bahan ringan seperti timah.
Sekilas bentuk Kerakel ini tak jauh beda dengan bentuk kikir, yang merupakan alat perkakas yang dipakai untuk mengerut besi.
Tapi, di akhir abad ke-17 Masehi, banyak orang Cina yang memodifikasi Kerakel ini menjadi sebuah bilah yang bermata dua, yang disebut Ji-Sau, yakni kata “Ji” yang artinya dua, sementara kata “Sau” berarti bilah.
Seiring perkembangan waktu, kata Ji-sau ini lama-lama dikecapkan jadi Pi-sau oleh lidah masyarakat Betawi, sekalipun Pi-sau berarti bermata satu.
12. Siku-siku
Senjata Siku-siku merupakan senjata tradisional Betawi yang dibuat dengan susunan dua besi, yang posisinya saling menyiku atau menyilang.
Karena itu, jenis senjata ini biasa dipakai secara berpasangan, dengan ujung yang tajam langsung mengarah kepada lawan.
Selain mempunyai bentuk yang saling menyiku, senjata ini juga tak jauh beda dengan senjata belati.
Hanya saja, yang membedakan kedua senjata ini terletak pada bentuk batang serta sisi-sisinya.
Jika belati dibuat dengan batang yang pipih dan kedua sisinya tajam, berbeda dengan Siku-siku yang batangnya dibuat bulat serta memiliki ujung yang runcing.
Menurut pendapat orang-orang Betawi yang mengerti sejarah, Siku-siku sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat Betawi, bahkan jauh sebelum Golok ditemukan dan dipakai sebagai senjata tradisional.
Konon, di jaman dahulu, Siku-siku ini cuma dipunyai oleh para jawara, karena senjata jenis ini termasuk sangat berbahaya dan bisa dipakai menusuk seseorang.
13. Punta
Punta merupakan jenis senjata tradisional Betawi yang dibuat dengan panjang antara 15-20 cm.
Sebagai senjata jenis tusuk, Punta merupakan senjata pusaka yang juga difungsikan sebagai lambang perbedaaan strata sosial, sebab senjata jenis ini tidak pernah dipakai untuk keperluan pertarungan.
Jika di wilayah Jawa Barat, senjata ini lebih dikenal dengan nama Kujang.
Hanya saja, untuk bentuk dan motif, senjata Kujang memiliki jenis yang lebih bervariasi.
Nah, itulah tadi ulasan lengkap mengenai senjata tradisional Betawi yang ternyata banyak menyimpan fakta sejarah.
Jika kamu ada pertanyaan seputar senjata khas asal Betawi ini, silakan menuliskannya di kolom komentar di bawah.
Supaya teman-temanmu juga tahu dengan artikel yang asyik ini, jangan lupa untuk like dan share juga, ya.