Naggroe Aceh Darussalam (NAD) termasuk provinsi yang memiliki banyak senjata tradisional sendiri, diantaranya ada rencong, siwaih, peudeung, kliwang, dan lain-lain.
Berbagai senjata tradisional tersebut saat ini tidak lagi memegang fungsi sebagai alat perang, melainkan bergeser sebagai warisan budaya dan pelengkap pakaian adat.
Beberapa juga digunakan sebagai properti bela diri seperti senjata tumbuk lada di Aceh Tamiang.
Bagaimana gambar dan penjelasannya setiap senjata tradisional Aceh tersebut?
Ulasan lengkapnya ada di bawah ini, ya!
Macam Macam Senjata Tradisional Aceh
1. Rencong
Rencong adalah salah satu sebagai senjata tradisional Aceh paling terkenal , dan membuat provinsi ini juga dijuluki Tanah Rencong.
Menurut sejarah, rencong mulai dipakai pada masa kekuasaan Sultan Mughayatsyah yang berkuasa di Kerajaan Aceh tahun 1514 sampai 1528.
Berdasarkan latar belakang Aceh yang merupakan salah satu daerah berbasis ajaran Islam kental, maka bentuk senjata daerahnya pun banyak dipengaruhi dengan filosofi religius.
Bentuk dan konstruksi rencong dibuat sedemikian rupa membentuk huruf dari ejaan kata Bismillah (Ba, Sin, Mim, Lam, Ha).
Dimulai dari ganggang rencong, bentuknya dibuat memiliki lekukan di ujung dan menebal sebagai representasi huruf hijaiyah Ba (ﺏ).
Kemudian ganggang bagian tengah, yang biasa menjadi daerah genggam dibentuk menyerupai huruf Sin (ﺱ).
Pangkal bilah yang menancap membentuk huruf Mim (م).
Bentuk dasar bilah rencong yang menyerupai belati membentuk huruf Lam (ل).
Dan terakhir, ujung bilahnya yang melengkung dibuat mirip seperti huruf hijaiyah Ha (هـ).
Menurut adat dan kebiasaan di Aceh, arah hadap dalam penggunaan rencong harus mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan.
Pada kondisi bahaya, arah hadap rencong dibawa dengan cara ujung gagangnya menghadap ke bawah.
Hal ini akan membuat sisi tajam bilah berada di atas dan bisa digunakan untuk mempertahankan diri.
Posisi ini juga membuat lafadz Bismillah pada rencong menjadi tidak terbaca.
Artinya pada kondisi terburuk ketika rencong harus menghunus lawan, hal tersebut tidak mengatasnamakan Allah.
Sedangkan pada kondisi normal, sebagai contoh pada pesta pernikahan, rencong harus dibawa dengan posisi ganggang menghadap ke atas dan sisi tajam berada di bawah.
Gaya ini menjadikan lafadz Bismillah terbaca dengan jelas sebagai pengingat bahwa kegiatan harus dimulai dengan bacaan basmallah.
Jenis-jenis rencong terbagi menjadi empat berdasarkan karakteristik gagangnya, dan keterangannya adalah sebagai berikut.
1. Rencong Meupucok
Meupecok adalah jenis rencong yang masuk senjata golongan atas bagi rakyat Aceh.
Hal ini merujuk pada fungsinya yang dahulu hanya diperuntukkan sebagai senjata para sultan, sedangkan sekarang lebih difungsikan untuk mendukung kegiatan adat.
Keunikan senjata tradisional ini terletak pada pangkal bilah di atas gagang yang terdapat pucuk dari bahan emas murni.
Ciri-ciri bentuk gagang rencong berbentuk kecil di bagian ujung dan menggembung pada bagian atas dekat dengan pangkal.
Pada pangkal gagangnya dibubuhi motif tumpal (pucuk rebung bambu) berbahan emas dan permata.
Secara keseluruhan rencong meupucok didominasi oleh warna kuning emas dengan aksen hijau sebagai identitas kerajaan.
Hal ini karena kedua warna itu hanya boleh digunakan oleh ahli waris Kerajaan Aceh sebagai simbolisasi bahwa kerajaan mampu memberikan kehangatan (tercermin dari warna kuning) dan kesejukan (warna hijau) kepada rakyatnya.
Keistimewaan lain dari rencong meupucok ini adalah sarungnya yang terbuat dari gading gajah sebagai penanda kepemilikan sultan, sebab rencong biasa bahan untuk sarung terbuat dari tanduk kerbau atau kayu.
Panjang total dari jenis rencong ini sekitar 30 cm.
2. Rencong Meucugek
Penamaan rencong meucugek berdasarkan pada komposisi senjatanya yang memiliki cugek, yaitu suatu perekat sekaligus penahan pada gagang pegangan.
Gagang ini melengkung ke arah mata rencong hingga 90º atau sekitar 8-10 cm.
Cugek ini memberikan kekuatan pegangan saat rencong digunakan sehingga tidak mudah lepas dari tangan.
Penggunaan rencong meucugek sangat terkenal sebagai alat tikam andalan untuk melawan penjajahan Belanda.
3. Rencong Meukuree
Berbeda dengan jenis rencong lain yang dibedakan berdasar bentuk gagangnya, rencong meukuree dibedakan karena memiliki mata rencong yang unik.
Mata rencong dibubuhi hiasan bermotif akar kayu, bunga dan gambar hewan sehingga menghasilkan senjata tradisional yang indah.
Motif atau guratan yang disebut kuree ini terbentuk secara tidak sengaja selama proses pembuatannya.
Oleh karena itu desain motifnya terbentuk secara alami dan tidak semua rencong memilikinya.
Rencong meukure yang baru biasanya baru memiliki jumlah kuree yang sedikit, dan akan bertambah seiring lamanya penyimpanan rencong.
Masyarakat Aceh percaya kuree memiliki kekuatan magis, sama seperti pamor pada keris jawa.
4. Rencong Pudoi
Pudoi dalam bahasa Indonesia berarti tidak sempurna atau hanya setengah.
Ketidaksempurnaan ini terlihat dari bentuk gagangnya yang lebih pendek dan tidak berleku seperti jenis rencong lain.
Hal ini karena rencong pudoi adalah bentuk modifikasi dari rencong muecegek sebagai bagian tak tik untuk mengelabui Belanda.
Rencong Pudoi zaman itu diselipkan pada bagian pinggang yang tertutup kain sarung sehingga tidak dapat diketahui oleh Belanda.
Bilah rencong pudoi memiliki sisi tajam dan tidak tajam yang dibatasi oleh tebal dan tipisnya tempaan besi.
Sisi tajam pada rencong terdapat pada bagian yang ditempa tipis dan berada di ujung bilah.
Bentuk rencong pudoi dimaknai sebagai filosofi prinsip keseimbangan di Aceh yaitu disimbolkan pada ujung rencong yang menyerupai api, dan ujung gagang yang membentuk tetesan air.
Karena adanya simplifikasi pada ganggang, rencong pudoi tidak dimanfaatkan untuk alat perang seperti jenis lain, melainkan dipakai sebagai pelengkap pakaian adat.
2. Peudeung
Senjata tradisional peudeung aceh berasal dari bentuk dasar sikin panyang (senjata tradisional Sumatera Utara).
Senjata ini merupakan jenis pedang sebagai alat penyerang yang mulai banyak diproduksi di Aceh ketika perang aceh meletus.
Bersumber dari wikipedia, mulanya sikin payang yang diadopsi ke Gayo diberi nama luju naru, baru pada perkembangannya disebut dengan peudeung.
Pada dasarnya peudeung berbentuk pedang lurus bermata pisau hanya di salah satu sisinya saja.
Panjang keseluruhannya sekitar 70-79 cm, dengan 25 cm bagiannya berupa gagang.
Ciri khas dari senjata ini berada pada ujung gagangnya membentuk huruf Y, yang kemudian mengalami modifikasi dan menghasilkan beberapa jenis peudeung.
Berikut ini adalah jenis-jenis peudeung Aceh dan keterangannya.
1. Peudeung Tumpang Jingki
Peudeung Tumpang Jingki memiliki gagang berbentuk mulut yang terbuka dan menahan benda di atasnya.
Bilahnya terbuat dari besi sedangkan gagangnya berasal dari tanduk hewan.
Panjangnya kurang lebih 70 cm dan memiliki bobot senjata yang lebih berat.
2. Peudeung Ulee Meu-Apet
Pembeda pada peudeung Ulee Meu-Apet adalah adanya penahan yang disebut apet.
Apet ini berfungsi sebagai penahan genggaman tangan sehingga tidak mudah lepas.
3. Peudeueng Ulee Tapak Guda
Peudeung ulee tapak guda didesain dengan gagang membentuk telapak kaki kuda.
Gagangnya diambil dari tanduk hewan dengan panjang bilahnya kurang lebih 72 cm.
3. Kliwang
Kliwang adalah bentuk modifikasi dari senjata tradisional Klewang dari Sumatera Selatan.
Hanya saja pada kliwang Aceh, desainnya dibuat lebih ramping.
Klewang ini merupakan perpaduan golok dan pedang yang dibentuk sedemikian rupa.
1. Kliwang tauhaj gejong
Kliwang tauhi gejong mempunyai panjang sekitar satu meter dengan ujung yang menebal dimulai dari pangkalnya.
2. Kliwang lipeuh ujong
Kliwang lipeuh ujong memiliki ukuran yang lebih pendek daripada jenis tauhi gejong, yaitu sekitar 90 cm.
Ketipisan bilahnya merata dari ujung sampai pangkalnya.
Bagian tajam dari kliwang berada di punggung yang dekat ujung.
4. Siwaih
Siwaih atau siwah adalah salah satu jenis senjata tradisional Aceh yang memiliki model menyerupai rencong.
Siwaih berukuran lebih panjang dan lebih besar apabila dibandingkan dengan rencong.
Peruntukannya adalah untuk para raja, sultan dan ulebalang yang dicirikan dari ornamen hias pada gagang dan sarungnya yang berbahan emas dan permata.
Sama seperti rencong meupecok yang diperuntukan untuk sultan, siwaih ini juga memiliki sarung senjata yang terbuat dari gading gajah, suasa, perak ataupun kayu pilihan dengan kualitas paling bagus.
5. Amanremu
Amanremu merupakan senjata tradisional bertipe pedang yang digunakan oleh masyarakat Gayo, Aceh Tengah.
Panjang bilahnya sekitar 75 cm dengan karakteristik pangkalnya lebih kecil daripada bagian ujung.
Uniknya sisi tajam dari amanremu hanya berada di bagian mata pedang (bagian tengah bilah).
Gagangnya berlekuk kecil dengan membentuk bulatan di bagian ujung.
Sedangkan sarung pedangnya dibuat dari kayu mengikuti pola bilah.
Senjata tradisional ini berfungsi untuk mendukung kegiatan berburu.
6. Aruk-aruk
Masih berasal dari daerah yang sama dengan mmanremu, aruk-aruk juga merupakan senjata tradisional suku Gayo.
Aruk-aruk biasanya digunakan sebagai alat dukung berburu hewan di hutan.
Aruk-aruk ini merupakan jenis tombak dengan panjang gagangnya sekitar dua meter.
Keunikannya terletak pada mata tombaknya yang dibuat dengan bentuk bulat.
7. Tarah Bajoe
Tarah bajoe adalah salah satu jenis senjata tradisional serupa kelewang yang digunakan khususnya oleh masyarakat Aceh Barat.
Tarah bajoe memiliki panjang sekitar 75 cm dengan bagian tajam berada di mata bilahnya.
Bagian punggung bilah dibuat melengkung seperti cermin cembung.
Gagangnya dibuat dari tanduk hewan (biasanya kerbau) atau juga bisa berbahan kayu keras.
Ornamen hias berupa ukiran ditambahkan pada gagang tarah bajoe untuk memberikan keindahan dan kekhasan pada senjata tradisional ini.
8. Tumbuk Lada
Tumbuk lada adalah senjata tradisional yang berasal dari Aceh Tamiang, sebuah daerah yang langsung berbatasan dengan Langkat, Sumatera Utara.
Tumbuk lada menjadi senjata khas dari suku Tamiang yang berbentuk pisau panjang.
Saat ini senjata tumbuk lada digunakan untuk melengkapi silat Rencah tebang sebagai salah tarian khas dari daerah ini.
Bahkan, logo ulang tahun yang dilansir resmi oleh kabupaten Aceh Tamiang tahun 2019 menampilkan senjata tumbuk lada ini.
Ornamen Hias dan Gambarnya
Ornamen hias digunakan dalam senjata tradisional Aceh baik pada sarung senjatanya ataupun pada bagian gagang.
Beberapa motif yang digunakan merupakan representasi dari corak flora dan bentuk geometris.
Ragam hias arabik juga banyak digunakan mengingat budaya Islam di Aceh sangat kental.
Biasanya, bebrapa motif diukir berulang pada beberapa bagian dengan memberkan pemisah untuk membuat corak lain.
Corak ini membentuk ukiran dengan tekstur nyata walaupun kedalaman ukirnya halus.
Ornamen hias ini memberikan kesan estetik dan elegan pada setiap senjata tradisional khas Aceh.
Nah, demikian penjelasan tentang apa nama dan keunikan dari masing-masing senjata tradisional Aceh.
Dari berbagai foto yang tercantum, terlihat bahwa ragam senjata yang menjadi corak masyarkat Aceh sangat unik dan dipenuhi dengan nilai filosofis.
Semoga berbagai senjata tradisional ini tetap lestari, walaupun fungsi praktisnya telah banyak bergeser pada jaman sekarang ini.
Selain senjata tradisional, jangan lupa juga pelajari tentang tarian tradisional asal Aceh, seperti Tari Seudati, Tari Bungong Jeumpa, Tari Saman dan Tari Ratoh Jaroe.