Pernahkah kalian berkunjung ke Keraton Yogyakarta?
Dan apakah kalian tahu nama-nama rumah yang ada di lingkungan Keraton itu?
Yak, bangunan disana dibangun dengan model rumah Joglo, yang dalam perkembangannya akan mempengaruhi jenis rumah adat Yogyakarta.
Walaupun Jawa Tengah dan Jawa Timur juga memiliki rumah adat bernama rumah Joglo, tetapi terdapat perbedaan lo di antara mereka.
Apa saja perbedaan dan kemiripannya?
Yuk disimak.
Penjelasan Rumah Adat Yogyakarta
Rumah adat dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berbentuk rumah Joglo.
Tidak hanya di Yogyakarta, Joglo sebenarnya juga banyak dikembangkan dan diakui sebagai rumah suku Jawa yang bermukim di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Nama Joglo sendiri merupakan akronim dari tajug loro, sebagai hasil stilasi dari bentuk atap meru (tajug) bertumpuk dua (loro) lapis pada peratapan rumah.
Di kalangan keraton di Yogyakarta rumah Joglo dikenal dengan sebagai Joglo Keraton yang identik dengan bangunan Bangsal Kencono.
Bangunan ini kemudian mempengaruhi perkembangan perumahan di Yogyakarta, karena masyarakatnya masih memegang teguh konsentris kehidupan keraton.
Rumah Joglo Yogyakarta baik di kalangan keraton maupun rakyat, memiliki aksen bangunan tradisional Jawa dengan ciri atap berbentuk bubungan tinggi seperti gunungan yang namanya atap meru bertumpuk tiga.
Uniknya, walaupun tidak bertipologi rumah panggung, rumah joglo ini sudah dikembangkan dengan konsep anti gempa, mengacu pada geografis Yogyakarta yang berada di lempengan rawan gempa.
Filosofi dan Makna Arsitektur
Suku Jawa umumnya memaknai rumah sebagai hunian yang berarti sesuatu dengan batasan baik secara vertikal maupun horizontal.
Rumah juga merupakan pusat interaksi dengan sesama, sehingga bangunan rumah didesain sedemikian rupa untuk menciptakan kenyamanan dan kebahagian.
Masyarakat Yogyakarta memegang teguh kepercayaan yang mengarah pada konsep hubungan antara Laut Selatan (sumbu bawah), kota Yogyakarta (sumbu tengah) dan Gunung Merapi (sumbu atas).
Kepercayaan ini kemudian melahirkan aturan tata letak dalam membangun rumah di Yogyakarta.
Bangunan Joglo keraton mempunyai orientasi arah ke utara menghadap Gunung Merapi, yang dipercaya sebagai titik pusat kekuatan alam.
Sedangkan joglo rakyat dibangun dengan arah hadap ke selatan menuju laut Selatan.
Filosofi sumbu ini juga memberi makna keseimbangan.
Implementasinya adalah pemilihan bangun persegi sebagai bentuk dasar rumah Joglo, yang memberikan kesan simetris, kokoh dan seimbang.
Kepercayaan terhadap sumbu atas yang berada di Gunung Merapi menginsipirasi bentuk atap Meru di rumah Joglo, yakni peratapan brunjung yang menjulang tinggi ke atas.
Ciri Khas dan Keunikan
A. Konstruksi Rumah
1. Struktur Atap
Esensi dasar bentuk atap rumah Joglo Yogyakarta adalah bertingkat dari atap brunjung, atap penanggap, dan atap emper.
Atap brunjung menjulang ke atas dengan bentuk lebih kecil dan curam.
Sementara atap di bawahnya (penanggap dan emper) berbentuk trapesium landai dan melebar ke bawah.
Berdasarkan susunannya, atap Joglo dibedakan menjadi Lambang Gantung dan Lambang Sari.
Ciri atap Lambang Gantung pada rumah Joglo adalah terdapat celah antar susunan atap yang bermanfaat sebagai ruang sirkulasi udara.
Sedangkan karakteristik atap Lambang Sari yaitu disusun secara langsung tanpa celah dari atap brunjung sampai atap emper.
Perkembangan susunan dan ukuran masing-masing atap dalam rumah Joglo ini kemudian memunculkan beraneka macam jenis Joglo.
2. Struktur Tiang Utama
Atap rumah Joglo ditopang oleh empat tiang utama yang disebut saka guru sebagai cerminan manunggaling kiblat papat (kekuatan berasal dari empat penjuru mata angin).
Lazimnya saka guru memiliki ukuran yang lebih besar daripada tiang penyokong lainnya.
Saka guru berafiliasi dengan tumpang sari (tumpukan balok berlapis-lapis di atas tiang) membentuk ciri khas yang hanya dimiliki oleh rumah Joglo.
Masing-masing saka guru disambung oleh struktur penghubung yang disebut tumpang dan sunduk.
Sunduk ini merupakan konstruksi penyiku yang berfungsi sebagai stabilisator agar tiang terpancang kuat dan mampu menahan goncangan.
B. Konfigurasi Ruangan
Konfigurasi ruang dalam rumah Joglo Yogyakarta dibedakan menjadi ruang publik (pendopo depan), semi publik (pringgitan), privat (ndalem dan senthong) serta ruang semi privat (dapur, gandhok, dan pekiwan).
Salah satu komposisi unik dalam rumah Joglo adalah adanya pringgitan, yaitu lorong yang menghubungkan pendopo dengan rungan ndalem yang ada di omah njero.
Rumah Joglo juga memiliki tiga buah pintu yang berjajar, pintu tengah sebagai pintu utama bernama kupu tarung diperuntukkan untuk keluarga besar.
Sementara dua pintu di sebelah kanan dan kiri adalah pintu untuk besan, sebagai representasi bahwa tamu adalah bagian yang terhormat, sehingga harus memiliki tempat dan tata krama tersendiri untuk menyambutnya.
C. Desain anti Gempa
Konstruksi penahan gempa pada rumah Joglo terbagi menjadi dua model, yakni penggunaan rong-rongan (umpak-saka guru-tumpangsari) dan pembebanan bangunan sebagai upaya penahan gaya lateral.
Core in frame dari desain anti gempanya terdapat pada kombinasi struktur rong-rongan yang menjadi inti kekuatan dengan struktur rangka ruang (saka samping-blandar-usuk) yang memberikan kekakuan.
Jenis Rumah Adat Yogyakarta
A. Rumah Joglo Keraton
Sejarah
Keraton dalam kosmologi masyarakat Yogyakarta dianggap sebagai episentrum atau pancer.
Kedudukan keraton mempunyai pengaruh besar terhadap unsur kehidupan di sekelilingnya, termasuk dalam perkembangan bentuk rumah hunian.
Tipologi rumah Joglo sudah dikembangkan di Keraton Yogyakarta sejak Sri Sultan Hamengku Buwono I yaitu pada bangunan Ndalem Ageng dengan model Joglo Sinom beratap Lambang Gantung.
Dan pada masa Sultan Hamengku Buwono II di tahun 1792 dimulailah pembangunan Bangsal Kencono, yang diakui sebagai representasi Joglo Keraton dalam sejarah rumah adat Yogyakarta.
Bangsal Kencana merupakan pancer keraton dengan arsitektur paling indah.
Posisinya berada di pelataran Kedathon di pusat kawasan Kearton Yogyakarta.
Secara khusus Bangsal Kecana menjadi tempat pelaksanaan upacara atau ritual adat keraton, sebagai contoh adalah prosesi penobatan Sultan Keraton Yogyakarta.
Macam macam Joglo Keraton
1. Joglo Jompongan
Rumah dengan tipe Joglo Jompongan memiliki dua pengeret (balok melintang yang menghubungkan antar tiang) dengan bentuk rumah cenderung persegi panjang.
Konstruksi bangunannya terdiri dari 16 saka (tiang) dengan atap lengkap (brunjung, penanggep dan emper).
2. Joglo Sinom
Rumah dengan jenis Joglo Semar memiliki atap berlapis tiga dengan bagian ujungnya berbentuk wuwung.
Tiangnya terdiri dari 36 buah dengan 4 diantaranya adalah saka guru.
Bentuk bangunnay adalah persegi dengan panjang sisi yang sama.
Joglo Sinom ini diterapkan pada pembangunan Ndalem Ageng (Keraton Kaswarganan) Yogyakarta.
3. Joglo Pangrawit
Joglo Pangrawit merupakan jenis rumah dengan atap yang memiliki regangan (bertipe Lambang Gantung).
Masing masing regangan antara brunjung-penanggep dan penanggep-emper (penith) ditopang oleh saka benthung.
Tiangnya berjumlah 36, membentuk komposisi rumah berbentuk persegi panjang.
Rumah jenis ini digunakan pada Bangsal Pengrawit di dalam komplek keraton.
4. Joglo Mangkurat
Joglo Mangkurat memiliki desain mirip dengan Joglo Pangrawit.
Bedanya, bangunannya memiliki ukuran yang lebih besar dan tinggi dan masing-masing regangan atap tidak dipancang dengan saka benthung.
Regangan antara atap brunjung dan emper pada Joglo Mangkurat dihubungkan dengan balok lambangsari.
Tiang penopangnya berjumlah 44 dan bangunannya berbentuk persegi panjang.
Joglo jenis ini dipakai pada Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta.
5. Joglo Trajumas
Rumah Joglo Trajumas memiliki pengeret berjumlah tiga buah.
Atapnya tersusun dari atap brunjung yang tinggi diikuti atap penanggap dan emper yang disusun tanpa sekat.
Pola penggunaannya dapat dilihat pada Bangsal Trajumas Keraton Yogyakarta.
6. Joglo Semar Tinandu
Joglo Semar Tinandu banyak dipakai sebagai konstruksi regol atau pintu gerbang utama, seperti yang terlihat pada regol Masjid Gedhe Yogyakarta ataupun regol di kawasan keraton, salah satunya regol Danapratapa.
Karakteristiknya adalah memiliki 2 pengeret yang ditopang oleh 2 saka guru.
Beberapa modifikasi dari Joglo Semar Tinandu berupa penggantian saka guru menjadi beteng (pagar tembok).
Komposisi Ruang dan Keterangannya
Kawasan Keraton Yogyakarta terbagi menjadi bagian depan, inti dan belakang dengan komposisi ruangan yang berbeda sesuai dengan kepentingannya.
Secara umum, tipologi bangunan di Joglo Keraton dibedakan menjadi dua, yaitu bangsal (struktur bangunan pendopo tanpa dinding) dan gedhong (struktur bangunan yang dilengkapi dinding).
Komposisi ruangannya terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu pendopo, pringgitan dan ndalem yang kemudian dilengkapi dengan ruang pendukung lainnya.
1. Rancang Bangun Pendopo
Pintu gerbang berada di susunan paling depan rumah Joglo Keraton dan dikenal dengan nama regol.
Ada rumah yang memiliki satu regol (diletakkan di ujung kanan) dan ada yang memiliki dua (berimbang di kiri dan kanan).
Sumur juga biasa berada di sayap depan bagian kanan, sebelah dalam regol.
Pendopo di rumah Joglo Keraton tidak hanya berfungsi untuk menerima tamu, tetapi sering juga dipakai sebagai panggung pagelaran kesenian.
2. Rancang Bangun Pringgitan
Pringgitan adalah penghubung antara bagian pendopo dengan bagian ndalem rumah.
Pada konstruksi Joglo Keraton, antara pendopo dengan pringgitan terdapat ruang sela kecil yang disebut longkangan sebagai jalan masuk kendaraan pemilik rumah.
Beberapa rumah dilengkapi dengan kuncung di areal depan pendopo sebagai garasi kendaraan.
3. Rancang Bangun Ndalem
Bagian ndalem atau juga dikenal dengan omah njero adalah bagian utama dari susunan rumah Joglo.
Ruangan ndalem terdiri dari senthong (kamar) kiri dan kanan yang memiliki fungsi sebagai ruang tidur, serta senthong tengah untuk penyimpanan benda pusaka sekaligus tempat peribadatan.
Di sekeliling ndalem dibangun ruangan tambahan berbentuk leter U yang diberi nama gandhok.
Gandhok difungsikan sebagai ruang tidur anak perempuan (gandhok kiri) dan anak laki-laki (gandhok kanan) serta kamar tamu untuk kerabat yang menginap.
Sementara sayap belakang yang menyatu dengan gandhok merupakan bangunan pawon (dapur).
Bagian rumah ndalem dan gandhok dihubungkan dengan pintu kecil yang disebut seketheng.
4. Rancang Bangun Pawon
Dapur atau di Jawa dikenal dengan nama pawon adalah ruang tambahan yang susunan paling belakang dalam rumah Joglo.
Pawon bagi masyarakat Jawa tidak hanya berfungsi untuk memasak, tetapi merupakan manifestasi dari hasil kerja keras yang diwujudkan dalam bentuk hidangan makanan.
Bangunan pawon terhubung dengan pekiwan atau struktur bangunan yang digunakan sebagai kamar mandi dan toilet.
Filosofi, Keunikan dan Ciri Khas
Bangsal Kencana menggunakan tipologi rumah Joglo jenis Sinom-Mangkurat.
Perpaduan ini menghasilkan bentuk atap yang unik, karena menggabungkan dua jenis atap sekaligus, yakni Lambang Gantung (menghubungkan atap Brunjung dengan atap Penanggap) serta Lambang Sari (pertemuan antara atap Penanggap dan atap Emper).
Keunikan lainnya tercermin dari uleng berjumlah 6 (kebanyakan 2) sebagai wujud kewibawaan keraton Yogyakarta.
Ornamen yang berada di dalam Bangsal Kencana memiliki nuansa hijau dan putih sebagai bentuk sense of belongings terhadap semesta yang menjadi sumber kehidupan manusia.
Selain itu, motif yang digunakan merupakan perpaduan budaya Jawa, Tiongkok, Portugis dan Belanda.
B. Rumah Joglo Rakyat
Asal usul
Awal perkembangannya, rumah Joglo hanya digunakan di lingkungan keraton dan para bangsawan, karena rumah hunian dianggap sebagai visualisasi strata sosial pemiliknya.
Terlepas dari itu, pembangunan rumah Joglo membutuhkan biaya yang besar sehingga tidak semua kalangan dapat melakukannya.
Rakyat di luar keraton Yogyakarta mulanya hanya menggunakan model rumah kampung.
Berdasarkan pakem hidup masyarakat yang masih menganut konsentris keraton, bentuk atap meru berlapis (Joglo) kemudian mulai berpengaruh ke kalangan rakyat biasa.
Keluarnya bentuk Joglo ke rakyat ini sudah mengalami beberapa modifikasi dan penyederhanaan.
Tujuannya adalah untuk mengurangi biaya pembuatan dan perawatan rumah Joglo yang mahal.
Macam macam Rumah Joglo Rakyat
Rumah Joglo yang berkembang banyak sekali mengalami modifikasi, utamanya adalah variasi pada bentuk atap.
Berikut ini adalah berbagai jenis rumah Joglo beserta gambar dan keterangannya:
1. Joglo Lawakan
Rumah dengan desain Joglo Lawakan umumnya mempunyai usuk (kerangka penopang atap) menyerupai bentuk payung karena susunanya semakin melebar ke bawah.
Tiang penyokongnya berjumlah 16 dengan empat tiang di tengah berperan sebagai saka guru.
Memiliki empat sisi atap yang bersusun tiga (brunjung, penanggap dan emper) dan bentuk rumah persegi panjang.
2. Joglo Ceblokan
Rumah bergaya Joglo Ceblokan memiliki konstruksi tiang yang disebut saka pendhem karena tiangnya terpendam (menancap) ke dalam lantai.
Hal ini berbeda dengan bentuk Joglo lain yang menggunakan umpak (bantalan tiang).
Beberapa rumah tipe Ceblokan tidak menggunakan sunduk.
3. Joglo Apitan
Atap brunjung pada Joglo Apitan menjulang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah Joglo jenis lain.
Hal ini disebabkan ukuran pengeret yang lebih pendek, sehingga dari luar struktur rumahnya menjadi kecil dan ramping.
Susunan atapnya merenggang di pertemuan atap brunjung dengan penanggap.
Rumahnya ditopang oleh 16 tiang dengan bentuk dasar bangunannya adalah persegi panjang.
4. Joglo Wantah Apitan
Rumah Joglo Wantah Apitan memiliki bentuk menyerupai Joglo Apitan.
Hanya saja jenis rumah ini memiliki jumlah tumpang, singup dan takir sebanyak lima buah.
Atapnya bersusun tiga dengan model atap brunjung tinggi dan tidak memiliki regangan antar penghubung atap.
Bagian Rumah dan Penjelasannya
Konfigurasi ruang pada rumah Joglo rakyat lebih sederhana dibandingkan dengan rumah Joglo Keraton.
Komposisinya secara umum sama memiliki pendopo, pringgitan dan omah njero (ndalem).
Namun terdapat struktur yang disederhanakan dalam susunan ruangan rumah Joglo rakyat, yakni tidak adanya jalan masuk longkangan diantara pendopo dan pringgitan, serta tidak ada pula bangunan gandhok di sayap kiri dan kanan rumah.
Perbedaan lainnya terdapat pada fungsi senthong.
Pada Joglo rakyat, senthong kiwa digunakan sebagai tempat untuk menyimpan benda pusaka ataupun senjata.
Senthong tengah difungsikan untuk gudang penyimpanan benih tanaman yang akan ditanam, serta beberapa juga difungsikan sebagai ruang ibadah.
Sementara senthong tengen lebih difungsikan sebagai kamar yang digunakan untuk tidur.
Susunan pawon dan pekiwan tetap berada paling belakang, karena merupakan bagian kotor dan buang hajat.
Ornamen Hias
Ragam hias dipakai pada rumah Joglo Yogyakarta terinspirasi dari tiga komposisi, yaitu flora (tumbuhan), fauna (hewan) dan bentuk dari alam.
Ornamen ini biasanya berupa ukiran yang dipahatkan pada kayu sebagai material utama penyusun rumah Joglo.
Penempatan masing-masing ukirannya bervariasi, detail penjelasannya adalah sebagai berikut.
A. Motif Flora (Tumbuhan)
1. Corak Lung-lungan
Lung dalam bahasa Indonesia berarti sulur tanaman, coraknya biasa dijadikan ornamen ukir pada daun pintu maupun jendela.
2. Motif Soton
Soton adalah motif ukir yang menggabungkan komposisi daun dan bunga, serta memanfaatkan bentuk geometris untuk mempermanis.
Corak ini biasa dipakai pada blandar, sunduk, tumpang, ataupun pengeret.
3. Motif Wajikan
Wajik adalah salah satu makanan tradisional Jawa yang biasanya disajikan dalam potongan belah ketupat.
Bentuk ini menjadi inspirasi penciptaan motif wajikan, yang dilengkapi dengan daun dan bunga sebagai pusat perhatian.
Motif ini biasa digunakan pada bagian tengah tiang atau sudut pertemuan balok kayu.
4. Motif Nanasan
Motif ini mengambil bentuk buah nanas sebagai bentukan utamanya.
Beberapa kalangan menyebutnya juga omah tawon karena bentuknya menyerupai rumah tawon yang tergantung.
Corak nanasan biasa digunakan pada dada peksi maupun kunci blandar.
5. Motif Tlacapan
Tlacap adalah motif segitiga yang berjajar dengan penambahan lung-lungan.
Penempatan corak tlacapan adalah di ujung ataupun pangkal balok-balok kerangka.
6. Motif Patron
Patron mengambil kata dari patra yang memiliki arti daun.
Susunan motifnya ditempatkan untuk menghiasi blandar, dan balok kerangka atap lainnya.
7. Motif Padma
Padma adalah bunga Teratai yang merupakan salah satu bunga yang disucikan bagi penganut kepercayaan Budha.
Motif ini banyak disisipkan pada umpak (bantalan tiang).
B. Motif Fauna (Hewan)
1. Motif Kemamang
Filosofi kemamang adalah menelan segala sesuatu, yang berarti diharapkan corak ini dapat menjadi penolak hawa jahat yang akan masuk.
Oleh karenanya motif kemamang ditempatkan di regol (pintu masuk).
2. Motif Garuda Peksi
Garuda peksi dipercaya sebagai suatu lambang penumpas kejahatan.
Penggunaan corak ini adalah di regol dan bubungan atap.
C. Motif Alam
1. Motif Gunungan
Gunungan memegang filosofi tertinggi dalam masyarakat jawa, oleh karenanya bentuk ini diambil sebagai salah satu corak ukir.
Motif ini biasa dipakai sebagi ornamen hias di bubungan rumah.
2. Motif Praba
Corak ini memberikan ilustrasi tentang sinar sehingga penempatannya berada di tiang bagian bawah pada bangunan utama.
3. Motif Mega Mendhung
Mega Mendhung adalah awan berwarna putih dan hitam sebagai cerminan sifat baik dan buruk.
Corak ini menjadi ukiran pada jendela maupun pintu.
Jadi demikian detail penjelasan mengenai salah satu warisan tangible berupa rumah adat Yogyakarta.
Walaupun rumah-rumah tradisional sudah banyak tergerus dengan bangunan modern, melalui pemahaman yang baik ini semoga eksistensinya tetap terjaga, ya.
So, di masa depan kita semua masih bisa menikmati keindahan rumah-rumah adat ini secara langsung tidak hanya sekedar foto.