Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi di Pulau Sumatera dengan ibukota yang terletak di Kota Palembang.
Provinsi yang dulu terkenal sebagai pusat wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya ini memiliki berbagai daya tarik.
Namun ada satu hal yang tidak boleh terlewat untuk diketahui dari provinsi yang bersebelahan dengan Kepulauan Bangka Belitung ini, yaitu rumah adatnya.
Pengertian Rumah Adat Sumatera Selatan dan Penjelasannya
Secara umum, terdapat dua etnik yang berada di Sumatera Selatan.
Pertama, yaitu kelompok etnik Uluan yang bertempat tinggal di hulu Batanghari Sembilan.
Kedua, yaitu kelompok etnik Iliran yang menempati bagian hilir Batanghari Sembilan, yang sekarang dikenal dengan Palembang.
Kedua etnik ini terdiri dari berbagai macam suku dan tiap mereka memiliki keunikan masing-masing, termasuk dalam hal corak rumah tradisional.
Dua arsitektur utama di Provinsi Sumatera Selatan adalah Rumah Uluan dan Rumah Iliran.
1. Rumah Uluan
Rumah-rumah adat yang termasuk rumah Uluan memiliki ciri khas tersendiri dan biasanya terletak di dataran tinggi Sumatera Selatan.
Secara umum, rumah-rumah uluran memiliki persamaan dalam hal bentuk bangunan yang berupa rumah panggung dan ditopang dengan tiang-tiang yang tinggi.
Namun, masing-masing Rumah Uluan juga memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya, seperti dalam hal susunan ruang, susunan tiang, bentuk atap, serta tangga.
Rumah Uluan ini dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
· Besemah
Rumah adat jenis ini dapat ditemukan di Kota Pagar Alam, Kabupaten Lahat, dan daerah sekitarnya.
Pada umumnya rumah ini adalah rumah panggung yang berbentuk persegi, memiliki ketinggian 1,5 meter dari permukaan tanah, terdapat atap piabung, dan tiangnya (tiang duduk) diletakkan di atas batu.
Rumah Besemah ini juga dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu: Rumah Tatahan, Rumah Kilapan, Rumah Padu Kingking atau Padu Kingking, serta Rumah Padu Ampagh.
· Semende
Rumah ini merupakan rumah adat Suku Semende, yang mempunyai bentuk bangunan hasil transformasi Rumah Besemah.
Ruman adat yang masih dapat ditemui di Kabupaten Muara Enim ini memiliki ciri khas berupa sekat-sekat yang terletak di ruang induk dan lebih banyak terdapat jendela.
Rumah ini juga disebut dengan Rumah Tunggu Tabang karena pemindahtanganan rumah ini hanya dapat dilakukan dengan proses Tunggu Tabang yang sesuai dengan sistem matrilineal.
· Ogan
Rumah adat yang merupakan hasil transformasi Rumah Besemah ini merupakan rumah tradisional dari Suku Ogan yang tinggal di tepian Sungai Ogan.
Rumah adat yang banyak ditemui di Ogan Komering Ulu ini memiliki ciri khas berupa penambahan tritisan yang ditopang oleh tiang-tiang, atap yang tidak melengkung, dan memiliki ketinggian lantai antar-ruangan yang sama.
· Kemering
Rumah adat jenis ini terdapat dua macam.
Pertama, yaitu Rumah Ulu Komering yang merupakan rumah tradisional Suku Komering.
Ciri khusus rumah ini adalah memiliki atap pelana tanpa patahan, terdapat persilangan listplank pada kedua ujung atap, dan memiliki tiang yang ditanam ke tanah.
Kedua, yaitu Rumah Lamban Tuha atau Lambanan Tuha yang merupakan rumah adat Suku Ranau.
Keunikan rumah ini adalah berbentuk rumah panggung dengan atap tinggi yang berjenis pelana kuda dan berkemiringan 45 derajat.
Selain itu, rumah ini juga memiliki ciri lain berupa lantai papan yang memanjang, memiliki sistem pondasi kalindang dan ari, serta memiliki tujuh ruangan berbeda.
2. Rumah Iliran
Rumah-rumah adat yang masuk kategori rumah Iliran dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu rumah Limas dan Rumah Rakit.
Rumah Limas merupakan rumah panggung yang dibangun di darat, dan biasanya diperuntukkan bagi para bangsawan.
Sedangkan rumah Rakit merupakan rumah yang dibangun di atas permukaan sungai, dapat berpindah-pindah, serta biasanya ditinggali oleh masyarakat biasa.
Rumah Ilirian dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu Rumah Rakit, Rumah Limas, dan Rumah Gudang.
Rumah Rakit identik dengan bangunannya yang berada di atas permukaan sungai. Rumah Limas banyak ditemui di Kota Palembang dan biasanya diperuntukkan bagi para bangsawan.
Sedangkan Rumah Gudang merupakan rumah ada yang paling banyak dapat ditemui di Sumatera Selatan karena banyak menjadi pilihan tipe tempat tinggal oleh masyarakat biasa.
Fungsi bagian bawah rumah ini juga mengalami perubahan, dari yang digunakan sebagai gudang dan kandang ternak, menjadi ruangan tempat tinggal.
Jenis-Jenis Rumah Adat Sumatera Selatan
Apa saja contoh rumah adat di daerah Sumatera Selatan?
Lebih lengkapnya, berikut macam-macam rumah adat di Provinsi Sumatera Selatan beserta deskripsi, foto, gambar ilustrasi, dan penjelasannya.
1. Rumah Limas
Nama limas sendiri berasal dari dua kata, yaitu lima dan emas.
Rumah Limas ini mempunyai ciri khas berupa atap yang berbentuk limas, memiliki tiang penyangga dengan ketinggian 1,5–2 meter dari permukaan tanah, serta memiliki undakan atau kekijing yang jumlahnya antara dua hingga 4 buah anak tangga.
Rumah adat ini juga identik dengan lantai bertingkat-tingkat atau bengkilas yang digunakan saat ada acara atau kepentingan keluarga, salah satunya hajatan.
Luas rumah tradisional ini berkisar antara 400 hingga 1000 meter persegi.
Selain itu, rumah ini dibangun menghadap dua mata angin, yaitu Timur dan Barat serta memiliki filosofi khusus.
Bagian rumah yang menghadap Timur disebut dengan Matoari Edop atau matahari terbit, yang mengandung makna kehidupan yang baru.
Sedangkan bagian rumah yang menghadap Barat disebut dengan Matoari Mati atau matahari terbenam, yang memiliki makna akhir kehidupan.
Untuk bagian atas rumah dapat ditemukan ornamen simbar yang berbentuk melati dan tanduk.
Melati merupakan simbol kerukunan dan keagungan.
Simbar dua tanduk menyimbolkan adam dan hawa, tiga tanduk menyimbolkan matahari-bulan-bintang, empat tanduk menyimbolkan sahabat Nabi, dan lima tanduk menyimbolkan rukun Islam.
Namun, selain sebagai hiasan dan simbol, simbar ini juga berfungsi untuk menangkal petir.
Rumah adat ini dibangun dengan material kayu sebagai bahan utamanya.
Untuk bagian lantai, dinding, dan pintu, biasanya jenis kayu yang digunakan adalah kayu tambesu.
Sedangkan tiang penyangga biasanya kayu yang digunakan adalah jenis unglen yang dikenal tahan air dan tahan lama.
Untuk bagian kerangka, rumah ini menggunakan jenis kayu seru, yang dalam kebudayaan masyarakat setempat kayu ini tidak boleh diinjak atau dilangkahi.
Rumah Limas ini terdiri dari tiga bagian, yaitu depan, tengah, dan belakang dengan fungsi masing-masing.
Bagian depan rumah ini biasanya ditemukan gentong berisi air untuk mencuci tangan.
Bagian depan rumah yang juga disebut dengan garang ini biasanya juga digunakan sebagai tempat berkumpul keluarga.
Untuk bagian tengah, rumah ini dapat ditemukan kekijing dengan setiap kekijing memiliki dua buah jendela yang masing-masing berada di sebelah kiri dan kanan.
Sedangkan bagian belakang rumah biasanya digunakan untuk dapur.
Dapur ini pun dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ruangan penyiapan bahan, pengolahan bahan, dan tempat membersihkan peralatan dapur.
Khusus untuk kekinjing, bagian ini masih dapat terbagi dari beberapa ruangan dan pembagiannya diatur berdasarkan usia, jenis kelamin, pangkat, bakat, dan martabat.
Selain itu, tingkatan kekinjing ini juga merefleksikan tingkatan garis keturunan asli Palembang, yang apabila diurutkan dari tingkat paling bawah yaitu: Kiagus, Massagus atau Kemas, dan Raden.
Berikut pembagian ruangan dan keterangannya:
· Pagar Tenggulung
Bagian ini berupa ruangan luas tanpa ada dinding pembatas.
Ruangan ini biasanya digunakan untuk menerima tamu saat upacara adat.
Hal yang menjadi keunikan tersendiri untuk ruangan ini adalah adanya lawang kipas yang apabila dibuka dapat menjadi langit-langit ruangan.
Selain itu, mereka yang berada di dalam ruangan ini dapat melihat suasana luar ruangan, sedangkan, mereka yang ada di luar ruangan tidak dapat melihat ke dalam ruangan.
· Jogan
Ruangan ini digunakan sebagai tempat berkumpulnya kaum laki-laki anggota keluarga pemilik rumah.
· Kekinjing Ketiga
Ruangan ini diperuntukkan bagi tamu yang secara khusus diundang oleh pemilik rumah ketika sedang ada hajat.
Secara struktur, ruangan ini memiliki sekat dan memiliki posisi yang lebih tinggi dari permukaan lainnya, serta bersifat privasi.
· Kekinjing Keempat
Ruangan ini diperuntukkan bagi orang yang sangat dihormati dan juga memiliki ikatan darah dengan pemilik rumah.
Seperti tamu undangan yang dituakan, Dapunto, hingga para Datuk.
· Gegajah
Ruangan ini merupakan yang terluas di antara ruangan lainnya namun di saat yang sama juga memiliki sifat privasi yang tinggi.
Hal ini karena ruangan ini diperuntukkan hanya untuk mereka yang berkedudukan sangat tinggi dalam keluarga maupun masyarakat.
Bagian bawah ruangan ini juga dapat ditemukan amben atau tempat musyawarah yang berupa undakan lantai serta kamar pengantin apabila pemilik rumah mengadakan pernikahan.
2. Rumah Cara Gudang
Nama rumah Cara Gudang ini berasal dari bentuk rumah yang memanjang menyerupai gudang.
Rumah adat ini memiliki ciri berupa tiang penyangga setinggi 2 meter, memiliki atap berbentuk limas, dan tidak memiliki kekinjing.
Rumah ini juga terbuat dari kayu, yang biasanya diambil dari jenis ungles, petanang, dan tambesu.
Seperti halnya dengan rumah limas, rumah ini juga memiliki tiga bagian.
Bagian depan berfungsi sebagai tempat berkumpul dan istirahat bagi anggota keluarga serta digunakan untuk acara kenduri.
Bagian tengah berfungsi untuk menjamu tamu dan bagi tamu yang berusia tua dan/atau terhormat akan menempati sisi yang lebih dalam.
Bagian belakang berfungsi sebagai kamar, dapur, dan ruang dalam.
Kamar ini akan digunakan oleh kepala keluarga sebelum digantikan oleh anak perempuannya yang sudah dewasa.
3. Rumah Rakit
Sesuai namanya, rumah ini dibangun di atas rakit dan terdiri dari material kayu dan bambu.
Rumah ini juga memiliki dua bidang atap yang disebut kajang yang terbuat dari daun nipah kering, memiliki dua pintu yang masing-masing menghadap sungai dan tepi sungai, dua jendela di sisi kiri dan kanan, serta sebuah jembatan penghubung antara bangunan dengan daratan.
Agar tidak terbawa arus, rumah tradisional ini diikatkan pada sebuah penambat atau serdang menggunakan tali rotan.
Sedangkan untuk menjaga agar tetap terapung, rumah rakit ditopang dengan kumpulan batang bambu yang disebut dengan lanting.
Biasanya, rumah adat ini ditemukan di Sungai Ogan, Musi, dan Komering.
Beberapa manfaat dan kegunaan rumah Rumah Rakit saat ini selain tempat tinggal adalah sebagai gudang, tempat penginapan, dan tempat berdagang.
Menariknya, terdapat kebiasaan unik yang biasa dilakukan oleh suku Palembang yang menghuni Rumah Rakit, yaitu mereka menggunakan perahu untuk saling berkunjung satu sama lain.
Asal usul keberadaan rumah rakit sendiri dari dua faktor.
Pertama yaitu faktor geografis Palembang yang memiliki banyak sungai, serta kehidupan dari hampir seluruh rakyat bergantung pada sungai, mulai dari sumber air hingga jalur transportasi.
Pada suatu hari, masyarakat pedalaman Sumatera Selatan, Uluan, membawa dan menjual hasil bumi ke daerah Palembang melalui sungai menggunakan rakit.
Namun, banyak dari mereka yang memilih untuk tidak pulang dan membawa hasil penjualan mereka.
Akhirnya, mereka pun mengubah rakit menjadi rumah sebagai bentuk adaptasi kondisi geografis dan kondisi sosial saat itu.
Kedua, semakin menjamurnya rumah rakit tidak lepas dari sejarah kekuasaan Kesultanan Palembang.
Pihak kerajaan telah mengeluarkan kebijakan bagi para pendatang untuk menetap di rumah rakit agar mereka lebih mudah mengawasi dan membedakan antara warga asing dengan warga asli setempat.
Selain itu, apabila mereka berbuat kriminal, maka pemerintah kerajaan akan langsung memotong tambat rumah rakit agar rumah hanyut terbawa arus sungai.
4. Rumah Tatahan
Rumah Tatahan ini merupakan bagian dari tipe rumah baghi dengan ciri-ciri khusus berupa ukiran dan yang menghiasi beberapa sudut rumah.
Pemilik dari rumah ini berasal dari Suku Pasemah yang tinggal di daerah pegunungan atau dataran tinggi.
Rumah berukuran 8 x 8 meter ini dibangun dengan kayu tambesu dan kelat yang memiliki kualitas baik dan tahan lama.
Bangunan rumah adat ini memiliki dua bagian, yaitu depan dan tengah.
Bagian depan berfungsi sebagai tempat untuk memasak.
Sedangkan pada bagian belakang dipergunakan untuk aktivitas sehari-hari sang pemilik rumah.
Pada malam hari bagian ini dijadikan sebagai tempat tidur bagi pemilik rumah dan menjadi tempat menjamu para tamu saat memiliki hajat.
5. Rumah Kilapan
Sama halnya dengan Rumah Tatahan, Rumah Kilapan atau juga disebut Gilapan merupakan bagian dari tipe rumah baghi dengan ciri-ciri dinding yang polos.
Rumah ini memiliki bentuk panggung dengan tinggi 1.5 meter.
Tiang penyangga rumah kilapan ini bernama lain tiang duduk yang diletakkan di atas batu, tidak ditanam ke dalam tanah.
Berlaku pula untuk Rumah Tatahan, sendi-sendi atau setiap bagian rumah ini tidak disambungkan dengan paku, melainkan hanya diikat menggunakan rotan.
Selain itu, ciri dari tumah tipe baghi ini juga terlihat dari tidak ditemukannya keberadaan sekat.
Kalaupun ada, sekat atau sengkar ini digunakan untuk membatasi antara ruangan dengan alat dapur, peralatan pertanian, serta peralatan pertukangan.
Dalam perkembangannya, beberapa rumah kilapan saat ini diberi pembatas ruangan untuk membuat kamar.
6. Rumah Padu Ampar
Hampir seluruh bagian rumah tradisional ini terbuat dari bambu dan memiliki bentuk dasar rumah panggung.
Rumah ini memiliki atap tinggi dari bambu, sedikit melengkung seperti pelana kuda dan berbentuk trapesium bernama piabung.
Bangunan rumah ini dilengkapi dengan tangga yang juga terbuat dari bambu.
Namun, bentuk dari bangunan rumah tradisional ini tidak berundak, sehingga nampak seperti tidak memiliki sengkar bawah maupun atas.
7. Rumah Padu Kingking
Rumah Padu Kingking atau Padu Tingking ini adalah rumah tradisional Suku Pasemah.
Bentuk bangunan rumah adat ini menyerupai bujur sangkar dan dibangun dengan bahan utama kayu dan bambu.
Seperti halnya Rumah Padu Ampar, rumah adat ini memiliki atap piabung dan tiang penyangga bernama tiang duduk.
8. Rumah Ulu Ogan
Rumah ini merupakan rumah adat dari Suku Ogan yang bermukim di daerah Kabupaten Ogan, Komering Ulu.
Bangunan ini memiliki ciri khas berupa ada tambahan atap tritisan yang berada di bagian depan atau samping rumah.
Atap tritisan ini ditopang oleh tiang dan penempatannya disesuaikan dengan kebutuhan pemilik rumah.
Selain itu, atap utama bangunan tidak melengkung serta lantainya memiliki ketinggian yang sama antar-ruangnya.
9. Rumah Ulu Komering
Rumah ini merupakan rumah asli Suku Komering yang bertempat tinggal di Ogan Komering Ulu Selatan dan Ogan Komering Ulu Timur.
Bagian rumah yang menjadi ciri khas adalah atap dengan bentuk pelana namun tanpa ada lekukan.
Di samping itu, rumah adat ini ditopang oleh tiang yang ditanam ke dalam tanah.
Saat ini, Rumah Ulu Komering masih banyak dijumpai di daerah Minanga, Cempaka, Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan.
Demikian artikel tentang rumah adat di Sumatera Selatan ini.
Dapat disimpulkan bahwa rumah adat dari provinsi yang terletak di bagian Selatan Pulau Sumatera ini sangat beragam, yang jenisnya bergantung dari bentuk fisik hingga asal sukunya.
Semoga artikel ini dapat memberi manfaat serta mampu memperluas wawasan, khususnya tentang rumah adat, bagi para pembaca.
Kamu juga bisa perluas wawasan tentang tarian tradisional khas sumatera selatan, seperti tari Tanggai hingga tari Gending Sriwijaya.