Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu dari 34 provinsi di Indonesia yang masih menjunjung tinggi adat istiadat budaya.
Hal ini memang dapat kita lihat dari kebiasaan masyarakat tradisional yang erat menjaga budaya setempat, seperti menjaga fungsi dan sejarah dari rumah adat Sulawesi Tenggara.
Pengertian rumah adat sendiri dapat kita pahami sebagai tempat tinggal yang menjadi identitas dari masyarakat setempat.
Setiap provinsi di Indonesia memiliki ciri khas rumah adatnya masing-masing.
Asal usul dari rumah adat tersebut memiliki keunikan masing-masing.
Rumah Adat Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi yang kaya akan sumber daya alam, adat istiadat, serta kebudayaan yang patut kita pelajari.
Salah satu kebudayaan dari provinsi Sulawesi Tenggara adalah rumah adatnya.
Provinsi yang diresmikan sejak tahun 1964 ini memiliki beberapa macam rumah adat yang sangat menarik untuk kita pelajari.
Mulai dari nama, struktur bangunan, hingga filosofis dari rumah adat yang memiliki ciri masing-masing.
Rumah adat Sulawesi Tenggara dibagi berdasarkan suku yang tinggal di provinsi dengan ibukota Kendari ini, seperti suku Tolaki, suku Raha, suku Wolio, juga kesultanan Buton.
Pada artikel ini kita akan membahas tentang 4 rumah adat yang terdapat di provinsi Sulawesi Tenggara beserta penjelasannya dan keterangannya.
Rumah Adat Banua Tada
Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki rumah adat yang dikenal dengan nama Banua Tada.
Rumah ini banyak ditinggali oleh suku Wolio yang ada di pulau Buton. Suku Wolio sendiri merupakan suku terbesar di kota Bau-bau.
Nama Banua Tada berasal dari dua kata yaitu “Banua” yang berarti rumah dan “Tada” yang berarti siku. Rumah adat Banua Tada diartikan sebagai rumah siku.
Pasalnya rumah adat ini memiliki bentuk dengan banyak siku.
Umumnya rumah ini terdiri dari 2 hingga 3 lantai.
Suku Wolio menganalogikan Banua Tada dengan simbol organ tubuh manusia.
Jika dilihat sekilas maka kita akan menemukan bahwa rumah adat ini terdiri dari bagian kepala, tubuh, dan kaki. Secara garis besar, setiap lantai wajib terbagi menjadi 3 bagian, yaitu depan, tengah, dan belakang.
Rumah adat dari suku Wolio ini dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan status sosial masyarakatnya.
Selain dibedakan berdasarkan status sosial, perbedaan bentuk rumah adat Banua Tada juga dapat dilihat dari jumlah tiang yang menyangga rumah.
Berikut penjelasan tentang rumah adat Banua Tada
Kamali / Malige
Rumah adat Banua Tada yang dinamakan Kamali / Malige merupakan rumah adat yang ditempati raja atau sultan beserta keluarganya.
Struktur bangunan rumah adat Kamali memiliki atap bersusun 2.
Banua Tada Tare Pata Pale
Rumah adat yang satu ini merupakan rumah adat yang ditinggali oleh para pejabat atau pegawai istana.
Berbeda dengan Kamali / Malige, Banua Tada Tare Pata Pale memiliki 4 tiang penyangga dengan tetap mempertahankan bentuk rumah siku.
Biasanya dalam 1 ruangan terdapat 2 jendela di sisi kanan dan 2 jendela di sisi kiri.
Banua Tada Tare Talu Pale
Terakhir adalah rumah adat yang ditinggali oleh rakyat biasa.
Jika rumah adat sebelumnya memiliki 4 tiang sebagai penyangga, pada rumah adat banua tada milik rakyat biasa hanya terdapat 3 tiang sebagai penyangga.
Jendela tiap ruang juga hanya ada 1 di sisi kanan dan kiri.
Rumah Adat Laikas
Rumah adat Laikas adalah rumah adat yang banyak ditinggali oleh suku Tolaki.
Suku Tolaki sendiri biasanya tinggal di Kendari, Kabupaten Konawe, dan Konawe Utara.
Rumah adat Laikas umumnya terdiri dari 3 hingga 4 lantai. Masing-masing lantai memiliki kegunaan tersendiri. Rumah yang terbagi menjadi 3 macam ini berdiri di atas tanah setinggi 20 kaki.
Pada bagian bawah rumah atau biasa disebut kolong rumah digunakan sebagai tempat hewan peliharaan, menyimpan perkakas pertanian, dan semacamnya.
Lantai pertama dan kedua baru ditempati oleh penghuninya, yaitu oleh raja dan permaisurinya.
Ada yang unik dari lantai dua rumah adat ini.
Pasalnya kita akan menemukan sebuah bilik yang khusus digunakan sebagai tempat menenun kain tradisional.
Lantai tiga digunakan sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda pusaka.
Sedangkan di lantai empat digunakan sebagai tempat ibadah maupun semedi.
Ternyata rumah adat Laikas juga terbagi menjadi beberapa jenis.
Berikut jenis-jenis rumah adat Laikas dan penjelasannya:
Laika Mbu’u
Rumah adat yang dibangun di dekat kebun menjelang masa panen dan ditinggali oleh beberapa keluarga
Laika Landa
Rumah adat yang dibangun untuk ditinggali oleh keluarga selama proses pengolahan hasil kebun hingga proses panen berakhir.
Setelah panen rumah tersebut tidak lagi ditinggali.
Laika Patande
Rumah adat yang dibangun di dekat kebun sebagai tempat istirahat dan ukurannya lebih kecil.
Laika Kataba
Rumah adat ini sejenis rumah papan, pun materialnya terdiri dari papan dan balok.
Rumah ini dibangun dengan kode atau sandi tertentu.
Laika Sorongga
Rumah adat untuk tempat makam para raja dan keluarganya.
Laika Mborassa
Rumah ini dibangun di suatu tempat tertentu sebagai tempat istirahat untuk pekerja yang telah melaksanakan tugas “penggal kepala” ke beberapa tempat di Sulawesi Tenggara.
Laika Wuta
Rumah adat yang memiliki fungsi sebagai tempat tinggal.
Namun, ukurannya lebih kecil dan bentuk atapnya seperti rumah jengki.
Laika Walanda
Rumah adat dengan bentuk panjang yang disebut dengan pesanggrahan oleh orang Belanda sebagai tempat berpesta, berdansa, dan bersantai.
Laika Mbondapo’a
Rumah yang dibuat untuk membangun kopra.
Bentuknya sedikit lebih tinggi dari tanah.
Kopra adalah daging buah kelapa yang dikeringkan.
Rumah Adat Mekongga
Mekongga merupakan tempat tinggal bagi ketua suku Raha dan Raja.
Rumah adat yang satu isi bentuknya mirip dengan rumah panggung tanpa sekat.
Sesuai dengan bentuknya, rumah adat mekongga tingginya mencapai 60 hingga 70 kaki di atas tanah, dengan anak tangga yang berjumlah 30 buah.
Jumlah 30 anak tangga melambangkan jumlah helai bulu sayap burung kongga.
Sementara itu, rumah adat ini memiliki 12 buah tiang penyangga.
Hal tersebut dilambangkan dengan 12 pemimpin dari suku Raha yang berpengaruh kuat terhadap daerah tersebut.
Rumah adat mekongga terdiri dari 4 buah bilik, yaitu:
- Ruang rapat atau pertemuan
- Ruang tempat menyimpan benda pusaka dan benda-benda berharga
- Ruang kerja raja
- Ruang abdi raja
Terdapat juga hiasan bergambar burung kongga yang terletak di sisi depan, kiri, dan kanan rumah.
Umumnya rumah adat mekongga digunakan untuk acara adat saja.
Sehingga, tidak jarang rumah adat ini terletak di tengah-tengah hutan dan hanya ditinggali oleh raja serta para keluarganya.
Namun, seiring perkembangan zaman, rumah adat mekongga menjadi tidak terawat dan daerah sekitarnya pun telah dimekarkan menjadi kabupaten Kolaka.
Meski telah dijadikan sebagai salah satu destinasi untuk para wisatawan tetapi rumah adat ini sedikit banyak telah mengalami pemugaran.
Namun, tetap tidak meninggalkan ciri khasnya dengan gaya rumah panggung.
Rumah Adat Buton
Terakhir adalah rumah adat Buton.
Seperti namanya, rumah adat Buton merupakan rumah adat dari Sulawesi Tenggara yang ditinggali oleh orang Buton di pulau Buton.
Rumah adat Buton dikenal dengan nama “Banua Wolio”.
Sekilas namanya mirip dengan rumah adat suku Wolio karena letaknya sama-sama di wilayah Buton yang banyak dihuni suku Wolio.
Banua Wolio lebih sering disebut sebagai istana Buton atau istana Malige.
Istana ini hanya ditinggali oleh raja beserta keluarga dan selir-selirnya.
Raja tinggal di istana Malige, sementara para selir tinggal di istana Kamali.
Selain banyak ditinggali oleh suku Wolio, suku Muna dulunya juga termasuk dalam wilayah kesultanan Buton.
Sejarah mengatakan bahwa zaman dulu rumah adat Buton hanya boleh dimiliki dan ditinggali oleh raja, keluarga, beserta para selir raja.
Meskipun ada rakyat yang tergolong kaya, ia tidak diperkenankan membuat rumah Buton.
Namun, seiring perkembangan zaman saat ini sudah banyak rakyat Buton yang tinggal di rumah Buton.
Keunikan
Hal menarik dan unik dari rumah adat ini adalah ruangan di dalam rumah.
Seperti penjelasan sebelumnya bahwa rumah adat ini berlantai 4 tergantung status bangsawan atau sultan yang mendirikannya.
Biasanya rumah sultan lebih tinggi daripada rumah bangsawan.
Contoh keunikan lainnya adalah rumah adat ini dibangun tanpa ada campur tangan dari benda logam seperti paku.
Rumah adat Buton berbentuk memanjang ke belakang dan menggunakan 5 buah tiang pada bagian depan rumah.
Tiang yang digunakan tidak hanya terletak di bagian depan rumah saja.
Melainkan juga ada di samping-samping rumah.
Nah, jumlah tiang yang ada di bagian samping rumah ini yang membedakan rumah para sultan, bangsawan, maupun rakyat biasa.
Status sosial pemilik rumah dibedakan berdasarkan jumlah tiang di bagian samping rumah.
Rumah sultan memiliki 8 buah tiang, jumlah tiang 6 melambangkan para bangsawan, sedangkan jumlah tiang 4 menggambarkan rakyat biasa.
Terdapat pula ragam hias di rumah adat ini.
Ragam hias tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu ragam hias seni ukir dan pahat.
Ragam-ragam ini biasa diletakkan pada bagian pintu, jendela, maupun dinding rumah.
Motif yang paling menonjol pada ragam hias ini adalah motif flora dan fauna. Berikut penjelasannya:
1. Motif Flora
Pada motif flora terdapat 3 macam motif yang melambangkan orang Buton, di antaranya ada (1) Nanasi, motif nanas, diletakkan pada bagian depan dan belakang rumah yang melambangkan bahwa orang Buton bisa hidup di mana saja seperti buah nanas.
(2) Bosu-bosu, motif dengan bentuk sejenis buah delima, diletakkan di bagian bawah cucuran atap yang melambangkan keselamatan dan kesejahteraan.
Berikutnya ada motif (3) Ake, bentuknya mirip daun, yang melambangkan kesempurnaan.
(4) Kambang, sejenis kembang berbentuk kelopak teratai atau matahari yang melambangkan kesucian.
2. Motif Fauna
Motif yang paling menonjol adalah motif naga.
Letaknya di bubungan atap rumah, sebagai simbol kekuasaan.
Selain dipasang di atap, orang Buton percaya bahwa bagian rumah yang memiliki motif naga pada bagian depan dan belakang memiliki manfaat agar penghuni terhindar dari bahaya.
Itu tadi macam-macam rumah adat Sulawesi Tenggara.
Kita perlu tahu dan mengenal budaya bangsa agar tidak hilang dan ditinggalkan oleh masyarakat.