Indonesia dikenal sebagai negara dengan aneka ragam suku, bahasa, budaya, dan adat istiadat yang tersebar diberbagai pulau.
Pulau Sulawesi adalah contoh pulau dengan banyak keaneka ragaman.
Salah satunya yaitu rumah adat dengan berbagai bentuk dan ciri khas.
Ingin tahu apa saja rumah adat di Pulau Sulawesi?
Yuk! Simak pembahasannya di bawah ini.
Rumah Adat Gorontalo
1. Bantayo Poboide
Rumah adat pertama dari Provinsi Gorontalo yang akan kita bahas adalah Bantayo Poboide yang berada di Kecamatan Limboto.
Bantayo Poboide memiliki arti bangunan tempat bermusyawarah, sesuai dengan artinya rumah adat ini digunakan untuk musyawarah.
Selain untuk musyarawah, Bantayo Poboide digunakan sebagai tempat upacara adat, pernikahan, penerimaan tamu ngeara, dan acara adat lainnya.
Material yang digunakan untuk pembangunan rumah adalah kayu nangka, tetapi telah dilakukan pembangunan ulang pada tahun 1985 menggunakan kayu hitam dan kayu cokelat kemerahan karena dianggap kuat.
Pembuatan kusen, ukiran jendela, pegangan tangga, dan pagar blankon dibuat dari kayu hitam.
Sementara kayu cokelat digunakan untuk membuat pintu, dinding, jendela, dan lantai.
Bagian-bagian dari rumah adat satu ini yaitu ruang tamu, ruang tengah, ruang dalam, dapur atau ruang belakang, dan serambi depan.
Penyangga bangunan terdiri dari dua pilar kayu yang terletak di bagian luar dan menancap ke tanah serta enam pilar kayu yang terletak di bagian lain.
Keunikan dari rumah adat Bantayo Poboide adalah pintu masuk dan keluar rumah yang berbeda.
Terdapat dua tangga di sebelah kiri dan kanan rumah, tangga kiri digunakan untuk memasuki rumah dan tangga kanan digunakan untuk keluar rumah.
Keunikan lainnya adalah pada bagian bawah rumah terdapat kolong yang disebut tahuwa, dulu kolong tersebut digunakan untuk menenun dan menyimpan alat pertanian.
2. Dulohupa
Rumah adat Dulohupa disebut juga dengan Yilada Dulohupa Lo Ulipu Hulondhalo.
Dulu bangunan ini digunakan sebagai tempat musyawarah untuk mufakat oleh masyarakat sekitar terhadap masalah-masalah yang terjadi saat pemerintahan Kerajaan Gorontalo.
Jadi bangunan tersebut juga bisa disebut sebagai pengadilan untuk mengadili individu yang dianggap bersalah.
Sekarang Dulohupa digunakan sebagai tempat pergelaran upacara adat seperti pagelaran budaya, pernikahan, dan upacara adat lainnya.
Dulohupa memiliki 32 pilar kayu dasar, 2 pilar kayu utama bernama Wolihi, dan 6 pilar kayu di bagian depan, yang berfungsi sebagai penyokong bangunan.
Keunikan dari rumah adat satu ini adalah memiliki bentuk panggung yang menggambarkan tubuh manusia.
Atap menggambarkan kepala manusia, badan rumah menggambarkan badan manusia dan pilar-pilar kayu menggambarkan kaki manusia.
Bagian atap atas berbentuk segitiga bersusun dua yang menjulang tinggi dengan maksud menggambarkan kepercayaan sebagai hal utama dalam hidup masyarakat Gorontalo yaitu percaya pada Tuhan Yang Maha Esa.
Susuan atap bagian bawah menggambarkan kepercayaan masyarakat terhadap adat istiadat dan kebudayaan sekitar.
Bergaya terbuka dan memiliki sedikit sekat adalah ciri lain dari rumah adat Dulohupa.
Kamu bisa menjumpai rumah adat Dulohupa di Kota Gorontalo.
3. Gobel
Rumah adat Gorontalo yang satu ini tidak begitu terkenal dan jarang dibahas.
Dulu rumah ini digunakan sebagai tempat tinggal keluarga Kerajaan Gobel, tetapi sekarang digunakan untuk tempat musyawarah besar rakyat, acara kenegaraan, dan acara adat.
Rumah Gobel adalah salah satu kebanggaan masyarakat Kecamatan Tapa dan Bulango Ulu, Kabupaten Bone Bolango.
Bentuk rumah Gobel jika dilihat dari depan tidak begitu lebar, tetapi bagian rumah hingga ke belakang cukup panjang.
Bagian depannya memiliki bentuk yang lebih tinggi daripada bagian lainnya.
4. Ma’lihe atau Potiwaluya
Rumah adat Ma’lihe atau Potiwaluya diartikan sebagai rumah atau tempat kediaman raja dan putri raja dalam lingkungan kerajaan.
Namun, berbeda dari rumah-rumah adat sebelumnya, sekarang rumah ini digunakan sebagai tempat tinggal oleh masyarakat Gorontalo.
Bentuknya berupa rumah panggung dengan bagian atap depan seperti segitiga.
Bagian-bagiannya terdiri dari serambi depan, ruang tamu, kamar tidur, kamar mandi, dan dapur.
Keunikan dari rumah adat Ma’lihe terletak pada pembangunannya yang harus mengikuti aturan adat Gorontalo.
Berikut aturan-aturan tersebut
- Kamar tidur, anak laki-laki harus berada di bagian depan dan anak perempuan harus berada di bagian belakang.
- Posisi kamar juga harus berjejer ke belakang dengan filosofi bahwa setiap masyarakat Gorontalo yang merantau ke luar daerah akan tetap kembali pulang.
- Arah kamar disarankan untuk mengikuti aliran sungai karena dipercaya dapat mendatangkan rezeki yang lebih.
- Bagian dapur dipisahkan dengan bangunan utama rumah karena ketika tamu berkunjung tidak boleh memasuki dapur.
- Jumlah kamar yang diperbolehkan pada saat pembangunan hanya 3 saja, tetapi setelah ditempati maka jumlah kamar boleh ditambah.
Rumah Adat Sulawesi Barat
1. Banoa Sibatang
Rumah adat ini dapat ditemukan di Kecamatan Kalumpang dan dihuni oleh Suku Kalumpang atau Suku Galumpang.
Keunikan dari Rumah Banoa Sibatang yaitu tiang rumah disambungkan ke lantai yang berbentuk pola rakit.
Hal tersebut karena rumah ini diyakini berkaitan dengan jejak peninggalan bangsa Austronesia yang dahulu berimigrasi menggunakan rakit.
Bentuk dan konstruksi rumah ini sangat mirip dengan rumah adat Suku Toraja di Sulawesi Selatan karena sebagian besar masyarakat Kalumpang berasal dari Toraja.
2. Boyang
Rumah adat Boyang berasal dari Suku Mandar, suku asli Provinsi Sulawesi Barat.
Ciri khas dari rumah adat ini adalah terdapat pahatan dan ukiran pada bagian-bagian rumah dengan motif khas Suku Mandar.
Atapnya berbentuk prisma yang memanjang dari depan hingga belakang rumah.
Tinggi tiang yang digunakan sebagai penyokong berbeda-beda karena disesuaikan dengan status sosial pemiliknya, tetapi rata-rata memiliki tinggi 2 meter.
Bagian-bagian rumah Boyang terdiri dari Samboyang, Tangnga Boyang, Bui Boyang, Tapang atau Loteng, Paceko, Lego-lego, dan Naong Boyang.
Simak penjelasan masing-masing bagian berikut.
- Samboyang, ruang di bagian depan rumah dengan ukuran yang lebar dan berfungsi sebagai tempat menerima tamu, kamar tidur tamu, atau tempat para laki-laki berkumpul saat acara adat.
- Tangnga Boyang, berada di bagian tengah rumah yang berfungsi sebagai ruang keluarga.
- Bui Boyang, ruangan yang terdiri dari beberapa kamar bagi pemilik rumah dan terletak di bagian belakang.
- Tapang atau loteng, adalah sebuah ruangan yang berada di atas rumah dan berfungsi sebagai tempat menyimpan barang-barang.
- Paceko, merupakan dapur sebagai tempat memasak dan menyimpan bahan-bahan makanan.
- Lego-lego, merupakan teras rumah.
- Naong Boyang, adalah kolong rumah yang berfungsi sebagai kandang hewan ternak atau dapat digunakan juga sebagai tempat berteduh saat hujan bagi orang yang lewat di sekitar rumah tersebut.
Keunikan dari rumah adat Boyang adalah terdiri dari 2 jenis, yaitu Rumah Boyang Adaq dan Rumah Boyang Beasa.
Rumah Boyang Adaq dikhususkan untuk tempat tinggal kaum bangsawan atau seseorang yang memiliki status sosial tinggi.
Sementara itu, Rumah Boyang Beasa adalah tempat tinggal untuk masyarakat biasa.
3. Lempo Gandeng
Rumah adat Lempo Gandeng memiliki arti rumah bergandengan.
Kamu bisa menjumpai rumah adat ini di Desa Tabolang, Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah.
Biasanya rumah adat Lempo Gandeng digunakan untuk acara adat masyarakat Budong-Budong.
Acara adat yang menjadi tradisi dan sering digelar di rumah adat Lempo Gandeng adalah Mamose.
Mamose merupakan tarian parang yang ditebas-tebaskan ke tubuh oleh masyarakat pria paruh baya di Desa Tabolang serta berisi pesan untuk memperjuangkan kesejahteraan bersama, menyatukan seluruh kekuatan, dan kebersamaan menjalani kehidupan.
Rumah Adat Sulawesi Selatan
1. Tongkonan
Tongkonan adalah rumah adat yang berasal dari Suku Toraja.
Fungsi rumah adat tersebut sebagai tempat tinggal dan tempat upacara adat masyarakat di Tana Toraja.
Material yang digunakan untuk membangun Rumah Tongkonan adalah kayu uru yang mudah didapatkan di Sulawesi Selatan.
Kunikan dari rumah adat satu ini adalah terdapat ukiran-ukiran cantik yang didominasi oleh warna merah, kuning, dan hitam.
Selain itu atapnya memiliki bentuk yang berbeda dari rumah adat lainnya, yaitu berbentuk seperti perahu yang telungkup dengan buritan.
Bagian depan rumah terdapat ornamen bermotif pancaran sinar matahari (pa’barre allo) dan ayam jantan (pa’manuk londong).
Motif pancaran sinar matahari memiliki makna energi dan kekuatan yang dibutuhkan untuk membangun sebuah keadilan, sedangkan motif ayam jantan mengacu pada kebenaran dan keadilan.
Terdapat aturan khusus dalam membangun Rumah Tongkonan, rumah adat tersebut harus menghadap ke utara karena utara adalah tempat berkumpul dengan para leluhur.
Rumah Tongkonan memiliki tiga tingkatan yang didasarkan pada status sosial masyarakat.
Pertama, Tongkonan Layuk yang digunakan untuk urusan pemerintahan atau kenegaraan Suku Toraja.
Kedua, Tongkonan Pekaberan yang menjadi tempat tinggal para petinggi Suku Toraja.
Ketiga, Tongkonan Batu yang menjadi tempat tinggal masyarakat biasa.
2. Balla
Rumah adat Balla berasal dari Suku Makassar.
Bentuknya adalah rumah panggung sama seperti kebanyakan rumah adat di Pulau Sulawesi.
Bagian rumah terdiri dari teras, ruang tamu, ruang keluarga, dan kamar.
Atap Rumah Balla memiliki bentuk seperti pelana kuda dengan ujung yang runcing, hal ini merupakan salah satu bagian unik.
Rumah Balla memiliki dua jenis tangga, yaitu tukak dan sapana yang dibuat dari material berbeda.
Tukak terbuat dari kayu dan digunakan oleh masyarakat biasa, sedangkan sapana terbuat dari bambu yang dianyam dan digunakan oleh kaum bangsawan.
3. Bola Soba
Rumah adat Bola Soba ini berasal dari Suku Bugis dan merupakan tempat tinggal raja Bugis.
Awalnya rumah ini bernama Saoraja Petta Ponggawae yang berarti rumah panglima perang.
Bola Soba dalam Bahasa Indonesia memiliki arti rumah persahabatan atau rumah besar karena pada zaman Belanda rumah ini diduduki Belanda dan digunakan sebagai penginapan atau untuk menjamu tamu Belanda.
Rumah ini dibangun dengan material kayu berbentuk rumah panggung serta memiliki beberapa tiang sebagai penyangga.
Keunikan rumah adat Bola Soba yaitu terdapat ukiran berpola daun dan bunga pada dinding rumah dengan perpaduan model swastika sebagai simbol religius.
Rumah adat Bola Soba bisa kamu jumpai di ruas jalan Latenritatta, Kecamatan Tanete Riajang, Kabupaten Bone, yang berdiri di atas lahan seluas setengah hektar.
Saat ini rumah tersebut dijadikan sebagai museum yang berisi bangkai meriam tua, benda-benda tertentu dari pengunjung sebagai bentuk melepas nazar, potret Arung Pallakka, silsilah raja-raja Bone, dan lain sebagainya.
4. Saoraja atau Sallasa
Rumah adat ini juga berasal dari Suku Bugis, lho!
Terdapat tiga bagian rumah yang utama, yaitu bagian atas, tengah, dan bawah.
Bagian atas disebut sebagai pammakkang atau loteng yang digunakan untuk menyimpan barang-barang seperti tikar, benda kerajinan, dan alat tenun.
Pammakkang berarti adalah hal-hal yang menyenangkan.
Bagian tengah atau badan rumah disebut sebagai kale balla yang digunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
Terakhir, bagian bawah disebut sebagai siring atau kolong yang digunakan untuk menyimpan alat-alat pertanian atau melaut dan hewan peliharaan.
Bentuk rumah adat Saoraja adalah persegi panjang dengan ukuran yang cukup luas.
Tinggi rumah ditentukan berdasarkan tingkatan sosial.
Atapnya berbentuk prisma dengan susunan bertingkat-tingkat yang juga disesuaikan dengan tingkatan sosial pemilik rumah.
Keunikan rumah adat satu ini adalah mudah dipindahkan dan dibongkar pasang karena dibangun tanpa menggunakan paku, yaitu hanya diikat antar bagian seperti tiang, dinding, dan lantai.
6. Sapana
Rumah adat Sulawesi Selatan selanjutnya adalah Sapana.
Ciri rumah ini yaitu tangganya terbuat dari anyaman bambu dengan jumlah induk tangga tiga sampai empat.
Bagian samping rumah dilengkapi dengan pegangan atau disebut coccorang.
Rumah satu ini dikhususkan hanya untuk para bangsawan.
6. Tukak
Rumah adat Tukak tidak berbeda jauh dengan rumah adat Sapana.
Perbedaannya yaitu tangga rumah adat ini terbuat dari kayu dengan jumlah induk tangga tiga atau ganjil.
Selain itu, bagian samping rumah tidak memiliki coccorang.
Apabila rumah adat Sapana dikhususkan untuk bangsawan, rumah adat Tukak dikhususkan untuk masyarakat biasa.
Rumah Adat Sulawesi Tengah
1. Balle Dako
Rumah adat ini jarang sekali dibahas, letaknya berada di Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah.
Dulu rumah adat Balle Dako digunakan sebagai pusat kendali kerajaan yang dibangun bersama dengan istana masjid atau bele masigi, tetapi pada zaman Belanda rumah ini hancur.
Baru pada tahun 2006, dilakukan pembangunan rumah dengan menyesuaikan arsitektur aslinya yang pernah didokumentasikan oleh Belanda.
Rumah ini memiliki tiga teras yang terletak di depan, samping kiri, dan samping kanan.
Bagian-bagian rumah memiliki ornamen ukiran yang berbeda-beda dengan makna yang berhubungan dengan kebudayaan masyakarat Tolitoli.
2. Lobo
Rumah adat Lobo biasanya digunakan untuk acara-acara adat masyarakat sekitar, seperti perayaan panen, upacara adat, sidang adat, rapat tetua adat, dan sebagai tempat pengadilan.
Kamu bisa menjumpai rumah adat ini di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Tangga rumah adat ini berada di depan dan belakang rumah.
Atapnya terbuat dari kayu langka yang dipasang melintang dan disanggah oleh sirap kayu dengan bagian puncaknya diberi daun aren atau ijuk.
Keunikan rumah adat Lobo adalah dalam pembangunannya hanya menggunakan tali rotan untuk menghubungkan antara kayu satu dengan kayu lainnya.
Hal tersebut juga memudahkan dalam bongkar pasang rumah.
3. Souraja atau Banua Oge
Rumah adat Souraja atau Banua Oge adalah rumah turun temurun keluarga bangsawan, sehingga rumah tersebut dikhususkan untuk para bangsawan.
Bentuk rumah ini adalah rumah panggung, perpaduan antara arsitektur gaya Bugis dan Kalimantan Selatan.
Terdapat sekitar 36 tiang penyangga yang tersebar di bagian teras, dapur, dan badan rumah.
Bangunan rumah adat Souraja terlihat sangat kuat atau tidak mudah rusak.
Rumah ini dibangun menggunakan kayu ulin atau kayu kapas karena memiliki daya tahan yang kuat.
Simak bagian-bagian rumahnya berikut ini.
- Serambi atau gandaria, berfungsi sebagai ruang tunggu bagi tamu.
- Ruang depan atau lonta karavana, berfungsi sebagai tempat menerima tamu laki-laki dalam pelaksanaan upacara adat.
- Ruang tengah atau lonta tatangana, berfungsi sebagai tempat musyawarah antara raja dan tokoh adat.
- Ruang belakang atau lonta rarana, berfungsi sebagai ruang makan dan kamar tidur.
Pemilihan lokasi untuk pembangunan rumah adat Souraja tidak boleh sembarangan dan hanya boleh dilakukan oleh orang yang dianggap suci.
Sebelum menebang pohon sebagai material bangunannya, masyarakat berdoa terlebih dahulu agar terhindar dari bahaya.
4. Tambi
Rumah adat Sulawesi Tengah terakhir yang kita bahas adalah rumah adat Tambi.
Rumah ini memiliki bentuk segitiga dengan filosofi terhadap relasi antara garis horizontal dan garis vertikalnya.
Garis horizontal yang menjadi alas bentuk segitiga menggambarkan hubungan antara sesama manusia.
Sementara itu, garis vertikal yang menjadi sisi kanan dan kiri segitiga menggambarkan hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta.
Keunikan Rumah Tambi adalah dibangun menghadap arah Utara atau Selatan dan tidak boleh menghadap langsung ke arah matahari atau membelakanginya.
Keunikan lainnya yaitu terdapat corak-corak hewan seperti babi, kerbau, dan ayam yang melambangkan kesuburan atau kesejahteraan.
Bagian atap Rumah Tambi biasanya terdapat kepala kerbau atau tanduk kerbau sebagai ciri khas.
Material yang digunakan dalam membangun rumah yaitu ijuk kelapa atau sawit.
Berbeda dengan rumah adat Souraja, rumah adat Tambi ini dapat digunakan oleh semua golongan masyarakat Sulawesi Tengah.
Rumah Adat Sulawesi Tenggara
1. Banua Tada
Rumah adat ini memiliki model rumah panggung yang terbuat dari kayu seperti kayu jati dan kayu nangka.
Biasanya rumah Banua Tada ditinggali oleh Suku Wolio di Pulau Buton.
Terdapat tiga macam rumah adat Benua Tada, yaitu banua tada malige, banua tada tare pata pale, dan banua tada tare talu.
Penjelasan macam-macam rumah tersebut sebagai berikut.
- Banua tada malige, digunakan sebagai tempat tinggal keluarga kerajaan yang tersusun atas dua lantai.
- Banua tada tare pata pale, yang digunakan untuk tempat tinggal pegawai dan pejabat kerajaan.
- Banua tada tare talu, merupakan rumah bagi masyarakat biasa dengan ciri khas memiliki tiga tiang.
2. Buton
Rumah adat Buton juga bisa disebut sebagai rumah adat Banua Wilio.
Rumah ini memiliki atap pelana yang bertumpang dua dan berbentuk rumah panggung.
Jumlah tiang yang digunakan untuk membangun rumah menggambarkan status sosial dari pemiliknya.
Jika jumlah tiang empat maka rumah tersebut milik masyarakat biasa, jika jumlah tiang 6 maka berarti milik bangsawan, dan jika jumlah tiang delapan maka milik seorang sultan.
Terdapat macam-macam motif yang digunakan untuk hiasan rumah adat Buton yaitu motif buah delima, motif nanas, motif bunga, motif daun, dan motif hewan dengan filosofi berbeda-beda.
3. Laikas
Rumah adat Laikas berasal dari Suku Tolaki yang mendiami beberapa daerah di Sulawesi Tenggara.
Terdiri dari tiga sampai empat lantai, rumah ini digunakan untuk menyelenggarakan acara adat.
Rumah adat satu ini dapat dikatakan besar dan dibangun hanya menggunakan material kayu tanpa material dari bahan logam.
Bagian paling bawah rumah dijadikan sebagai kandang hewan ternak dan menyimpan alat-alat untuk bertani.
Biasanya, lantai satu atau dua digunakan untuk tempat tinggal, sedangkan apabila rumah adat Laikas terdiri dari empat lantai, lantai yang paling atas digunakan untuk tempat ibadah.
Filosofi rumah adat ini yaitu bagian depan rumah dengan bentuk horizontal dan asimetris menggambarkan sifat dari masyarakat Tolaki yang dinamis dan formal.
Bagian bawah dan lantai rumah dianalogikan sebagai dada dan perut manusia, kemudian bagian atas dianalogikan sebagai punggung manusia.
Tiang rumah dianalogikan sebagai tulang punggung dan bagian atap dianalogikan sebagai wajah manusia.
4. Mekongga
Seperti rumah adat sebelumnya, rumah adat ini juga memiliki ukuran yang besar.
Bahkan, rumah adat Mekongga dibangun pada lahan seluas dua hektar.
Rumah adat Mekongga berasal dari Suku Mekongga atau Suku Raha.
Rumah adat ini dulu dibangun oleh Raja Latambaga sebagai tempat pertemuan dengan para pemangku adat.
Namun, seiring berjalannya waktu, terjadi pelapukan pada material penyusun rumah yang menyebabkan rumah rusak.
Setelah adanya pemekaran wilayah Indonesia, daerah Mekongga dijadikan kabupaten dengan nama Kabupaten Kaloka.
Sejak saat itu, masyarakat mulai membangun kembali rumah adat Mekongga dengan mempertahankan keaslian rumah.
Ciri khas rumah ini adalah memiliki tiang penyangga berjumlah 12 yang melambangkan 12 pemimpin berpengaruh di Mekongga.
Ciri khas lainnya yaitu anak tangga berjumlah 30 yang melambangkan 30 helai dari bulu sayap burung kongga.
Rumah Adat Sulawesi Utara
1. Bolaang Mongondow
Rumah adat dari Sulawesi Utara yang pertama ada Bolaang Mongondow.
Rumah ini memiliki bentuk rumah panggung seperti kebanyakan rumah adat lainnya di Pulau Sulawesi.
Keunikan rumah adat Bolaang Mongondow yaitu bentuk atapnya melintang dan memiliki bubungan yang lancip atau curam.
Bagian rumah terdiri dari ruang depan, ruang tengah, ruang tidur, dan ruang makan.
Rumah ini digunakan sebagai tempat tinggal masyarakat sekitar.
2. Walewangko
Sama seperti rumah adat sebelumnya, rumah ini memiliki bentuk rumah panggung dengan bagian atapnya dilapisi daun rumbia.
Tiang penyangga yang digunakan berjumlah 16 sampai 18 tiang.
Tangga rumah adat ini berada di samping kiri dan kanan yang dipercaya dapat mengusir roh jahat.
Jika ada roh jahat yang masuk melalui salah satu tangga, maka roh tersebut akan segera keluar dari tangga lainnya.
Rumah adat Walewangko dipercantik dengan ornamen-ornamen yang berkaitan dengan kebudayaan Suku Minahasa seperti motif flora, fauna, dan alam.
Wah, banyak sekali ya jenis-jenis rumah adat di Sulawesi.
Kamu ingin berkunjung di rumah adat yang mana, nih?
Jangan lupa tetap patuhi aturan yang berlaku saat berkunjung ya!
Semoga penjelasan mengenai rumah adat di Sulawesi ini bisa bermanfaat dan menambah pengetahuan.