Arsitektur rumah adat Kalimantan Selatan telah berumur ratusan tahun. Karakteristik umum rumah-rumah adat ini adalah terdapat bubungan atap yang cukup tinggi dan berbentuk prisma. Beberapa diantaranya berupa rumah panggung di darat atau berada di atas air dengan menggunakan tiang-tiang pancang. Tak hanya sebatas tempat tinggal, rumah adat masyarakat Kalimantan Selatan memiliki makna filosofis dan nilai religius.
Berikut kami ulas sejarah rumah adat suku Banjar, jenis-jenis rumah adat dari Kalimantan Selatan beserta bagian-bagian dari rumah, dan makna yang terkandung di dalam bangunan tersebut.
Sejarah Rumah Adat Suku Banjar
Rumah adat Suku Banjar diperkirakan sudah dibangun sejak abad ke-16 ketika Kalimantan Selatan berada di bawah kekuasaan Pangeran Samudera. Sang raja semulanya beragama Hindu dan kemudian menganut ajaran Islam, mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah dengan gelar Panembahan Batu Habang. Ia adalah pencetus Rumah Banjar.
Pada awalnya, bangunan rumah memiliki arsitektur berbentuk segi empat memanjang ke depan. Setelah bertahun-tahun, ia berkembang dari bentuk segi empat tersebut menjadi segi empat yang ditambah dengan samping kiri dan kanan bangunan dan agak ke belakang ditambah dengan sebuah ruangan yang berukuran sama panjang. Penambahan ini dalam bahasa Banjar disebut disumbi. Sisi samping kanan dan kiri ini disebut pisang sasikat dalam Bahasa Banjar atau anjung dalam Bahasa Indonesia dan tampak menempel menganjung keluar.
Semenjak itu, rumah masyarakat Suku Banjar lebih populer dikenal dengan nama Rumah Baanjung (Ba’anjung) atau rumah beranjung. Rumah Baanjung merupakan nama kolektifnya. Sedangkan untuk menamakan rumah sendiri sering disebut Rumah Bahari atau Rumah Banjar.
Tadinya, rumah ini hanya dikhususkan untuk dibangun di sekitar keraton Banjar, tuk menjadi tempat tinggal raja dan para petinggi kerajaan. Pada perkembangan selanjutnya, bangunan rumah ini menjamur ke daerah lain di luar area keraton. Lalu pada akhirnya, Rumah Baanjung tak lagi menjadi ciri khas kesultanan Banjar, melainkan menjadi ciri khas rumah penduduk daerah Banjar.
Jenis Rumah Adat Kalimantan Selatan
Bangunan rumah adat Kalimantan Selatan tidak hanya sebagai tempat tinggal masyarakat biasa, tetapi ada yang dikhususkan untuk lelaki, raja, putri, gudang, dan lain-lain. Yuk, kita ketahui 12 jenis rumah atau bangunan tradisional khas Kalimantan Selatan.
1. Rumah Bubungan Tinggi
Inilah dia rumah yang menjadi maskot rumah adat di Kalimantan Selatan. Jenis rumah ini adalah yang paling terkenal se-Kalimantan Selatan. Rumah dengan nama lengkap Rumah Ba’anjung Pisang Sasikat Muka Ba’atap Sindang Langit Babubungan Tinggi.
Ini mirip dengan rumah tradisional Suku Betawi, yaitu Rumah Bapang. Bedanya, Rumah Bubungan Tinggi dibangun dengan konstruksi panggung dan memiliki anjung pada kiri dan kanan bangunannya.
Sesuai dengan namanya, Rumah Bubungan Tinggi terkenal karena puncak atapnya atau bubungannya yang disebut sindang langit (keseluruhan atap yang menutupi rumah berbentuk melancip dan sangat tinggi). Tangga rumah selalu ganjil karena dipercaya dapat membawakan rezeki bagi seisi rumah.
Mari kita bedah runagan-ruangan di dalamnya, di antaranya:
- Palatar atau pendopo atau teras. Ia adalah ruangan depan yang merupakan ruangan rumah yang pertama setelah menaiki tangga masuk. Ukuran luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter. Palatar sering disebut juga pamedangan.
- Pacira, yaitu ruang transisi yang terbagi dua bagian yaitu pacira dalam dan pacira luar. Pacira dalam berfungsi untuk menyimpan alat pertanian, menangkap ikan dan pertukangan. Kedua pacira ini hanya dibedakan oleh posisinya saja. Pacira luar tepat berada di muka pintu depan (lawang hadapan).
- Panampik kacil, yaitu ruang tamu muka merupakan ruangan yang agak kecil setelah masuk melalui lawang hadapan yaitu pintu depan. Permukaan lantainya lebih tinggi daripada lantai palatar. Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter. Ambang lantai di sini disebut watun sambutan.
- Panampik tangah, yaitu ruang tamu tengah merupakan ruangan yang lebih luas dari panampik kacil. Lantainya juga lebih tinggi dari ruang sebelumnya. Ambang lantai ini disebut watun jajakan.
- Panampik basar atau ambin sayup, yaitu ruang tamu utama merupakan ruangan yang menghadap ke dinding tengah atau disebut juga tawing halat. Permukaan lantainya lebih tinggi pula dari lantai sebelumnya. Luas ruangannya 7 x 5 meter. Ambang lantainya disebut watun jajakan, sama dengan ambang lantai pada panampik tangah.
- Palidangan atau ambin dalam, yaitu ruang bagian dalam rumah yang berbatas dengan panampik basar. Lantai palidangan sama tinggi dengan lantai panampik basar, tapi ada juga beberapa rumah yang membuat lantai panampik basar lebih rendah dari lantai palidangan. Luas ruangan ini 7 x 7 meter. Karena dasar kedua pintu yang ada di tawing halat tidak sampai ke dasar lantai maka ambang lantai atau watun di sini disebut watun langkahan. Di dalam ruangan palidangan ini terdapat tiang-tiang besar yang menyangga bubungan tinggi berjumlah 8 batang. Tiang-tiang ini disebut tihang pitugur atau tihang guru.
- Panampik dalam atau panampik bawah, yaitu ruangan dalam yang cukup luas dengan permukaan lantai lebih rendah daripada lantai palidangan dan sama tingginya dengan permukaan lantai panampik tangah. Luas ruang 7 x 5 meter. Ambang lantai ini disebut pula dengan watun jajakan.
- Padapuran atau padu, yaitu ruangan terakhir bagian belakang bangunan. Permukaan lantainya lebih rendah pula dari panampik bawah. Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter. Ambang lantainya disebut watun juntaian. Kadang-kadang watun juntaian itu cukup tinggi sehingga sering di tempat itu diberi tangga untuk keperluan naik dan turun. Ruangan padapuran ini dibagi atas bagian atangan atau tempat memasak dan salaian atau tempat mengeringkan kayu api, pajijiban atau tempat mencuci piring dan pagaduran atau tempat mencuci pakaian.
2. Rumah Palimasan
Rumah Banjar tipe Palimasan digunakan sebagai rumah bendaharawan kerajaan. Ia bertugas menjaga emas, perak, dan keuangan sekaligus tinggal di rumah tersebut. Rumah Palimasan dijaga ketat oleh prajurit kesultanan. Jika terjadi sesuatu maka sang bendahara yang akan pertama disalahkan.
Pada Rumah Palimasan semua bagian atapnya menggunakan atap perisai sehingga membentuk atap limas. Jika terdapat anjung, atapnya juga berbentuk perisai. Tata letak rumah ini di jalan berada tegak lurus dengan jalan raya atau jalan rumah.
3. Rumah Gajah Baliku
Rumah tradisional Suku Banjar ini adalah rumah yang dibangun sebagai tempat tinggal warit raja atau keturunan garis utama raja atau bubuhan para gusti pada masa Kesultanan Banjar. Dengan kata lain, pemilik rumah ini adalah wali Sultan jika semisal terjadi sesuatu kepadanya dan butuh pengganti Sultan.
Pada Rumah Bubungan Tinggi, keadaan lantainya berjenjang. Sedangkan pada Rumah Gajah Baliku keadaan lantai ruang paluaran atau ruang tamu tidak berjenjang. Atap Rumah Gajah Baliku berbentuk atap jurai atau atap perisai memakai konstruksi kuda-kuda. Bubungan atap juga tinggi sama seperti Rumah Bubungan Tinggi.
Jadi, kesimpulannya rumah tradisional wali raja ini serupa dengan Rumah Bubungan Tinggi. Hanya saja berukuran lebih kecil dan ruangan tidak sebanyak Bubungan Tinggi seperti tidak terdapatnya panampik kacil atau ruang tamu muka.
4. Rumah Gajah Manyusu
Yang berbeda dari tipe-tipe rumah adat Kalimantan Tengah lainnya adalah dari atapnya. Atap yang digunakan Rumah Gajah Manyusu adalah atap perisai buntung, yakni atap yang menyerupai perisai tetapi seolah-olah terpancung sebagian di depannya. Atap ini sering disebut juga hidung bapicik.
Dilansir dari Tribun News, Tim Museum dan Purbakala Depdikbud Kalsel menyebutkan bahwa Rumah Gajah Manyusu memiliki bentuk sampai dengan anjung sama dengan Gajah Baliku. Yang berbeda adalah adalah bagian padu. Panampik padu diberi dua buah ambin sayup yang bentuknya lebih kecil dari anjung dan lebih rendah letaknya.
5. Rumah Balai Bini
Sesuai dengan namanya, Rumah Balai Bini dibangun dengan tujuan sebagai rumah untuk para putri raja, perempuan kerabat kerajaan, atau kerabat dari pihak perempuan (putri atau permaisuri). Rumah Balai Bini juga dapat ditempati oleh para perempuan pengasuh kerajaan. Atap rumah menggunakan atap gajah atau atap perisai dan sayap rumah atau anjung menggunakan pisang sasikat.
6. Rumah Balai Laki
Kalau tadi Rumah Balai Bini dikhususkan untuk para perempuan kerajaan, Rumah Balai Laki dibangun untuk rumah hunian para laki-laki punggawa atau penggawa mantri dan para prajurit pengawal keamanan Kesultanan Banjar. Atapnya menggunakan atap pelana. Sayap bangunan atau anjung menggunakan atap pisang sasikat. Dibangun tegak lurus dengan jalan raya, tidak sejajar dengan sisi panjang jalan.
7. Rumah Tadah Alas
Sekilas, Rumah Tadah Alas mirip dengan Rumah Balai Bini. Ini bukan sekedar kebetulan, namun memang Rumah Tadah Alas adalah perkembangan dari Rumah Balai Bini. Ia menambahkan satu lapis atap perisai sebagai kanopi paling depan di mana hal tersebut tidak ada di Rumah Balai Bini.
Nah Selasares, Atap kanopi ini yang disebut tadah alas dalam Bahasa Banjar. Fungsinya juga serupa dengan Balai Bini, yakni sebagai tempat kedua untuk para perempuan kerajaan tinggal.
8. Rumah Palimbangan
Jika Rumah Tadah Alas adalah perkembangan dari Rumah Balai Bini, maka Rumah Palimbangan adalah perkembangan dari Rumah Balai Laki. Ia dibangun sebagai tempat tinggal untuk para tokoh adat, tokoh agama atau ulama. Bubungan atap berbentuk atap pelana dengan tebar layar yang disebut tawing layar.
Kebanyakan rumah Palimbangan tidak menggunakan anjung. Namun jika memakai anjung maka atapnya juga menggunakan atap pelana dengan tawing layar menghadap ke depan. Pada teras depan ditutup dengan atap sindang langit. Berbeda dengan Rumah Balai Laki yang menggunakan atap pelana model anjung pisang sasikat.
Ukuran rumah ulama ini juga lebih besar dibandingkan rumah lelaki kerajaan. Sekarang, Rumah Palimbangan dihuni juga oleh golongan saudagar dan kaum borjuis selain oleh kaum ulama.
9. Rumah Cacak Burung
Rumah tradisional satu ini ditandai dengan adanya simbol bentuk cacak burung. Cacak burung berarti sebuah simbol atau tanda magis penolak malapetaka dan hal-hal negatif yang berbentuk tanda + (positif). Ia merupakan rumah hunian untuk rakyat biasa yang umumnya berprofesi sebagai petani, buruh atau pekerja, dan pedagang. Atapnya berbentuk pelana dan rumah induk memanjang dari muka ke belakang.
10. Rumah Lanting
Uniknya, Rumah Lanting adalah rumah panggung yang dirakit mengapung di atas sungai. Ketika kapal-kapal berlabuh dan berlayar di sungai, gelombangnya bisa menggoyangkan rumah sedikit. Tak perlu khawatir karena sudah menjadi hal biasa bagi masyarakat dan rumah tetap kokoh meskipun demikian. Ini dikarenakan adanya landasan pelampung berupa tiga balok bambu yang ditancapkan di dasar sungai.
Atapnya berbentuk pelana. Rumah ini terdapat di sepanjang sungai-sungai Kalimantan Selatan namun sekarang sudah banyak ditinggalkan oleh pemiliknya dan semakin langka menemukan rumah ini. Bagaimana Selasares? Ingin mencoba sensasi tinggal di rumah yang memacu adrenalin? Ha ha.
11. Rumah Bangun Gudang
Bangun gudang adalah salah satu jenis rumah adat Kalimantan Selatan beratap perisai dengan serambi pamedangan kecil di tengah-tengah rumah. Ia dibangun sebagai tempat penyimpanan barang. Namun, jika dalam keadaan mendesak juga berfungsi sebagai rumah darurat. Rumah Bangun Gudang memiliki tiga pintu masuk yaitu satu dari tengah, dari samping kiri dan dari samping kanan pamedangan.
12. Rumah Joglo Gudang
Sering juga dipanggil Rumah Limasan Banjar, Rumah Joglo Gudang adalah rumah Banjar yang bercirikan atap trapesium seakan-akan membentuk piramida. Ia tidak memiliki anjung atau sayap bangunan.
Secara etimologi berasal dari kata joglo dan gudang. Dinamakan Rumah Joglo karena mirip dengan Rumah Joglo dari Suku Jawa. Namun, perbedaannya terletak pada gudang yang berada di kolong rumah panggung. Ia dipergunakan sebagai gudang untuk menyimpan hasil hutan, karet yang merupakan komoditas perdagangan pada zaman dulu.
Di Banjarmasin tepatnya Desa Penghulu, Marabahan, Barito Kuala, rumah jenis ini banyak ditempati orang Tionghoa-Banjar. Rumah Joglo Gudang merupakan salah khasanah kekayaan arsitektur daerah Kalimantan Selatan yang pernah berkembang pada masa lampau.
Bagian-Bagian Rumah
1. Kerangka
Membuat rumah adat Banjar, pertama masyarakat mengukur dengan patokan ukuran tradisional depa atau tapak kaki. Ukurannya juga harus ganjil karena dipercaya memiliki nilai magis.
2. Pondasi
Kondisi lingkungan yang berawa-rawa, sungai, dan hutan belantara menjadi alasan rumah-rumah masyarakat zaman dahulu harus menggunakan bentuk panggung. Tiang-tiang yang menopang rumah amatlah penting. Ia konstruksi dasar setelah kerangka rumahnya. Biasanya menggunakan kayu ulin, kapur naga, atau galam.
3. Lantai
Lantai kayu rumah-rumah tradisional disebut juga lantai jarang atau ranggang. Sedangkan ada juga lantai biasa di ruangan-ruangan kamar. Lantai Ranggang ini biasanya terdapat di surambi muka, anjung jurai dan ruang padu, yang merupakan tempat pembasuhan atau pambanyuan.
4. Dinding
Bahan dinding terbuat dari kayu ulin yang terkenal kuat dan bisa menyejukkan rumah. Dindingnya terdiri dari papan yang dipasang dengan posisi berdiri, sehingga di samping tiang juga diperlukan turus tawing dan balabad untuk menempelkannya.
5. Atap
Atap rumah adat Banjar sangat bervariasi, mulai dari atap prisma hingga atap perisai. Atap-atap Rumah Baanjung terbuat dari anyaman daun rumbia dicampur dengan sirap dengan bahan kayu ulin. Ia juga menjadi ciri khas rumah adat di Kalimantan Selatan
6. Ornamen
Hiasan yang biasa dimunculkan dalam Rumah Bahari berupa ukiran-ukiran. Karena dipengaruhi oleh budaya Islam, motif yang terukir adalah motif floral, yakni motif dedaunan dan bunga-bunga. Motif binatang juga ditunjukkan dalam bentuk burung enggang gading atau rangkong gading dan naga.
Makna Rumah Bagi Masyarakat
Pemisahan jenis dan bentuk Rumah Banjar sesuai dengan filsafat dan religi yang bersumber pada kepercayaan kaharingan pada Suku Dayak bahwa alam semesta yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu alam atas dan alam bawah. Rumah Bubungan Tinggi merupakan lambang mikrokosmos dalam makrokosmos yang besar. Penghuni seakan-akan tinggal di bagian dunia tengah yang diapit oleh dunia atas dan dunia bawah.
Di rumah mereka hidup dalam keluarga besar. Sedangkan kesatuan dari dunia atas dan dunia bawah melambangkan mahatala atau suami dan jata atau istri.
Sekian cerita tentang rumah adat khas Kalimantan Selatan. Selasares ingin mencoba tinggal di Rumah Bubungan Tinggi? Atau tinggal di atas sungai di Rumah Lanting? Ha ha ha. Oiya, jika ingin tahu lebih dalam lagi, cek masing-masing rumah hanya di Selasar.