Indonesia bisa dikatakan mempunyai beragam budaya unik yang mampu menyedot perhatian dunia.
Salah satu budaya itu adalah rumah adat honai, yang sekilas memiliki bentuk menyerupai jamur raksasa.
Nah, karena keunikan inilah banyak wisatawan yang tertarik untuk berkunjung ke sana.
Tapi, sebelum liburan ke Papua, bagaimana sih sebenarnya bentuk rumah honai yang seunik ini?
Biar tidak penasaran lagi, berikut kami ulas rumah adat honai yang bisa bikin orang jadi terpukaunya.
Happy reading, guys!
Mengenal Rumah Adat Honai
1. Sejarah Singkat
Rumah adat Honai merupakan rumah tradisional yang dihuni oleh Suku Dani, yang hidup di Lembah Baliem, Wamena, Papua.
Sebelum ditemukannya rumah adat Honai, masyarakat Suku Dani hidup di bawah pohon-pohon berukuran besar.
Hal ini dilakukan masyarakat setempat demi berlindung dari cuaca dingin, terutama saat malam hari.
Di tempat ini, mereka mengumpulkan kayu dan rumput kering dalam jumlah yang banyak, untuk mendirikan rumah yang bisa menahan hujan dan hawa dingin.
Warga Suku Dani melaksanakan proses pembangunan ini dengan sistem gotong royong.
Semua material memakai bahan yang ada di alam dan didatangkan dari tengah hutan.
Dinding rumah sengaja dibuat tanpa dilengkapi jendela dan hanya ada satu pintu untuk akses keluar/masuk.
Hal ini memiliki tujuan supaya hawa dingin dari luar bisa tertahan dan tidak masuk ke dalam.
Honai sendiri berasal dari kata “hun” yang bermakna laki-laki, dan “ai” yang artinya rumah, yakni rumah yang dihuni oleh para lelaki.
Sebab, rumah ini hanya diperuntukkan untuk dihuni kaum lelaki Suku Dani saja.
2. Lokasi
Honai adalah rumah tradisional yang dibangun oleh suku-suku yang hidup di pegunungan tengah Papua, seperti Suku Dani, Suku Lani, Suku Yali, dan suku-suku lainnya.
Suku Dani adalah suku yang mendiami lembah di wilayah Kabupaten Jayawijaya, Papua Barat, yang bernama Lembah Baliem.
Di Lembah Baliem sendiri, kurang lebih berdiri 5 hingga 6 rumah adat honai.
Suku ini adalah suku yang suka hidup berkelompok dalam satu kesatuan kelompok teritorial.
Cara hidupnya dengan bercocok tanam serta berpindah tempat.
Nah, lokasi hunian Suku Dani ini punya karakteristik yang dikelilingi pegunugan dan perbukitan dengan ketinggian 2.500 meter di atas permukaan air laut, sehingga cuacanya terkenal cukup dingin.
Cuaca ini berkaitan dengan bentuk rumah adat Honai, yang sebenarnya adalah bentuk adaptasi masyarakat setempat untuk bertahan di tengah cuaca dingin ini.
3. Bentuk
Rumah adat Honai dikenal memiliki bentuk yang cukup menarik sebab menyerupai bentuk jamur raksasa.
Sebenarnya, bentuk ini sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis alam sekitar yang terkenal dengan cuaca yang dingin.
Bentuk yang membulat ini hanya difungsikan untuk menghalau hawa dingin tersebut, tanpa pertimbangan fungsi lainnya.
Selain itu, rumah ini juga tidak memiliki jendela, dengan tujuan untuk memaksimalkan fungsi penahan rasa dingin tersebut.
Tapi, secara tidak langsung, bentuk yang sederhana ini juga tak lepas dari fakta bahwa Suku Dani adalah suku yang hidup nomaden atau suka berpindah-pindah tempat.
Dengan demikian, dengan kesederhanaan bentuk rumahnya, akan memudahkan mobilisasi warga Suku Honai dalam berpindah tempat.
4. Dimensi
Rumah adat Honai terkenal dengan bangunannya yang kecil dan ruangan yang sempit.
Rata-rata, untuk sebuah rumah Honai dibangun dengan tinggi antara 2,5 meter hingga 5 meter saja.
Hal ini berhubungan dengan letak rumah honai yang berada di pegunungan.
Sehingga, rumah ini dibuat pendek saja untuk menghindari angin.
Sementara, untuk diameternya berkisar anatara 4 meter hingga 5 meter.
5. Material
Material yang dipakai dalam pembangunan rumah adat Honai, 100% mengambil dari alam.
Hal ini berdampak pada minimnya biaya yang dikeluarkan, serta tetap bisa menjaga kelestarian lingkungan.
Misalkan saja, bagian dinding rumah honai terbuat dari tumpukan-tumpukan kayu besi.
Sementara, untuk lantainya dibuat dari tumpukan rumput yang sudah kering.
Dan untuk atapnya, disusun dari tumpukan-tumpukan jerami kering dalam jumlah yang tebal.
Sebagai pengikat, Suku Dani memakai tali atau rotan yang diambil dari hutan.
6. Daya Tampung
Untuk 1 buah bangunan rumah adat Honai, rata-rata bisa ditinggali oleh 5-10 orang penghuni.
Uniknya, karena bangunannya kecil, warga Suku Dani ini memiliki kebiasaan tidur dalam posisi melingkar, yakni bagian kepala ada di tengah ruangan, dan kaki diletakkan di sisi luar.
Kebiasaan ini bukan saja dilakukan oleh kaum laki-laki, tapi juga dijalani oleh kaum perempuan Suku Dani.
Jenis-jenis Honai
Jenis Honai bisa dibedakan menjadi 2, yakni honai laki-laki dan honai perempuan.
Honai laki-laki berukuran lebih besar dibandingkan honai perempuan, sebab rumah ini biasa dipakai untuk lokasi pertemuan dan penerimaan tamu.
Kepala keluarga, kerabat dan keluarga laki-laki, serta anak laki-laki yang sudah berumur lebih dari 5 tahun tinggal di Honai laki-laki ini.
Walaupun di desain tanpa jendela, khusus honai laki-laki ini terkadang dilengkapi sebuah jendela kecil, yang fungsinya untuk mengetahui apabila ada tamu yang datang berkunjung.
Tak hanya itu, jendela sempit ini juga dipakai untuk memonitoring bila sewaktu-waktu musuh datang menyerang.
Sedangkan honai perempuan, memiliki ukuran yang lebih kecil, karena fungsinya sebagai tempat tidur anak-anak dan wanita.
Sebenarnya, honai perempuan ini memiliki nama resmi Ebe’ai, karena istilah Honai hanya dipakai untuk tempat tinggal kaum pria.
Bagi masyarakat Suku Dani, Ebe’ai juga difungsikan untuk mendidik anak-anaknya serta para remaja agar bisa mengerjakan tugas-tugas umum kaum hawa, seperti memasak dan mengurus anak.
Pada Ebe’ai ini sama sekali tidak ada jendela, jadi kondisi di dalamnya cukup remang-remang bahkan gelap sama sekali.
Untuk keperluan hidupnya, masyarakat Suku Dani terbiasa membangun minimal 3 buah Honai.
Honai pertama, dipakai untuk tempat istirahat dan tempat tidur.
Honai kedua, dimanfaatkan untuk lokasi makan bersama, di mana warga Suku Dani ini memang dikenal suka makan ramai-ramai.
Honai ketiga, adalah rumah yang dibangun untuk kandang ternak.
Fungsi Honai
Selain berfungsi sebagai tempat tinggal Suku Dani, rumah adat Honai juga punya fungsi-fungsi yang lain.
Fungsi ini antara lain adalah sebagai berikut.
- Lokasi untuk menyimpan peralatan berburu dan peperangan.
- Lokasi untuk mendidik anak laki-laki supaya tumbuh menjadi orang yang kuat ketika dewasa dan berguna untuk perkembangan sukunya.
- Lokasi untuk membuat strategi perang, apabila sewaktu-waktu terjadi perang.
- Lokasi penyimpanan simbo-simbol dan peralatan adat yang sudah menjadi warisan turun-temurun.
Filosofi
Meskipun terlihat sederhana, ternyata rumah adat honai menyimpan berbagai filosofi yang sudah diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyangnya.
Fisik rumah honai berbentuk melingkar, hal ini mencerminkan nilai-nilai kesatuan Suku Dani yang harus dipertahankan dalam mewariskan budaya nenek moyang.
Bentuk melingkar ini juga bermakna supaya warga Suku Dani tetap sehati, sepikiran, serta memiliki tujuan yang sama dalam menyeleseikan berbagai pekerjaan.
Tak berhenti di situ, bentuk bulat utuh dari rumah adat ini juga mengandung simbol martabat serta kepribadian Suku Dani yang mesti dijaga turun-temurun oleh anak cucu yang akan datang.
Lantai rumah honai yang hanya beralas jerami dan rumput kering, mengilustrasikan kesederhanaan hidup Suku Dani.
Ketiadaaan kursi di rumah ini, membuat tamu-tamu yang datang dipersilakan duduk lesehan di atas jerami.
Hal ini menunjukkan, kebersamaan yang begitu erat di tengah-tengah kehidupan suku ini.
Yang terakhir, untuk bagian atap rumah ini terbuat dari tumpukan jerami dan ilalang yang tetap berguna meski sudah kering.
Simbol ini mencerminkan keyakinan hidup Suku Dani yang tak pernah mati, tetap kuat, kritis, dan terus mandiri.
Konstruksi
Umumnya, konstruksi bangunan rumah Honai ini ada 3 bagian, yakni struktur bawah atau sub stucture, struktur tengah atau middle structure, dan struktur atas atau upper structure.
1. Struktur Bawah
Yang dimaksud struktur bawah ini adalah bagian pondasi dan semua struktur yang ada di bawah permukaan tanah, seperti susunan tiang, sistem ikatan, dan konstruksi lantai.
Untuk bagian lantainya, dibangun dengan alas jerami atau rumput yang sudah kering, yang akan diganti secara berkala jika sudah kotor atau rusak.
Lantai yang beralaskan jerami ini melambangkan kesederhanaan untuk masyarakat Suku Dani.
Di dalamnya juga tidak terdapat kursi untuk para tamu yang datang berkunjung, melainkan tamu ini akan dipersilakan duduk lesehan juga di lantai tersebut.
2. Struktur Tengah
Secara umum, yang dimaksud struktur tengah ini adalah bagian rumah yang terletak di atas tanah dan di bawah atap.
Honai dibangun dengan dua lantai, di mana lantai pertama untuk tempat bersantai dengan dikelilingi perapian, dan terkadang dipakai juga untuk tidur.
Sementara, lantai atas atau lantai panggung, dimanfaatkan untuk menyimpan berbagai benda berharga dan tempat tidur.
Bangunan Honai sengaja dibangun dalam ukuran kecil dan sempit serta tanpa jendela karena memiliki tujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua yang bisa mencapai 10-15 derajat celcius di malam hari.
Nah, untuk melawan hawa dingin ini, di tengah rumah juga dibangun sebuah pembakaran api unggun yang dimanfaatkan untuk menghangatkan badan.
Dengan tinggi bangunan yang hanya 2,5 meter, lantai dasar dan lantai satu dihubungkan oleh seuah tangga yang dibuat dari pohon bambu.
Anggota keluarga laki-laki tidur di lanta dasar dalam posisi melingkar, sementara untuk anggota keluarga perempuan tidur di lantai satu.
Sebagai kolom utama, masyarakat setempat memasang 4 pohon muda yang diikat di atas dan ditancapkan secara vertikal ke bawah.
Bertempat di lantai satu inilah, akan terbentuk ruang di antara 4 kolom tadi yang nantinya akan digunakan sebagai tempat menaruh perapian.
Untuk akses masuk dan keluar, ada sebuah pintu kecil yang dipasang dengan ukuran kecil dan pendek.
Saking pendeknya, penghuni rumah harus membungkuk untuk sekedar keluar atau masuk ke dalam rumah.
Dindingnya dibuat dari papan kayu yang masih kasar, yang disusun dalam bentuk melingkar dengan 2 lapisan.
Dinding ini didesain tanpa jendela, dengan tinggi berkisar antara 2,5 hingga 5 meter dan berdiameter 4 hingga 6 meter.
Ketiadaan jendela ini dimaksudkan untuk menjaga hawa di dalam rumah tetap hangat, serta untuk menjaga keamanan dari serangan binatang.
Di rumah ini hanya ada jendela-jendela kecil yang difungsikan untuk tempat masuk cahaya matahari di dalam ruangan.
Tiang rumah dibuat dari Kayu Besi, yang kuat dan tidak mudah lapuk.
3. Struktur Atas
Yang dimaksud dengan struktur atas adalah bagian kerangka atap serta atapnya sendiri.
Rumah adat Honai punya ciri khas dari atapnya yang berbentuk melengkung atau domb.
Atap yang bulat kerucut ini dirancang untuk menghindari tiupan angin yang kencang serta cuaca sekitar yang dingin.
Bentuk yang demikian juga dimaksudkan untuk melindungi bagian permukaan dinding supaya tidak terkena air saat turun hujan.
Atap ini dibuat dengan cara disusun dalam bentuk lingkaran besar, yang kerangkanya berasal dari kayu yang dibakar di tanah, lalu diikat di bagian atasnya sampai membentuk dome.
Sebagai penutup, kerangka atap ini akan ditumpuk dengan lapisan jerami yang tebal, yang akan memberi efek hangat juga di malam hari.
Hal ini dimungkinkan, sebab jerami bersifat ringan dan lentur, dan jika disusun dalam jumlah yang banyak bisa menghalangi masuknya angin ke dalam rumah.
Keunikan
Sebagai rumah adat Suku Dani di Papua, honai memiliki beberapa keunikan tersendiri.
Di antara keunikan-keunikan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Selain Honai, Ada Juga Ebe’ai
Sebetulnya, Honai adalah istilah yang dipakai untuk penyebut rumah yang dihuni oleh kaum laki-laki dewasa Suku Dani.
Sementara, untuk menyebut nama rumah hunian kaum perempuan ada istilah Ebe’ai.
2. Perempuan Tidak Diperbolehkan Masuk Honai
Ada larangan bagi kaum wanita untuk memasuki rumah Honai.
Walaupun perempuan tersebut adalah istri atau anak dari salah satu kaum laki-laki yang menghuni honai, larangan ini tetap berlaku.
Honai hanya bisa dimasuki oleh kaum laki-laki saja menurut peraturan Suku Dani.
Untuk pasangan laki-laki dan perempuan yang ingin menjalin hubungan suami-istri hanya diperkenankan di Ebe’ai saja, yakni saat tidak ada siapa pun di dalamnya.
Jadi, kesimpulannya, honai ini tetap tidak boleh dimasuki kaum perempuan apapun alasannya.
Peraturan ini sudah menjadi tradisi yag
3. Tidak Boleh Sembarang Dibangun
Rumah adat Honai hanya diperbolehkan didirikan oleh kaum laki-laki saja.
Sementara, untuk jadwal pembangunannya juga harus dihitung secara terperinci, yang bertujuan untuk menghindari adanya hambatan karena faktor cuaca maupun ancaman dari bencana alam.
Peraturan lain yang mesti diikuti juga adalah soal penempatan pintu rumah, yang hanya diperbolehkan menghadap arah matahari terbit atau arah matahari tenggelam.
Hal ini menjadi penting bagi warga setempat, karena bisa membuat penghuninya lebih siaga terhadap bahaya kebakaran atau saat musuh datang menyerang.
4. Dipakai untuk Pengasapan Mumi
Untuk suku yang hidup di pedalaman, contohnya seperti di Desa Keluru dan Desa Aikima, rumah adat Honai juga dimanfaatkan sebagai tempat untuk pengasapan mumi manusia.
Pengasapan jasad manusia ini bertujuan supaya mayat manusia yang telah mati jadi lebih awet.
Tapi, bukan sembarang orang yang diasapkan ini, melainkan jasad orang-orang yang disakralkan semacam tokoh-tokoh pemuka adat atau kepala suku saja.
5. Digunakan untuk Menyimpan Hasil Ladang
Mata pencaharian utama dari warga Suku Dani adalah bercocok tanam di ladang.
Hasil bumi yang didapatkannya antara lain ubi manis dan beragam jenis umbi-umbian yang lain.
Sebagai tempat penyimpanan, terkadang masyarakat setempat juga memanfaatkan Honai.
Biasanya, hal ini dilakukan untuk menyemarakkan panen raya yang digelar dengan mengadakan pesta bakar batu.
Nah, itulah tadi ulasan asyik tentang rumah adat honai yang terkenal dari tanah papua itu.
Jika kamu ada pertanyaan seputar rumah adat honai ini, silakan ketikkan di kolom komentar di bawah, ya.
Jangan lupa untuk like dan share juga, supaya teman-temanmu ikut membaca artikel yang menarik ini.