Menurut data, terdapat tujuh suku yang merupakan asli Kalimantan, salah satunya adalah Suku Dayak. Suku Dayak sendiri sebenarnya adalah nama sebutan yang diberikan oleh penjajah kepada mereka yang ada di pedalaman Pulau Kalimantan atau Borneo.
Suku Dayak ini kemudian mempunyai enam rumpun: rumpun Murut, rumpun Iban, rumpun Apokayan (Dayak Kayan, Bahau, dan Kenyah), rumpun Ot Danum-Ngaju, dan juga rumpun Punan.
Dari seluruh rumpun ini, Dayak Punan adalah rumpun yang paling tua yang mendiami Pulau Kalimantan dan rumpun sisanya merupakan hasil asimilasi antara kelompok Proto Melayu dan Dayak Punan.
Selain itu, Suku Dayak juga tercatat mempunyai lebih dari 405 sub-etnis.
Beberapa contoh diantaranya adalah Dayak Maanyan Banua Lima, Dayak Abal, dan Dayak Kenyah.
Meskipun jumlahnya ratusan, sub-etnis Suku Dayak mempunyai ciri yang sama dan bisa dilihat dari beberapa sisi, seperti mata pencaharian, seni tari, hasil budaya material, sumpit, termasuk rumah adat panjang.
Dimana salah satu hasilnya yaitu rumah adat di Kalimantan disebut Rumah Dayak.
Simak macam Rumah Adat Dayak berikut ini.
Macam-Macam Rumah Adat Dayak
Apa saja jenis rumah adat Dayak dan apa saja bentuk ciri khas nya?
Nah, berikut adalah pembahasan mengenai macam-macam rumah adat Dayak yang dilengkapi dengan foto, gambar, dan penjelasannya.
1. Rumah Betang
Rumah Betang adalah bangunan adat Kalimantan Tengah (Kalteng) dan juga secara khusus merupakan rumah adat Suku Dayak Ngaju.
Pada umumnya, struktur bangunan ini berupa rumah panggung dengan tinggi lantai mencapai lima meter dari permukaan tanah.
Struktur bangunan Rumah Betang yang tinggi ini dianggap sebagai upaya adaptasi terhadap lingkungan, khususnya untuk menghindari banjir di hulu sungai pada musim penghujan, mengindari serangan dari binatang liar, dan juga untuk berlindung dari ancaman musuh.
Di samping itu, selain sebagai tempat tinggal, rumah tradisional Betang ini juga mengandung filosofi tentang kebersamaan dan kekeluargaan.
Rumah Betang dianggap sebagai cerminan masyarakat yang melakukan kegiatan sehari-hari secara bersamaan, namun tetap diatur dengan sebuah sistem yang disepakati bersama dan diatur dalam hukum adat.
Rumah Betang ini sendiri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
· Rumah Radakng
Bangunan tradisional Radakng ini merupakan rumah adat milik Suku Dayak Kanayatn di Provinsi Kalimantan Barat.
Keberadaan rumah adat ini salah satunya dapat ditemukan di Jalan Sultan Syahrir, Kota Baru, Pontianak, serta baru berdiri selama enam tahun.
Bangunan ini menggunakan konsep rumah panggung yang lengkap dengan tiang-tiang penyangga.
Lebar bangunan ini mencapai lima meter, panjang sekitar 140 meter dan tingginya mencapai tujuh meter.
Selain itu, di dalam rumah ini juga terdapat bilik-bilik atau ruang yang dihuni oleh beberapa keluarga.
Bangunan rumah adat Radakng ini di desain dengan tiga bangunan utama.
Bagian pertama adalah berupa tangga yang disebut dengan hejot serta terletak di ujung kiri dan kanan bangunan.
Uniknya adalah, berapapun jumlah anak tangganya, jumlahnya selalu ganjil.
Bagian kedua adalah berupa lantai rumah yang materialnya dibuat dari bambu kayu berstruktur keras, dan batang pinang.
Bagian ketiga yaitu berupa bangunan utama yang berbentuk persegi panjang.
Selain itu, rumah ini juga memiliki lima ruangan dengan fungsi yang berbeda-beda, yaitu:
a) Pante. Pante atau teras rumah yang dilengkapi dengan desain atap yang menjorok keluar.
Fungsi dari ruangan ini diantaranya yaitu untuk menjemur padi, menjemur pakaian, dan sesekali digunakan untuk acara adat.
b) Samik. Samik atau ruang tamu merupakan ruangan yang memiliki fungsi sebagai tempat menerima tamu dan menyimpan makanan yang akan dihidangkan ketika ada tamu berkunjung.
c) Ruang tidur. Ruangan kamar tidur ini diletakkan secara berjejer.
Letak kamar orang tua sesuai dengan hulu sungai dan untuk kamar anggota keluarga yang paling muda sesuai dengan hilir sungai.
d) Ruang keluarga. Ruangan ini adalah ruangan yang paling besar diantara ruangan lainnya.
Ruangan dengan lebar mencapai enam meter ini digunakan sebagi tempat berkumpul anggota keluarga.
e) Dapur. Ruangan ini letaknya berada di sisi belakang rumah.
Selain sebagai tempat memasak, dapur ini juga digunakan sebagai tempat penyimpanan hasil panen dan juga bahan makanan.
Posisi dapur yang menghadap Timur tidak lepas dari kepercayaan masyarakat yang bisa mendatangkan rezeki berlimpah.
Bangunan rumah adat ini menyimbolkan nilai-nilai toleransi dan juga kebersamaan yang dimiliki oleh anggota keluarga penghuni rumah.
Di samping itu, bagian depan yang harus menghadap arah Timur dan sisi belakang menghadap arah Barat.
Dimana arah bangunan ini memiliki makna sebuah kerja keras dalam menjalani kehidupan yang diawali sejak matahari terbit hingga terbenam.
Bagian depan rumah adat ini juga dapat ditemukan patung dari kayu ulin yang digunakan saat ritual pengantaran arwah leluhur ke surga serta berfungsi untuk mengusir roh-roh jahat.
· Rumah Ensaid Panjang
Sejarah rumah tradisional Ensaid Panjang berawal dari sebuah desa bernama Sijok.
Lokasi Desa Sijok ini berada di sisi Utara Bukit Rentap, tepatnya di wilayah Sungai Maram.
Dalam perkembangannya, jumlah penduduk di desa tersebut semakin banyak.
Kondisi ini kemudian memaksa sebagian dari mereka untuk pindah dengan mencari tempat tinggal dan lahan pertanian yang baru untuk bertahan hidup.
Akhirnya, mereka yang harus pergi dari Desa Sijok menemukan tempat tinggal baru di hulu Sungai Ensaid, yang terletak di sisi Selatan Bukit Rentap.
Setelah beberapa waktu, rumah adat Ensaid Panjang ini berpindah ke dekat Sungai Kebiau.
Lalu pada tahun 1986 lokasi rumah ini kembali berpindah ke muara Sungai Ensaid karena para penghuninya ingin lebih dekat dengan ladang agar bisa melakukan aktivitas pertanian.
Nama “Ensaid” sendiri berasal dari bahasa Dayak Desa yang berarti jerat.
Sedangkan nama “Panjang” digunakan untuk menyebut bentuk rumah yang memanjang.
Rumah adat ini terletak 380 kilometer dari Kota Pontianak dan 60 kilometer dari Kota Sintang.
Rumah adat ini mengusung konsep rumah panggung dan ditopang dengan tiang kayu setinggi dua meter dari atas permukaan tanah.
Lebar bangunan adat ini mencapai 17 meter dengan panjang mencapai 118 meter.
Dengan ukurannya yang besar, rumah ini dapat dihuni oleh 88 orang dari 22 keluarga.
Struktur bangunan ini sendiri terdiri dari empat bagian, yaitu:
a) Ruai. Bagian depan rumah Ensaid yang disebut dengan ruai ini merupakan ruang bersama tanpa sekat yang dipergunakan sebagai tempat untuk menjamu atau menerima tamu serta penyelenggaraan rapat adat.
b) Bilik Baruah. Bagian tengah rumah yang disebut dengan bilik baruah ini berperan sebagai ruang keluarga dan ruang tamu.
Dimana antara bilik baruah dengan ruai hanya dipisahkan oleh telok, yaitu selasar dengan lantai yang lebih rendah dan punya fungsi untuk menyimpan berbagai peralatan menenun dan peralatan pertanian.
c) Bilik Serambi. Bagian bangunan ini merupakan kamar tidur dan digunakan sebagai tempat istirahat.
d) Bilik Tinga. Bagian bangunan ini berupa dapur yang digunakan untuk masak-memasak.
2. Rumah Mandi Angin
Bangunan ini merupakan rumah adat khas Suku Dayak Pesaguan.
Rumah ini salah satunya dapat ditemui di Desa Titu Buluh, Kecamatan Tumbang Titi.
Ciri khas dari rumah ini adalah konsepnya yang berbentuk rumah panggung dan ditopang dengan tiang kayu yang panjangnya kurang lebih satu meter saja.
Secara keseluruhan, struktur bangunan ini terbuat dari kayu ulin yang kuat dan dilengkapi dengan berbagai bentuk ornamen di beberapa bagian sisi rumahnya.
3. Rumah Baluk
Bangunan ini merupakan rumah adat khas Suku Dayak Bidayuh dan salah satunya dapat ditemukan di Kampung Sebujit, Desa Hli Buie, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar).
Berbeda dengan struktur rumah adat Dayak lainnya, Rumah Baluk mempunyai bentuk lingkaran atau bundar dan ditopang dengan 20 tiang kayu yang tingginya kira-kira mencapai 10 meter.
Biasanya, rumah adat ini digunakan sebagai tempat pelaksanaan Nibakng atau Nyobeng; yaitu sebuah ritual adat yang bertujuan untuk meminta keberkahan, kedamaian, dan kesejahteraan serta dilakukan oleh kaum laki-laki.
Ritual yang sama juga dilakukan oleh kaum perempuan dan biasanya disebut dengan Nambok.
Dimana kedua ritual adat tersebut dilakukan saat musim panen padi telah usai dan sedang bersiap menghadapi musin tandur.
Selain kedua ritual tersebut, rumah ini juga merupakan tempat untuk menyimpan tengkorak yang dikeramatkan oleh Suku Dayak Bidayuh.
4. Rumah Lamin
Bangunan ini merupakan rumah adat khas Kalimantan Timur (Kaltim) dan sering disebut juga sebagai Rumah Panjang.
Nama Lamin sendiri mempunyai arti “rumah panjang kita semua”, yang tidak lepas dari penggunaan rumah ini yang biasa ditinggali oleh lebih dari satu keluarga.
Rumah adat khas Suku Dayak Kenyah ini juga dibangun dengan bahan kayu ulin atau kayu besi yang terkenal dengan tingkat kekuatan dan kekerasannya baik.
Namun ada pula beberapa bagian yang menggunakan kayu kapur, meranti, maupun bengkirai.
Desain rumah adat ini berupa rumah panggung dengan lebar 25 meter dan panjang bangunan yang dapat mencapai 200 meter.
Sehingga, rumah ini juga terkenal dengan daya tampung orang yang banyak karena ukuran yang besar.
Ukuran bangunan yang besar ini ternyata juga menandakan bahwa masyarakat Kalimantan Timur memiliki sifat kekeluargaan yang cukup tinggi.
Bangunan rumah adat Lamin ditopang menggunakan tiang-tiang berbahan dasar kayu dengan panjang mencapai tiga meter.
Biasanya, permukaan tiang-tiang ini dihias dengan ukiran khas Suku Dayak dengan tujuan menghalau roh-roh jahat.
Selain tiang penopang, rumah adat Lamin juga memiliki tiang utama dengan fungsi sebagai pondasi bangunan yang disebut dengan Sukaq.
Sukaq ini dibuat dari kayu ulin dengan diameter antara 0,5 – 1 meter, panjang enam meter, ditanam sedalam dua meter, dan jarak antar tiang sejauh empat meter.
Untuk bagian lantai Rumah Lamin dibuat memakai bahan balok-balok kayu yang disusun rapi.
Sedangkan atap rumah Lamin memiliki nama lain sirap atau kepang.
Kepang ini berupa lembaran dan setiap lembaran berukuran 70 x 30 sentimeter dengan material utama kayu ulin.
Bagian atap ini juga disusun secara rapi dan berlembar-lembar agar dapat efektif menghindari panas.
Struktur atap ini kemudian ditutup menggunakan kulit kayu keras bernama berlubung umaq yang berukuran dua meter dan dihiasi dengan ukiran khusus.
Rumah ini juga terbagi dalam dua bagian. Pertama adalah bagian belakang yang difungsikan sebagai tempat menerima tamu, penyelenggaraan upacara adat, serta tempat berkumpulnya anggota keluarga.
Kedua adalah bagian belakang yang terdiri dari beberapa kamar dan digunakan sebagai kamar tidur.
Penggunaan cat pada bangunan juga didominasi oleh tiga warna, yaitu: (1) putih yang melambangkan jiwa yang bersih, (2) biru yang melambangkan loyalitas, (3) kuning yang melambangkan kewibawaan, dan (4) merah yang melambangkan keberanian.
Di lingkungan sekitar rumah juga terdapat patung yang diukir dari balok-balok kayu dan juga sambang lawing yang merupakan sebuah tiang untuk mengikat korban dalam upacara adat Suku Dayak.
5. Rumah Baloy
Bangunan ini adalah rumah adat khas Kalimantan Utara dan secara khusus merupakan rumah adat salah satu sub-Suku Dayak, Suku Tidung.
Struktur dasar dari rumah ini berupa rumah panggung yang ditopang dengan tiang-tiang dan merupakan hasil pengembangan arsitektur Rumah Lamin.
Material dasar bangunan ini terbuat dari kayu ulin, yang dinilai sangat kuat struktur seratnya dan bagus untuk bahan bangunan.
Ciri khas dari rumah Baloy adalah memiliki ukiran motif pantai yang terdapat di beberapa bagian bangunan karena rumah ini biasanya dibangun di daerah pesisir pantai.
Di samping itu, sisi muka rumah ini juga harus menghadap ke Selatan dan sisi belakang menghadap ke Utara.
Keunikan dari rumah adat ini juga terletak pada ruangan yang terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
a) Ambir Kiri. Ruangan yang mempunyai nama lain Alad Kait ini memiliki fungsi sebagai tempat untuk menerima masyarakat setempat yang sedang mengalami permasalahan adat atau mengadukan perkara.
b) Ambir Tengah. Ruangan yang mempunyai nama lain Lamin Bantong ini digunakan sebagai tempat bagi pemuka atau tetua adat bersidang dalam memutuskan sebuah perkara atau permasalahan.
c) Ambir Kanan. Ruangan yang mempunyai nama lain Ulad Kemagot ini digunakan sebagai tempat untuk istirahat atau ruang berdamai setelah proses penyelesaian perkara adat telah selesai.
d) Lamin Dalom. Bagian bangunan adat ini merupakan singgasana bagi Kepala Adat Besar Dayak Tidung.
Selain keempat bagian ruangan di atas, Rumah Baloy juga mempunyai dua bagian rumah lainnya.
Pertama adalah Lubung Kilong, yaitu bangunan besar yang dibangun di tengah kolam yang terletak di belakang bangunan utama.
Bangunan besar ini biasanya digunakan sebagai tempat untuk menampilkan beragam kesenian tradisional khas Dayak, salah satunya yaitu Tarian Jepin.
Kedua adalah Lubung Intamu, yaitu bangunan besar yang dibangun di bagian belakang Lubung Kilong.
Lubung Intamu ini biasanya dipergunakan sebagai tempat pertemuan masyarakat adat dengan acara yang skalanya besar, seperti acara pentabalan atau pelantikan pemangku adat dan musyawarah adat seluruh Kalimantan.
Nah, apakah kamu sekarang sudah lebih tahu apa itu rumah Dayak dan apa saja jenis-jenisnya?
Semoga pembahasan tentang rumah adat dari Suku Dayak yang mendiami Pulau Kalimantan ini dapat menambah dan memperluas wawasan kamu.
Tidak lupa, mari tumbuhkan rasa cinta terhadap budaya bangsa dan bantu untuk terus melestarikannya!