Maluku merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang wilayahnya meliputi bagian Selatan Kepulauan Maluku.
Selain musik, provinsi yang beribukota di Ambon ini juga terkenal dengan budayanya, seperti tarian dan bangunan rumah tradisional.
Dari beberapa jenis rumah adat yang ada di provinsi tersebut, salah satu yang menarik adalah rumah adat Baileo.
Pengertian dan Sejarah Rumah Adat Baileo
Di antara rumah-rumah adat yang ada di Maluku, Rumah Baileo adalah yang paling populer.
Rumah adat ini pun juga dikenal sebagai rumah adat khas asal provinsi Maluku Utara.
Hal tidak lepas dari status Maluku Utara yang pernah menjadi wilayah Provinsi Maluku sebelum menjadi sebuah provinsi pada tahun 1999.
Namun, pada dasarnya rumah Baileo ini merupakan rumah adat milik Suku Huaulu yang apabila ditinjau dari denah atau peta bermukim di sisi utara Pulau Seram.
Dahulu kala, Suku Huaulu menggunakan rumah Baileo sebagai tempat ritual, melaksanakan kegiatan adat, melakukan pertemuan untuk membahas strategi perang maupun kehidupan sosial, hingga pernah berfungsi sebagai tempat tinggal raja.
Perbedaanya dengan masa kini adalah fungsinya yang lebih digunakan untuk tujuan sosial, termasuk pelaksanaan acara adat, dan juga berfungsi sebagai balai desa.
Asal usul nama Baileo sendiri diambil dari bahasa Melayu, yaitu balae atau bale yang bermakna tempat pertemuan atau gedung.
Rumah khas yang berasal dari Maluku dan Maluku Utara ini dianggap sebagai bentuk representasi dari kebudayaan masyarakat Maluku.
Hal ini tidak lepas dari aturan-aturan adat setempat yang mengikat dan bisa termanifestasikan melalui bangunan adat ini, seperti pemilihan lokasi pembangunan, pemilihan bahan bangunan, ornamen pelengkap, serta keseluruhan arsitekturnya.
Secara filosofis dan sejarah, Rumah Baileo mempunyai dua makna. Pertama yaitu bahwa rumah adat Baileo dianggap sebagai rumah para leluhur atau rumah tua.
Anggapan ini didasarkan pada kepercayaan masyarakat setempat bahwa rumah ini memiliki hubungan atau keterkaitan dengan orang-orang yang pertama kali datang ke wilayah mereka dan dianggap sebagai para pendiri negeri.
Orang-orang yang dianggap pendiri negeri ini kemudian dianggap sebagai tetua adat atau soa.
Dalam konteks bahasa di pemerintahan, tetua adat ini juga disebut dengan saniri negeri.
Dimana para tetua adat ini juga dianggap sebagai tuan tanah dan yang kemudian menyebabkan mereka memiliki hak milik berupa dusun dati.
Kedua, rumah Baileo ini juga dianggap sebagai persekutuan antara kelompok lima (kelompok pattalima) dan kelompok sembilan (kelompok pattasiwa) yang asalnya dari Pulau Seram.
Secara umum, struktur rumah Baileo tidak mempunyai dinding.
Tujuannya adalah sebagai bentuk penghormatan kepada roh agar mereka dapat dengan mudah keluar dan masuk bangunan.
Lantai bangunan yang dibuat tinggi pun memiliki makna agar para roh memperoleh tempat yang derajatnya lebih tinggi.
Di samping itu, tidak adanya sekat dalam bangunan Baileo juga mengandung pesan bahwa rumah adat ini bersifat terbuka dan masyarakat bisa terlibat langsung dalam musyawarah yang dipimpin oleh tetua adat.
Rumah adat Baileo juga mempunyai total sembilan tiang yang berada tersebar di sisi kanan dan kiri bangunan.
Sembilan tiang yang disebut dengan Siwa Lima ini pun menjadi simbol persatuan bagi desa-desa yang ada di wilayah Maluku.
Versi lain menyebutkan bahwa Siwa Lima merupakan simbol dari persekutuan dari nama marga Pata Siwa dan Pata Lima serta mengandung makna “kita semua punya”.
Ornamen-ornamen yang terdapat dalam bangunan rumah adat Baileo mengandung pesan bahwa rumah adat Baileo menyimbolkan sebuah komitmen untuk menjaga keutuhan adat beserta seluruh hukum adat yang berlaku.
Pesan ini dapat terlihat melalui beberapa contoh motif ukiran. Pertama yaitu pesan persatuan yang diwakili dengan ukiran matahari, bulan, dan bintang.
Biasanya ornamen-ornamen tersebut diberi warna cat kombinasi antara merah, kuning, dan hitam.
Kedua adalah simbol kemakmuran dan kesejahteraan yang digambarkan dengan ornamen seekor anjing yang diapit oleh dua ekor ayam di sisi kiri dan kanannya.
Macam-Macam Rumah Adat Baileo
Ternyata rumah adat Baileo mempunyai empat jenis, yaitu rumah Baileo Nolloth, rumah Baileo Ilamahu, rumah Baileo Haria, dan rumah Baileo Ullath.
Lalu, apa yang menjadi perbedaan masing-masing rumah tersebut?
Apa keunikan yang dimiliki?
Nah, untuk menjawab pertanyaan tersebut, berikut adalah pembahasan terperinci dari jenis-jenis rumah adat Baileo beserta gambar, penjelasan, dan keunikannya!
1. Rumah Baileo Nolloth
Bangunan ruman tradisional Baileo yang ada di negeri Nolloth ini disebut juga Simaloa Pellamahu yang berarti tempat upacara atau rumah adat.
Nama ini mengacu pada awal nama bangunan saat pertama kali dibangun oleh Raja Izac Niklas Hulisean pada tahun 1769.
Dalam sejarahnya, tuan negeri atau Amano Punyo bernama Selpinus Huliselan adalah orang yang mengatur pelaksanaan kegiatan adat di rumah Baileo dan dibantu oleh keturunannya.
Selain itu, penamaan ini sangat sesuai dengan fungsi utama dari rumah ini, yaitu sebagai tempat dilaksanakannya berbagai acara adat, seperti upacara panas pela, upacara tutup baileo, upacara kain berkat, dan juga untuk upacara pelantikan kepala pemerintahan negeri atau raja.
Bangunan yang mengusung konsep rumah panggung ini bangunannya berasal dari papan dan kayu, serta bagian atap yang dibuat dari daun rumbia.
Selain itu, rumah ini juga dibangun tanpa menggunakan kayu, namun hanya dengan pasak kayu dan ikat gemutu atau ijuk.
Secara struktur, bangunan ini mempunyai bentuk persegi.
Rumah adat ini juga ditopang menggunakan tiang-tiang yang ditanam ke tanah.
Pada bagian dalam rumah ini akan ditemukan tiang dari kayu yang totalnya sebanyak 20 tiang.
Secara rinci, 20 tiang ini terbagi ke dalam dua sisi, yaitu 10 tiang di sisi Timur dan 10 tiang sisanya berada di bagian Barat rumah.
Uniknya, masing-masing 10 tiang yang ada di bagian Barat dan Timur bangunan ini memiliki simbol tersendiri.
Pertama yaitu 10 tiang yang berada di sisi Timur bangunan melambangkan marga Mattatula, Ningkelwa, Silahoy, Tousalwa, Patty, Sopacua, Huliselan, Pasalbessy, dan Manuputty.
Kedua yaitu 10 tiang yang terletak di bagian Barat bangunan melambangkan marga Metekohy, Selanno, Pemahu, Hehamahua, Lawatta, Pasalbessy, Sopacua, dan Metekohy.
Ciri khas lain dari rumah Baileo Nolloth ini adalah tiang-tiangnya yang saling tersambung menggunakan teknik ikat tali ijuk.
Bangunan ini juga mempunyai empat buah pintu yang letaknya berada di empat penjuru mata angin.
Bukan tanpa alasan, masing-masing pintu ini ternyata merupakan lambang dari beberapa marga, yaitu: (1) Marga Mattahula yang dilambangkan dengan pintu sisi Utara, (2) marga Metekohy yang dilambangkan dengan pintu sisi Selatan, (3) marga Sopacua (latu sopacua latu atau raja gunung) yang dilambangkan dengan pintu sisi Timur, dan (4) marga Pasalbessy (latu pakulu latu atau raja pantai) yang dilambangkan dengan pintu sisi Barat.
Selain bagian-bagian itu, keunikan rumah ini juga terletak pada tangga nya yang terletak di sisi tengah, Timur, Barat, Selatan, dan Utara rumah, dengan masing-masing enam anak tangga.
2. Rumah Baileo Ilamahu
Rumah adat Baileo Ilamahu ini mempunyai dua nama lain, yaitu Nurwaito Amapati dan Simaloa Peimahu.
Bangunan adat ini mengusung konsep rumah panggung dengan bahan-bahan materialnya berasal dari kayu besi dan kayu gufasa.
Rumah adat yang berwarna dominan merah ini memiliki atap yang terbuat dari daun sagu dan mempunyai tiga akses pintu masuk yang terdapat di sisi samping dan depan bangunan.
Secara khusus, pintu Timur rumah ini merupakan pintu masuk untuk raja.
Pintu ini mempunyai ciri berupa tiang yang berada di sisi kanan dan kiri pintu yang asalnya dari soa atala dan soa hatalesi; dua soa yang bertanggung jawab terhadap ketersediaan bahan makanan karena mempunyai lahan pertanian yang luas.
Di halaman sekitar rumah dapat ditemukan batu datar yang disebut sebagai batu pamali atau batu meja.
Tujuan dari adanya batu pamali ini adalah sebagai simbol bahwa rumah tersebut merupakan sebuah balai adat.
Selain itu, batu ini juga sering difungsikan untuk meletakkan sesaji untuk para roh leluhur.
Sebagai balai, rumah adat ini biasanya digunakan untuk tempat penyelenggaraan berbagai upacara adat, diantaranya adalah:
· Upacara kain berkat, yaitu upacara yang ditujukan sebagai sebuah simbol penerimaan satu keluarga terhadap calon menantu perempuan yang berasal dari daerah atau desa lain.
Proses upacara adat ini terdiri dari pemberian minuman, makanan, serta kain kepada pemerintah negeri.
Proses ini kemudian dilanjutkan dengan penyambutan oleh perwakilan adat negeri dan diakhiri dengan makan bersama.
· Upacara tutu baileo, yaitu upacara penggantian atap ketika bagian atap rumah adat Baileo mengalami kerusakan.
Prosesi diawali dengan pengumpulan bahan, pembongkaran atap, dan dilanjutkan dengan pemasangan atap baru yang dilakukan ole masyarakat setempat.
Ciri khas lain dari rumah ini juga terletak pada tiang rumah yang berjumlah sembilan buah, yang masing-masingnya mewakili satu soa.
Soa yang ada di Ilamahu adalah soa siri-sori, soa kulur, soa hatulesi, soa pia, sia mahu, soa iha, soa atala, soa soulima, dan soa matalete.
Tiang-tiang rumah Ilamuhu ini dihias dengan ukiran warna emas dan khas dengan motif Maluku berupa lingkaran dan garis-garis lengkung.
Selain itu, di dalam rumah adat ini juga terdapat tempat duduk raja dari bahan kayu yang disebut panggung dan dicat dengan warna merah.
3. Rumah Baileo Haria
Rumah adat ini mempunyai nama lain Palapessy Umatoru yang artinya yaitu rumah tiga rumpun.
Menurut sejarah, bangunan ini pertama kali didirikan pada tahun 1700-an oleh Pati Arang Besi yang berasal dari marga Souhoka.
Bangunan ini mengusung konsep rumah panggung dengan seluruh bagian bangunan dibiarkan tanpa dinding atau bersifat terbuka.
Rumah tradisional ini dibangun dengan menggunakan kayu, dengan atap dari daun sagu, serta lantai yang terbuat dari papan.
Bangunan yang sekilas menyerupai kapal ini dibiarkan polos dan tanpa hiasasan atau ornamen.
Namun rumah ini memiliki tiang yang cukup banyak, yaitu 84 buah yang terbagi ke dalam 4 baris.
Beberapa acara adat yang biasa dilakukan di Rumah Baileo Haria adalah:
· Upacara pelantikan raja, yaitu upacara yang diselenggarakan dalam rangka pelantikan kepala negeri yang terpilih.
Prosesi dari pelantikan ini dipimpin oleh tetua adat secara adat serta oleh pendeta secara agama.
· Upacara sumpah adat, yaitu upacara yang hanya dilakukan ketika ada masalah yang terjadi di dalam negeri.
Orang-orang yang terlibat dalam permasalahan tersebut harus mau bertanggung jawab atau mengakui perbuatannya, dan disumpah sesuai dengan aturan adat.
· Upacara kain berkat, yaitu upacara adat yang diselenggarakan sebagai bentuk penyambutan terhadap calon menantu yang berasal dari desa atau daerah lain.
Prosesi upacara kain berkat ini ditandai dengan pemberian persembahan kepada negeri.
· Upacara tutup dan buka sasi, yaitu upacara yang berfungsi sebagai tanda mulai dan berakhirnya masa sasi.
Masa sasi yaitu adalah salah satu bentuk kearifan lokal setempat berupa larangan mengambil hasil kebun dan hasil laut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama.
Ciri khas lain dari rumah ini adalah dari pintunya yang terletak di sisi Timur dan Barat bangunan dan masing-masing dilengkapi dengan tangga.
Pintu sisi Timur digunakan sebagai akses masuk dan dijaga oleh marga Sarimolle dan Loupatty.
Sedangkan pintu di sisi Barat digunakan sebagai akses keluar dan dijaga oleh marga Parinussa dan Tamaela.
Selain itu, bangunan rumah adat ini juga memiliki atap bentuk segitiga sama kaki.
Bentuk atap yang unik ini tidak lepas dari konstruksi atap yang terdiri dari kayu dan bambu, serta disusun bertingkat tiga.
Secara spesifik, balok-balok kayu diletakkan secara bersusun dan horizontal.
Sedangkan balok-balok bambu dimanfaatkan untuk menyusun dan meletakkan struktur atap.
4. Rumah Baileo Ullath
Bangunan rumah adat ini juga sering disebut dengan Lua Kuhu yang berarti tempat pertemuan.
Berbeda dengan tiga jenis bangunan rumah adat Baileo sebelumnya, rumah Baileo Ullath bukan berupa rumah panggung dan lantai berupa pasir pantai.
Sehingga rumah ini tidak mempunyai kolong karena dibangun di atas tanah dengan tebal pondasi mencapai satu meter.
Mengingat bangunan ini bersifat terbuka, maka rumah adat ini tidak memiliki dinding dan hanya dibatasi dengan pagar dari balok-balok kayu setinggi satu meter.
Atap bangunan ini berbentuk segitiga sama kaki dan terbuat dari daun sagu dengan konstruksi dari balok bambu dan balok kayu.
Seperti jenis-jenis rumah Baileo lain, rumah adat Baileo Ullath juga sering digunakan sebagai tempat pelaksanaan upacara adat, diantaranya adalah:
· Upacara kora-kora raja, yaitu upacara yang bertujuan menyambut raja atau pemimpin negeri yang baru saja dilantik.
Prosesi upacara adat ini diawali dengan pembuatan perahu atau kora-kora di tengah hutan oleh tetua adat selama 40 hari.
Prosesi dilanjutkan dengan pengisian kora-kora dengan hasil perkebunan setelah perahu selesai dan langsung dibawa ke Baileo.
· Upacara kain pengasihan, yaitu upacara yang dilakukan oleh suatu keluarga untuk menyambut calon menantu perempuan yang berasal dari desa atau daerah lain.
· Upacara tutup baileo, yaitu upacara adat yang dilaksanakan untuk mengganti atap rumah Baileo yang rusak.
Ciri khas lain dari bangunan adat ini adalah pintunya yang berjumlah tiga dan berada di tiga arah mata angin, yaitu Barat, Utara, dan Selatan.
Setiap pintu ini pun dilengkapi dengan tangga untuk mempermudah akses masuk ke rumah.
Selain itu, bangunan ini ditopang dengan tiang-tiang yang berjumlah 32 buah.
Tiang-tiang ini merupakan simbol dari marga-marga yang ada di Ullath, yaitu: Patty, Pical, Manukiley, Sapulette, Telehala, Tumahiuw, Litaay, Nikijuluw, Tulalessy, Soulisabessy, Lekasiley, Maail, Toisuta, Supusepa, Lilinuapelu, Siwabessy, Pattipeilohy, Lusikooy, Lawalatta, Sahetapy, dan juga Hakanoly.
Demikian adalah pembahasan mengenai rumah adat Baileo.
Bangunan rumah adat asal Provinsi Maluku dan Maluku Utara ini ternyata berafam jenisnya dan masing-masing mempunyai filosofi, simbol, sejarah, dan keunikan sendiri.
Harapannya dengan penjelasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita mengenai rumah adat atau rumah tradisional provinsi yang ada di Indonesia.
Sekaligus juga dapat menyadarkan masyarakat Indonesia secara keseluruhan, termasuk millenials, bahwa negara ini mempunyai budaya yang kaya dan beragam.
Sekian dan semoga kita menjadi lebih semangat untuk melestarikan serta menjaga budaya Indonesia.