Puasa Rajab adalah puasa sunnah pada Bulan Rajab, satu dari empat bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT (Bulan Haram).
Bulan ini berada di antara Jumadil Akhir dan Syakban, yang dinamai berdasarkan asal katanya, yakni Tarjib atau terhormat.
Puasa sunnah ini (umumnya) dapat dikerjakan pada awal bulan, mendekati pertengahan, maupun mendekati akhir bulan.
Lantas bagaimana pendapat para ulama mengenai puasa ini, berikut cara pelaksanaan hingga apa saja yang sebenarnya menjadi manfaat atau fadhilah-nya?
Sila temukan jawabannya melalui artikel di bawah ini:
Pengertian Tentang Puasa Rajab
Dalam Al-Qur’an
Sebagaimana Muharram, bulan Rajab merupakan salah satu di antara “Asyhurul Hurum”, empat bulan yang dimuliakan, karena diharamkan melakukan perbuatan maksiat oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu menciptakan langit dan bumi di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertakwa (QS. At-Taubah: 36).
Mengenai empat bulan tersebut, seperti telah dijelaskan dalam hadis dari Abu Bakroh di atas.
Berikut manfaat puasa Rajab yang penting untuk diketahui:
Manfaat dan Keutamaan Puasa Rajab
Manfaat dan keutamaan berpuasa pada bulan Rajab tentu memiliki tujuan untuk mengingatkan kita tentang perjuangan Islam dahulu dengan cara mengenangnya melalui puasa tersebut.
Beberapa manfaat dan keutamaan lain selama menjalankan puasa Rajab di antaranya:
1. Rajab di Antara Bulan Haram
Apa yang dimaksud dengan Bulan Haram?
Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah berkata, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna:
- Pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
- Pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan itu. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Masiir, tafsir surat At-Taubah ayat 36)
Jangankan menganiaya orang lain, menganiaya diri sendiri pun terlarang bagi umat Islam apapun alasannya.
Walaupun larangan ini tidak terbatas hanya pada bulan haram.
Setiap perbuatan dosa dan amalan baik akan berujung sama, sama-sama diganjar dengan balasan yang lebih besar.
2. Bulan Allah
Satu yang menjadi keistimewaan terbaik di antara lainnya dalam bulan Rajab adalah ini.
Sebagaimana penjelasan KH Wahyul Afif Al-Ghafiqi dan tulisan Al Imam As Suyuthi dalam Al Jami’ Al Akbar, bulan Rajab disebut juga sebagai bulan Allah.
Rasulullah SAW bersabda: “Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadlan bulan umatku.”
Tafsir hadis tersebut demikian: Rajab adalah bulan istighfar, Syakban bulan untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad, dan Ramadan bulan untuk Al-Qur’an, menurut para ulama.
3. Perayaan Isra’ Mi’raj
Rajab berada pada urutan ketujuh dalam penanggalan bulan Hijriah dan Jawa.
Terdapat perayaan yang biasa dilakukan oleh umat Islam di seluruh dunia pada bulan ini, karena peristiwa penting bagi Nabi Muhammad SAW dan umat Islam terjadi pada bulan ini, yakni Isra’ Mi’raj.
Isra’ Mi’raj menambah keistimewaan Rajab dalam sejarah Islam, karena ada banyak hikmah yang masih relevan hingga hari ini.
4. Bulan Bertaubat
Manusia memang tidak pernah terhindar dari khilaf dan dosa, akan tetapi bukan lantas membuat semua orang akan masuk ke dalam neraka.
Sebagaimana dijelaskan KH Wahyul Afif Al-Ghafiqi, bulan Rajab merupakan bulan yang dianjurkan untuk segera bertaubat.
Allah membuka luas ampunannya bagi siapa pun yang memohon ampun dengan tulus.
Oleh karena itu, perbanyak bertobat dengan beristighfar.
Salah satu istighfar yang dianjurkan adalah sayyidul istighfar atau rajanya istighfar.
Beristighfar membuka ampunan Allah, memudahkan jalannya rezeki, dan dihapuskan dari kesulitan.
Memperbanyak sedekah sebagaimana sabda Rasulullah di atas serta menambah bacaan tasbih, tahmid, dan shalawat dianjurkan pula, selain yang telah dikerjakan pada bulan-bulan lain.
Mendapat kemuliaan yang istimewa
Menurut Ibnu Abbas ra. berkata:
“Puasa di awal bulan Rajab dapat menghapus dosa (kafarat) selama 3 tahun, dihari kedua menjadi kafarat selama 2 tahun, dihari ketiga menjadi kafarat selama 1 tahun, kemudian di setiap hari sesudah itu menjadi kafarat selama 1 bulan.” (HR. Abu Muhammad Al-Khalali, Dimuat dalm kitab Jami’Ush-Shaghir).
5. Imbalan Surga
Di dalam surga, mereka yang berpuasa dan membaca shalawat pada Bulan Rajab dihidangkan minuman dari air surga.
Sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat sungai yang disebut Rajab. (Sungai Rajab) Lebih putih dari susu, lebih manis dari madu. Barang siapa berpuasa satu hari di bulan Rajab, maka Allah kelak memberinya minum dari sungai tersebut.”
6. Pahala Berlipat Ganda
Apabila menunaikan amalan sunnah puasa selama satu hari pada bulan istimewa ini, ganjarannya seakan-akan telah berpuasa satu bulan.
Pahala dari ibadah selain puasa tentu dihitung lebih banyak juga dari biasanya.
Setali tiga uang dengan pahala yang berlipat ganda, perhitungan dosa dari perbuatan maksiat pada bulan ini pun akan berujung sama, yakni dilipatgandakan juga.
7. Semakin Dekat Menyambut Ramadan
Memasuki bulan Rajab merupakan pertanda bulan Ramadan sudah semakin dekat.
Ada bulan Syakban setelah bulan Rajab dan sebelum bulan Ramadan.
Umat Muslim bersuka cita setiap kali memasuki Rajab, karena dengan kata lain Ramadan akan segera tiba.
Namun di balik manfaat dan keutamannya, bagaimana hukum dan ketentuan terkait puasa dan amalan-amalan baik lainnya dalam bulan Rajab menurut Syariat?
Hukum dan Ketentuan dalam Syariat
Kata kunci pencarian mengenai puasa rajab langsung naik pesat begitu memasuki bulan Rajab.
Kasus ini telah menjadi tradisi, walaupun tidak dijumpai dalam bulan-bulan selain Rajab dan Ramadan.
Atensi orang-orang dalam melakukan pencarian tentang puasa Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, atau Syakban tidak begitu gempar.
Pelaksanaan Puasa Rajab
Berapa hari waktunya menurut para ulama?
Rentang waktu puasa Rajab dalam satu hari sama seperti menjalankan puasa Ramadan dan puasa lainnya, yaitu mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Sedangkan jumlah hari pelaksanaan puasa ini dalam satu bulan tidak ditentukan.
Puasa Rajab bisa dilakukan pada awal, tengah, atau akhir bulan menurut berbagai pandangan ulama.
Tidak ada kewajiban khusus mengenai jumlahnya, karena puasa Rajab adalah amalan sunnah.
Kendati ada waktu-waktu khusus yang dianjurkan dalam menjalankan puasa Rajab menurut pernyataan dari pandangan lain.
Puasa Rajab bagus dilakukan selama 10 hari berturut-turut, menurut almarhum Kiai Maimoen Zubair, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang.
Setidaknya demikian pandangan sebagian kecil ulama, karena hadis shahih berkata lain.
Status hadis alasan pelaksanaannya
Adanya pembelaan terhadap pendapat menunaikan puasa pada bulan Rajab, alasan pokoknya adalah anjuran puasa pada empat bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).
Anjuran tersebut berdasarkan sebuah hadis dari Mujibah Al-Bahiliyah, dari bapaknya atau pamannya, Abdullah bin Harits Al-Bahily.
Beliau mendatangi Rasulullah Muhammad SAW, usai bertemu dan memeluk Islam, sahabat ini pulang ke kampung halamannya.
Beliau datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali setelah satu tahun berselang.
“Ya Rasulullah, apakah anda masih mengenal saya,” tanya Kahmas.
“Siapa anda?” tanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Saya Al-Bahily, yang dulu pernah datang menemui anda setahun yang lalu,” jawab sahabat.
“Apa yang terjadi dengan anda, padahal dulu anda berbadan segar?” tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Saya tidak pernah makan, kecuali malam hari, sejak saya berpisah dengan anda,” jawab sahabat.
Nabi Muhammad SAW menyadari semangat sahabat ini untuk berpuasa dan memberinya nasihat,
لِمَ عَذَّبْتَ نَفْسَكَ، صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ، وَيَوْمًا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ
“Mengapa engkau menyiksa dirimu. Puasalah di bulan sabar (ramadan), dan puasa sehari setiap bulan.”
Namun, Al-Bahily selalu meminta puasa sunnah-nya ditambahkan,
“Puasalah sehari tiap bulan.” Orang ini mengatakan, “Saya masih kuat. Tambahkanlah!” “Dua hari setiap bulan.” Orang ini mengatakan, “Saya masih kuat. Tambahkanlah!” “Tiga hari setiap bulan.” Orang ini tetap meminta untuk ditambahi. Sampai akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kalimat pungkasan,
صُمْ مِنَ الحُرُمِ وَاتْرُكْ، صُمْ مِنَ الحُرُمِ وَاتْرُكْ، صُمْ مِنَ الحُرُمِ وَاتْرُكْ
Artinya: “Berpuasalah kamu pada bulan-bulan haram dan berbukalah (diucapkan tiga kali), Nabi SAW lalu memberi isyarat dengan tiga jarinya, menghimpun tiga jari itu lalu menguraikannya.” (HR Abu Dawud, no. 2428).
Lantas bagaimana dengan status hadis di atas?
Sebagaimana penjelasan dalam Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud dan As-Suyuthi dalam Syarh Sunan Ibn Majah, penilaian terhadap hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Al-Baihaqi dan yang lainnya ini adalah shahih dari sebagian ulama, namun ulama lain menilainya dhaif.
Salah satu masalah di antara alasan perbedaan penilaian ini adalah adanya perawi yang majhul (tidak diketahui statusnya), sehingga menimbulkan keraguan terkait keabsahan hadis ini.
Apabila diperhatikan secara seksama, dzahir hadis ini tidak menunjukkan adanya keutamaan “khusus” dalam puasa Rajab, bagaimanapun perdebatan status keshahihan-nya.
Demikian beberapa penjelasannya:
- Saran puasa pada bulan haram dari Rasulullah Muhammad SAW justru sebagai alternatif terakhir, setelah sahabat tersebut mendesak agar puasa sunnah-nya bisa diperbanyak.
Namanya alternatif terakhir, ketimbang alternatif pertama atau kedua tentu fadilatnya tidak lebih besar.
- Saran yang diberikan Rasulullah Muhammad SAW tidak sama kepada sahabat lainnya.
Maka sifat hadis ini bisa jadi qadhiyatul ‘ain (kasuistik).
Bila tidak, tentu motivasi yang sama akan diberikan juga kepada para sahabat lain, berpuasa pada bulan haram.
- Sebagaimana telah memperoleh ketegasan dari Ibnu Rajab, Nabi Muhammad SAW menyarankan berpuasa pada semua bulan haram, bukan hanya puasa Rajab.
Apabila kita bersikap adil, seharusnya semangat untuk bulan Dzulqa’dah, Dzulhijah, dan Muharam juga sama.
Maka menjadi terlalu jauh bila dalil anjuran puasa pada bulan Rajab secara khusus berdasarkan hadis ini, sementara di sisi lain malah kurang memerhatikan bulan haram lainnya.
Beberapa ulama bahkan mempraktikkan puasa pada seluruh bulan haram, tidak hanya bulan Rajab.
Adakah anjuran puasa di Bulan Rajab?
Alasan anjuran waktu yang disampaikan almarhum Kiai Maimoen Zubair dalam ceramahnya sudah dijelaskan di atas.
Lebih kurang karena adanya perjalanan hadirnya nur (Cahaya) Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah pada malam Jumat tanggal 10 Rajab, bersamaan turunnya sukma Sayyidina Abdullah kepada Sayyidah Aminah saat mereka sedang ‘berkumpul’.
Beliau juga terbiasa melakukan puasa pada Bulan Rajab.
“Saya itu puasa Rajab pada tanggal 10 saja. Terkadang tanggal 1 dan 10,” kata Kiai Maimoen mengakuinya.
“Saya itu jadi Kiai tapi wasiat ayah saya: ‘Jadilah kiai yang senang enak dunianya juga enak akhiratnya’. Kiai itu bermacam macam. Ada kiai yang tidak memikirkan dunianya. Yang dipikirkan hanya akhirat. Sampai-sampai dia puasa Daud. Puasa Daud itu sehari puasa sehati tidak. Melarat apa tidak? Saya sudah tidak kuat dan tidak mau, sebab abah saya pernah berkata: ‘Jika bisa, kamu harus enak dunia juga enak akhiratnya’,” tutur almarhum Kiai Maimoen Zubair.
Tidak ada anjuran khusus Puasa Rajab
Namun, pendapat lain yang sama kuatnya (terutama keberadaan hadis shahih) tidak menyepakati anjuran di atas.
Dalil yang berstatus shahih tentang keutamaan puasa Rajab secara khusus pun tidak disebutkan oleh sejumlah literatur yang sangat gencar menganjurkannya.
Status semua hadis yang menyinggung fadilat puasa Rajab tidak bisa dijadikan dalil karena lemah.
Jadi pada akhirnya, tameng utama anjuran puasa Rajab adalah hadis Mujibah Al-Bahiliyah di atas.
Sejumlah bukti yang mendukung kelemahan hadis sebagai dasar anjuran untuk mengkhususkan puasa Rajab, yakni keterangan dari Tabyinul Ujub bi Ma Warada fi Fadli Rajab, hlm. 6 di atas, dan beberapa ulama hadis antara lain:
Imam Ibnu Rajab menyampaikan keterangan yang sama, melalui karyanya yang berjudul Lathaiful Ma’arif, mengupas tentang amalan sepanjang tahun.
Terkait masalah puasa pada bulan Rajab, beliau menegaskan:
لم يصح في فضل صوم رجب بخصوصه شيء عن النبي صلى الله عليه و سلم و لا عن أصحابه و لكن روي عن أبي قلابة قال : في الجنة قصر لصوام رجب قال البيهقي : أبو قلابة من كبار التابعين لا يقول مثله إلا عن بلاغ و إنما ورد في صيام الأشهر الحرم كلها
“Hanya terdapat riwayat dari Abu Qilabah, bahwa beliau mengatakan, ‘Di surga terdapat istana untuk orang yang rajin berpuasa di bulan Rajab.’ Namun, riwayat ini bukan hadis. Imam Al-Baihaqi mengomentari keterangan Abu Qilabah, ‘Abu Qilabah termasuk tabi’in senior. Beliau tidak menyampaikan riwayat itu, melainkan hanya kabar tanpa sanad.’ Riwayat yang ada adalah riwayat yang menyebutkan anjuran puasa di bulan haram seluruhnya.” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 213).
Pada masa yang berbeda di tempat lain, Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia memiliki jawaban atas pertanyaan seputar “anjuran waktu pelaksanaan puasa sunnah pada bulan Rajab, dilakukan pada awal, tengah ataukah akhir.”
Para ulama menduduki komisi tersebut menjawab, “… Yang ada hanyalah hadis yang sifatnya umum yang memotivasi untuk melakukan puasa tiga setiap bulannya dan juga dorongan untuk melakukan puasa pada ayyamul bidh yaitu 13, 14, 15 dari bulan hijriyah. Juga dalil yang ada sifatnya umum yang berisi motivasi untuk melakukan puasa pada bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab). Begitu pula ada anjuran puasa pada hari Senin dan Kamis. Puasa Rajab masuk dalam keumuman anjuran puasa tadi. Jika engkau ingin melakukan puasa di bulan Rajab, maka pilihlah hari-hari yang ada dari bulan tersebut. Engkau bisa memilih puasa pada ayyamul bidh atau puasa Senin-Kamis. Jika tidak, maka kapan saja waktunya bebas tergantung pilihan. Adapun pengkhususan bulan Rajab dengan puasa pada hari tertentu, kami tidak mengetahui adanya dalil yang mensyari’atkan amalan tersebut.”
(Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, 2: 50. ditandatangani oleh: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz selaku ketua, Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi selaku wakil ketua, Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Ghudayan dan Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud selaku anggota)
Dalam skala yang lebih luas, hukum puasa Rajab yang menuai perbedaan pendapat terjadi antarkalangan ulama madzhab empat.
Pernyataan ulama madzhab empat
Para Sahabat dan beberapa ulama tidak mengkhususkan Rajab untuk puasa
Sejak zaman Umar radhiyallahu ‘anhu, mengkhususkan puasa pada bulan Rajab sejatinya telah menjadi kebiasaan.
Beberapa tabiin pada masa tersebut telah melakukannnya.
Sikap-sikap para sahabat terhadap fenomena kegiatan bulan Rajab tersebut kemudian bisa menjadi acuan.
Berikut riwayat yang menyebutkan reaksi terhadap puasa Rajab, diambil dari buku Lathaiful Ma’arif, satu buku khusus karya Ibnu Rajab tentang wadzifah (amalan sunnah) sepanjang masa.
Dalam riwayat tentang sahabat Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu,
أنه رأى أهله قد اشتروا كيزانا للماء واستعدوا للصوم فقال : ما هذا ؟ فقالوا: رجب. فقال: أتريدون أن تشبهوه برمضان ؟ وكسر تلك الكيزان
Beliau melihat keluarganya telah membeli bejana untuk wadah air, yang mereka siapkan untuk puasa. Abu Bakrah bertanya: ‘Puasa apa ini?’ Mereka menjawab: ‘Puasa rajab’ Abu Bakrah menjawab, ‘Apakah kalian hendak menyamakan rajab dengan ramadan?’ kemudian beliau memecah bejana-bejana itu. (Riwayat ini disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni 3/107, Ibn Rajab dalam Lathaif hlm. 215, Syaikhul Islam dalam Majmu’ Fatawa 25/291, dan Al-Hafidz ibn Hajar dalam Tabyin Al-Ajabhlm. 35)
Sikap ini menunjukkan pemahaman bahwa Rajab bukan bulan yang dianjurkan agar “secara khusus” dijadikan waktu berpuasa.
Namun karena bulan haram menjadi saat-saat yang sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, para salaf pun sampai-sampai sangat menyukai berpuasa pada bulan-bulan ini.
قد كان بعض السلف يصوم الأشهر الحرم كلها منهم ابن عمر و الحسن البصري و أبو اسحاق السبيعي و قال الثوري : الأشهر الحرم أحب إلي أن أصوم فيها
“Beberapa ulama salaf melakukan puasa di semua bulan haram, di antaranya: Ibnu ‘Umar, Al Hasan Al-Bashri, dan Abu Ishaq As-Subai’i. (Imam Sufyan Ats-Tsauri mengatakan), “Bulan-bulan haram, lebih aku cintai untuk dijadikan waktu berpuasa.” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 213).
Semakin jelas dari sini, bahwa puasa yang dilaksanakan pada bulan haram semestinya dilakukan pada keempat bulan haram, bukan hanya bulan Rajab atau salah satu dari bulan haram lainnya (Latho-if Al Ma’arif, halaman 214).
Ibnu Rajab kembali berkata, “Tidak dimakruhkan jika seseorang berpuasa Rajab namun disertai dengan puasa sunnah pada bulan lainnya. Demikian pendapat sebagian ulama Hambali. Seperti misalnya ia berpuasa Rajab disertai pula dengan puasa pada bulan haram lainnya. Atau bisa pula dia berpuasa Rajab disertai dengan puasa pada bulan Sya’ban. Sebagaimana telah disebutkan bahwa Ibnu ‘Umar dan ulama lainnya berpuasa pada bulan haram (bukan hanya bulan Rajab saja).”
Penulis Fiqh Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah berkata, “Adapun puasa Rajab, maka ia tidak memiliki keutamaan dari bulan haram yang lain. Tidak ada hadis shahih yang menyebutkan keutamaan puasa Rajab secara khusus. Jika pun ada, maka hadis tersebut tidak bisa dijadikan dalil pendukung.” (Fiqh Sunnah, 1: 401).
Sekali lagi, jika “dianjurkan”, bukan berarti mesti mengkhususkan puasa atau amalan lainnya pada hari-hari tertentu yang diistimewakan dari bulan Rajab karena menganjurkan seperti ini butuh dalil.
Sedangkan tidak ada dalil yang mensyariatkan hari tertentu, atau pensyariatannya atas dasar hadis yang dhaif.
Hadis yang berstatus shahih hanya mengenai bulan Rajab adalah bulan haram.
Sebagian salaf menganjurkan berpuasa pada bulan haram, seperti keterangan dari Sufyan Ats Tsauri dan Ibnu ‘Abbas yang dibawakan di atas.
Tata Cara Puasa Rajab
Para ulama sudah banyak mencontohkan cara-cara beribadah pada bulan Rajab selain melaksanakan amalan sunnah puasa dalam kitab-kitab Islam.
Agar umat Islam bisa meraih banyak pahala dan mendapatkan banyak keutamaan lain dari bulan Rajab di sisi Allah, ada berbagai amalan baik yang bisa dilakukan selama bulan Rajab:
1. Membaca Niat (Puasa Sunnah Rajab)
Jika lupa berniat puasa Rajab pada malam harinya, pelafalan niatnya boleh menyusul ketika ingat atau saat hari itu juga.
Wajib melafalkan niat di salah satu waktu pada malam hari hingga menjelang subuh, hanya berlaku untuk puasa wajib.
Niat boleh dibaca selepas subuh hingga sebelum waktu dzuhur untuk puasa sunnah, selama belum makan, minum, atau melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa sejak fajar.
Selain berpuasa, banyak cara lain yang dapat dilakukan untuk menghormati bulan Rajab.
2. Berdoa Ketika Masuk Bulan Rajab
Allâhumma bârik lanâ fî rajaba wasya‘bâna waballighnâ ramadlânâ. (HR Imam Ahmad)
(Al ‘Asqalany, Tabyiinul ‘Ajab ‘an Syahri Rajab hal 18)
3. Mengangkat Tangan, lalu Ber-istighfar 70 kali Setiap Pagi dan Sore
Sebagaimana kitab Al-Jami’ karya Imam Suyuti menyebutkan riwayat dari Ibnu Asakir dari Abi Umamah, berkata Wahab bin Munabbih RA.: “Aku membaca dalam kitab Allah yang diturunkan sebelum Al-Qur’an bertuliskan, bahwa barang siapa yang beristighfar di bulan Rajab di pagi dan sore hari dengan mengangkat kedua tangannya seraya berkata:
رَبِّ اغْفِرْ لِي والرْحَمْنِي وَتُبْ عَلَيَّ
“Robbighfirlii Warhamnii Watub Alayya, 70x, maka kulitnya tak akan disentuh oleh api neraka.”
4. Sayyidul Istighfar 3 kali Pagi dan Sore
اللَّهُمَّ أنْتَ رَبّي لا إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِي وأنا عَبْدُكَ وأنا على عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ ما اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرّ مَا صَنَعْتُ أبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عليَّ وأبُوءُ بِذَنْبي فاغْفِرْ لي فإنَّهُ لا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أنْتَ
Allahumma anta rabbii laa ilaaha illa anta khalaqtanii wa anaa ‘abduka wa anaa ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika mas tatha’tu a’uudzu bika min syarri ma shana’tu abuu-u laka bi ni’matika ‘alayya wa abuu-u bi dzanbii faghfir lii fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illaa anta
Artinya: “Ya Allah, Engkaulah Tuhanku, tiada Tuhan selain Engkau yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu, aku akan setia pada janjiku pada-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang aku perbuat. Kuakui segala nikmat-Mu atasku dan aku akui segala dosaku (yang aku perbuat). Maka ampunilah aku, sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau.”
5. Istighfar Ba’da Ashar 7 kali
Astaghfirullâh alladzî lâ ilâha illâ huwa-l-hayyal qayyûma wa atûbu ilaihi
Artinya, “Aku memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung, tiada Tuhan selain Dia Yang hidup kekal serta terus menerus mengurus (makhluk); dan aku bertobat kepada-Nya.”
6. Tasbih 100 kali
Tanggal 1-10 Rajab:
سُبْحَانَ اْلحَيِّ الْقَيُّوْمِ
Subhanal hayyil qayyum (100 kali)
Artinya: “Maha Suci (Allah) Yang Maha Hidup lagi Maha Menguasai Segala Sesuatu.”
11-20 Rajab membaca:
سُبْحَانَ اللهِ اَحَدِ الصَّمَدِ
Subhanallahil ahadish shomad (100 kali)
Artinya: “Maha suci Allah Satu satunya tempat bergantung.”
21-akhir bulan Rajab:
سُبْحَانَ اللهِ الرَّؤُفِ
Subhanallahi ar-rouf (100 kali)
Jumat terakhir bulan Rajab:
(bisa dibaca saat khatib Shalat Jumat duduk di antara dua khutbah)
أَحْمَدُ رَسُوْلُ اللهِ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ
Ahmad Rasûlullâh Muhammad Rasûlullâh
Artinya: “Ahmad utusan Allah, Muhammad utusan Allah.”
7. Membayar Utang Puasa
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 185)
8. Saatnya Menanam
Abu Bakr Al-Balkhi rahimahullah berkata,
شَهْرُ رَجَبٍ شَهْرُ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ سَقْيِ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرُ حِصَادِ الزَّرْعِ
Artinya: “Bulan Rajab saatnya menanam. Bulan Sya’ban saatnya menyiram tanaman dan bulan Ramadhan saatnya menuai hasil.”
(Lihat Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 92748)
Kesimpulan
Kesimpulan dari perdebatan mengenai amalan sunnah pada bulan Rajab:
- Tidak dijumpai dalil yang menyebutkan keutamaan puasa rajab atau shalat sunnah khusus di bulan Rajab (termasuk shalat sunnah setelah shalat Maghrib pada malam pertama bulan Rajab).
- Berpuasa selama sebulan penuh hingga mengakibatkan pengkhususan terhadap bulan Rajab dilarang oleh para sahabat.
- Hadis yang berisi adanya keutamaan khusus bagi orang yang melaksanakan puasa Rajab tidak bisa dijadikan dalil, karena bersifat dhaif.
- Memperbanyak puasa pada bulan haram dibolehkan bagi orang yang rajin puasa (berlaku umum untuk semua puasa bulan haram), sebagaimana dinyatakan dalam hadis Al-Bahily.
- Tidak ada salahnya menunaikan suatu ibadah atau amalan sunnah pada bulan haram, asal mampu berbuat adil dengan mengerjakannya secara merata pada keempat bulan haram, tidak hanya salah satunya saja.
- Apabila puasa pada bulan tersebut dianggap puasa yang dikhususkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang wajib yaitu amalan puasa Ramadan), maka puasa Rajab terlarang,
- Apabila telah memiliki kebiasaan puasa Senin-Kamis terlebih dulu, puasa Daud, atau puasa ayyamul biid, maka tetap rutinkan kebiasaan tersebut pada bulan Rajab.
Semoga bulan Rajab menjadi salah satu ladang untuk beramal sholih.
Allahu a’lam.