Perang Uhud adalah pertempuran antara pasukan muslimin dan para kafir Quraisy yang terjadi pada tahun ke-3 Hijriyah pertengahan bulan Syawal.
Peperangan yang berlangsung di Jabal Uhud ini merupakan peristiwa yang sangat memilukan, sebab ratusan sahabat meninggal dan Rasulullah juga terluka.
Pertempuran ini memberi hikmah berharga serta pukulan yang teramat berat bagi kaum muslimin pada masa itu.
Bagaimana kronologi jalannya Peperangan Uhud ini mulai dari sejarah, sebab kekalahan barisan muslimin, hingga pelajaran pentingnya?
Mari kita simak bersama-sama kisahnya dalam penjabaran yang lebih lengkap berikut ini:
Sejarah Perang Uhud
Perang Uhud yang terjadi di kaki Gunung Uhud ini terletak sekitar tiga mil di sebelah utara kota Madinah.
Latar belakang terjadinya adalah dendam dan kekecewaan yang lahir setelah kaum Quraisy kalah dalam Perang Badar kepada Kaum Islam.
Pemimpin mereka, Abu Sufyan, mengajak Amr bin al-‘Ash, Ibnu Zab’ari, Abu Izzah, serta kabilah-kabilah lain, bahkan langsung menjadi pemimpin untuk pasukan perang Quraisy dari Makkah.
Ia membawa tiga ribuan orang terlatih yang berisi 700 orang berbaju zirah besi dan bertameng, diperkuat dua ratusan pasukan kavaleri atau pasukan berkuda bersenjata lengkap, dengan sisanya mengendarai unta.
Beberapa orang wanita juga diajak sebagai pembangkit semangat pasukan dan menjaga mereka agar tidak kabur.
1. Penyerangan Kaum Musyrikin ke Madinah
Tentara Musyrikin mengarah ke Madinah seraya membawa-bawa tuhan mereka (Hubal) diiringi nyanyian dari para perempuan, sampai akhirnya sampai di dua mata air dalam Lembah Sabkhah.
Namun setelah dua atau tiga hari berlalu, Kaum Muslimin Makkah baru mengetahui keberadaan mereka yang mengancam Muslimin di Madinah.
Abbas (Paman Rasul SAW yang masih di Makkah) bersurat kepada keponakannya (Rasulullah SAW) secara sembunyi-sembunyi untuk memberitahukan perkara ini.
Usai informasi yang lebih lengkap melalui mata-mata kiriman Nabi SAW untuk menandai lawan diperoleh, Kaum Muslimin pada Jumat 6 Syawal 3 H seketika mengadakan pertemuan.
2. Musyawarah Rasulullah dengan Para Sahabat
Nabi SAW menggelar diskusi bersama para sahabatnya tentang strategi yang mesti dijalankan untuk mempertahankan perang pada hari Jum’at.
Alih-alih membiarkan Kaum Muslimin keluar dari Madinah, Beliau lebih ingin memberi kesempatan pada tentara lawan menyerbu kota agar penduduk Madinah dapat memanfaatkan strategi bertahan.
Para pembesar di antara Muhajirin dan Anshar menyepakati itu, sebagaimana pengalaman sebelumnya.
Pada saat yang sama, Rasulullah melihat pula euforia kegemilangan Perang Badar yang telah berlalu satu tahun masih terpancar dari mata Kaum Muslimin.
Sebagian di antara mereka begitu antusias menyambut musuh di lepas-gerbang Kota Madinah.
Akhirnya Nabi menerima usulan dari kelompok terakhir, usai mendengar pernyataan dari salah seorang Anshor.
3. Keluar dari Madinah (Abdullah bin Ubay Memisahkan Diri)
Nabi seketika memakai baju zirah serta menyiapkan kelengkapan senjata tanpa banyak bicara.
Melihat reaksi ini, sahabat-sahabat lain pun terkejut dan merasakan yang terjadi sebelumnya itu tidak pantas, karena memberi kesan pembangkangan perintah Nabi.
Nabi justru bersabda, “Bukanlah seorang Nabi, bila setelah telah memakai baju zirah, lalu menanggalkannya dan surut sebelum perang terlaksana.”
Perselisihan kemudian timbul saat tengah dalam perjalanan usai mendengar keputusan ini.
Abdullah ibn Ubay ibn Salul salah satunya, yang memilih kembali menuju Madinah bersama pasukannya, karena kecewa pendapatnya untuk tetap di Madinah tidak dijalankan.
Ada dua alasan yang diajukan oleh mereka.
Pertama, ketidakmungkinan perang untuk terjadi karena perjalanan yang cukup jauh, sementara perkemahan musuh belum ditemukan.
Kedua, memang pada dasarnya mereka enggan berperang di luar wilayah Madinah.
4. Jumlah Pasukan dan Keterlibatan Kaum Perempuan
Dengan kondisi dan situasi semacam ini, jumlah total pasukan Kaum Muslimin yang mulanya sudah cuma sepertiga dari pasukan Quraisy (1000), harus menyisakan 700 orang.
Sikap Abdullah ibn Ubay ibn Salul dan 300 orang pasukannya yang memisahkan diri adalah pengurangan yang cukup banyak.
Jumlah ini masih harus berkurang lagi, saat Nabi memutuskan untuk memulangkan beberapa orang dalam barisannya karena terhitung masih terlalu berusia muda.
Seperti Abdullah ibn Amru, Usamah bin Zaid, Zaid ibn Tsabit, yang bila dijumlahkan dengan lain-lain yang masih banyak lagi ada sekitar 14 remaja.
Kendati Perang Uhud juga mencatatkan keterlibatan kaum perempuan.
Ada yang terlibat berperang, sekadar membantu mengambilkan air minum, sebagai penyedia makanan, atau pula meracik obat-obatan bagi tentara yang terluka.
Seperti Aisyah (Istri Nabi SAW), Fathimah (Putri Nabi), Ummu Sulaim (Ibu Anas), dan Shafiyyah (Ibu Zubair dan Saudara Hamzah).
5. Mimpi Nabi Muhammad SAW
Namun sesungguhnya peristiwa yang akan terjadi dalam perang ini telah diperlihatkan kepada Rasulullah melalui mimpi sebelum peperangan ini berkecamuk.
Beliau membagikan cerita dalam mimpi ini kepada para sahabatnya, sekaligus menakwilkannya dengan kekalahan dan kematian yang akan menimpa dalam Perang Uhud.
6. Permulaan Perang
Pasukan pun berangkat ke Uhud pada Sabtu pagi 11 Syawal 3 Hijriyah, tetapi kembali ke Madinah pada petang hari itu juga untuk mempersiapan perang kembali.
Usai berangkat lagi dan sampai di dekat Gunung Uhud dengan sisa (kurang dari) 700 pasukan, Rasulullah SAW mengarahkan pasukan menuju kebun kurma yang tak berada terlalu jauh.
Setelah melihat bukit kecil yang berada di dekat Gunung Uhud, pasukan diatur oleh Nabi Muhammad SAW menjadi beberapa formasi.
Pemanah sejumlah 50 orang yang dipimpin Abdulloh ibn Jubair ditempatkan di puncak Bukit, sementara sisanya berada di bawah di antara bukit.
Sesaat memulai perang Rasulullah menegaskan tugas pasukan pemanah, “Jika kalian melihat kami disambar burung sekalipun (kalah), maka janganlah kalian meninggalkan tempat kalian ini hingga aku mengirim utusan untuk memberi tahu. Dan jika kalian melihat kami mengalahkan musuh dan membuat mereka lari, maka janganlah kalian meninggalkan tempat kalian hingga aku mengirim utusan” (HR. Bukhari no. 3039).
7. Duel
Perang uhud dimulai dengan duel antara Ali bin Abi Thalib melawan Thalhah bin Abi Thalhah.
Salah seorang jagoan perang Kaum Musyrikin itu menantang pasukan Kaum Muslimin untuk berduel pada permulaan perang.
Ali ibn Abu Thalib mengabulkan tantangan itu dan berhasil mengalahkannya, hanya dengan satu kali sabetan pedang dan kepala Abu Talhah terpenggal menggelundung.
Saudara Abu Talhah yang baru saja meregang nyawa, Abu Saad bin Abu Talhah, muncul ke arena duel.
Dengan congkaknya menantang Ali sekaligus sesumbar bahwa para sahabat Nabi adalah pembohong, tetapi nasibnya tidak jauh beda dengan saudaranya.
Pada sekian detik berikutnya Ali berhasil membunuh Suresh bin Qaridh dan budaknya (Shawab), serta Artat bin Sharhabil.
Hamzah tak kalah jago, dengan sabetan pedangnya juga menewaskan Othman bin Talhah dalam arena duel lainnya.
8. Kemenangan Awal Memihak Kaum Muslimin
Dominasi pasukan Rasulullah mengambil alih situasi awal pertempuran, terkhusus berkat keberadaan pasukan pemanah yang bisa melihat dengan jelas pergerakan musuh di bawah mereka.
Kawasan bergunung-gunung Bukit Uhud adalah faktor yang mempermudah penyusunan strategi perang dari Nabi SAW ini.
Hamzah bersama Ali ibn Abu Thalib dan Zubair bin Awam juga bersepakat untuk menjatuhkan bendera Quraisy saat itu.
Strategi penyerangan kepada pemegang bendera adalah cara terbaik dari Hamzah, karena pasukan musuh sangat banyak.
Lagipula Rasulullah SAW mengizinkan ketiga sahabat tersebut agar bergerak melakukan penyerangan.
Usai ketiganya sukses menjatuhkan bendera karena membunuh pembawanya, dua ribu lebih pasukan lawan pun kocar-kacir.
9. Penyebab Kekalahan Kaum Muslimin
a. Abaikan Strategi dan Serangan Balik
Sayangnya secercah kemenangan ini tidaklah berarti besar, karena muncul pembangkangan terhadap perintah Nabi SAW yang membalikkan situasi peperangan sehingga membuat mereka terpojok.
Tentara musuh yang berlarian rupanya menjatuhkan banyak harta pula senjata.
Ketika Kaum Muslimin di bukit melihatnya, Ashab bin Jabir mengompori dari puncak bukit, “Mari kita ambil harta rampasannya!”.
Kendati Ibnu Jubair (pemimpin pasukan pemanah) sudah mengingatkan, “Apa kalian lupa pesan Nabi?”
Namun tanpa memperdulikannya, sebagian besar dari 50 pemanah pun memilih turun dari atas bukit.
Salah seorang di antaranya adalah Amir Husaini Yatsrib.
Pasukan yang membelot ketika Perang Uhud ini berjumlah sekitar 41-43, padahal tak ada perintah untuk turun dari Rasulullah SAW sama sekali saat itu, sehingga hanya menyisakan Abdullah ibn Jubair dan 7-9 orang lainnya.
Namun ketika mereka tengah menuruni bukit, Khalid bin Walid menyadari kecerobohan itu dan menyambut mereka sambil membawa 200 pasukan Quraisy naik ke atas bukit.
Sangking berkecamuknya situasi dan kondisi ini, para pasukan Nabi sampai kesulitan membedakan mana kawan mana lawan.
Walhasil, setidaknya ada sekitar 630 orang menderita luka-luka yang sangat luar biasa.
b. Duel Rasulullah dengan Ubay bin Khalaf
Usai melihat sosok Rasulullah SAW, Ubay bin Khalaf segera memacu kudanya mendekat dengan mata yang berapi-api dan semangat membunuh.
Rasulullah sendiri mengangkat tombak dari atas kuda, penuh kecermatan mengarahkannya ke tubuh Ubay bin Khalaf, lalu dengan sekuat tenaga melontarkannya langsung mengenai rusuk Ubay bin Khalaf.
Sang penentang Muhammad SAW pun seketika jatuh tersungkur dari kudanya.
Kendati masih hidup sampai perang selesai, tapi Ubay bin Khalaf yang ditandu oleh pasukan Quraisy tewas kehabisan darah akibat ketajaman mata tombak milik Rasulullah di perjalanan ke Mekah.
c. Heroik Para Sahabat Jadi Perisai Nabi SAW
Sosok Nusaibah dan Ummu Sulaim, dua perempuan yang ikut terjun ke medan Perang Uhud walau tak lagi muda terlihat di antara dua kubu pasukan yang saling bertempur.
Keduanya bersama Abu Dujana, Ali ibn Abu Thalib, Thalhah, Zubair, dan lainnya melindungi Nabi SAW dari pasukan Quraisy yang menyerang saat tentara Islam terdesak.
Ibnu Qamiah juga memacu kudanya begitu kencang demi memperkecil jarak antara dirinya dan Muhammad SAW, seraya pedang berkekuatan penuh terayun.
Mengetahui ancaman itu Thalhah lekas meloncat ke depan untuk menghalangi pedang Qamiah, mengakibatkan sebagian jemari Thalhah terputus kena sabetan pedang.
Meski sempat terhalang, tapi pedang Qamiah berhasil bersinggungan dengan topi baja Rasulullah SAW, dan meninggalkan luka pada pelipis Beliau.
Pedang tersebut terbentur dengan topi baja Rasulullah pada ayunan berikutnya, dan merobohkan Beliau hingga pingsan.
d. Luka-Luka Rasulullah
Setelah berhasil mendekati Nabi Muhammad SAW, Abu ‘Ubaidah menggunakan giginya untuk mengeluarkan logam-logam itu dari pipi.
Namun karena tak ingin tindakannya malah menimbulkan rasa sakit, maka Abu ‘Ubaidah menggigit pecahan topi baja yang menonjol dari pipi Rasulullah hingga hancur, baru mengangkatnya.
Setelah berhasil diangkat, Malik meminta izin untuk membersihkan darah dari wajah Rasulullah dengan cara menyedotnya.
Berulang-ulang dia lakukan itu sampai wajah Rasulullah pun cerah kembali.
Begitu terasa kembali segar, Rasulullah dan para sahabat mulai bergerak menuju tebing, untuk menyiarkan bahwa Rasulullah masih hidup kepada pasukan Muslim yang tersisa.
e. Jumlah Syuhada
Peperangan ini rupanya meminta korban sebesar 70-75 orang mati syahid (salah satunya adalah Mushab bin Umair) dari 700 orang.
Sisa 630 orang selain mereka menderita luka yang sangat luar biasa.
Selain Mushab, salah seorang dari golongan muhajirin yang wafat merupakan paman Nabi Muhammad SAW, yakni Hamzah ibn Abdul Muthalib.
Usai peperangan dan kaum musyrikin juga kembali ke Makkah, Nabi Muhammad SAW memerintahkan agar memakamkan para sahabatnya yang gugur di tempat mereka roboh.
Maka satu liang kubur bisa diisi beberapa syuhada, serta dishalatkan satu persatu sebelum dikuburkan.
Nama-nama mereka tercatat dalam naskah-naskah kuno.
f. Kembaran yang Terbunuh
Saat alur situasi peperangan malah memburuk, Rasulullah terdesak sampai ke Gunung Uhud bersama Mushab bin Umair yang tetap solid memegang bendera.
Ibnu Khamiah datang pada saat-saat ini dan memukul Rasulullah SAW yang terjerumus ke dalam lubang.
Namun saat menjauhi Beliau, betapa kaget Ibnu Khamiah melihat seseorang yang sangat mirip dengan Rasulullah SAW tengah membawa bendera muslimin.
Kontan saja ia menyabet tangan kanan Mushab bin Umair –yang ia kira Rasulullah SAW tersebut.
Bendera pun nyaris jatuh, walau Mushab berhasil menangkapnya dengan tangan kiri.
Tak puas dengan hasilnya, Ibnu Khamiah kembali menyerang dan memotong tangan kiri bahkan menancapkan pedang ke dadanya, maka Mushab mati syahid saat itu juga.
Tentu saja wafatnya Mushab ini membuat Ibnu Khamiah “mengira” telah berhasil membunuh Rasulullah SAW, dan langsung menyebarkan kabar itu kepada seluruh Kaum Quraisy di medan perang.
g. Kesyahidan Hamzah
Hindun binti Utbah sang istri Abu Sufyan berulah dan mengakibatkan Hamzah bin Abdul Muthalib, nama sahabat yang sekaligus paman rasulullah saw yang gugur dalam medan tempur.
Ia mengupah seorang budak Jubair bin Muth’am bernama Wahsyi Alhabsyi untuk menewaskan Hamzah, dengan cara merobek perut dan membawa jantungnya ke hadapan Hindun.
Pembalasan dendam ini dilakukan, karena Hamzah membunuh ayahnya saat Perang Badar.
Bahkan Hindun sampai menggigit dan memakan jantung Hamzah.
Salah satu hasil peperangan yang membuat Rasulullah merasa pilu dan sangat berduka, terkhusus jenazahnya yang hampir tak berbentuk karena bagian dada yang terbelah.
Nabi lalu berpesan agar jenazah Hamzah selalu didekatkan dengan jenazah lain yang sedang dishalati, sehingga jenazah Sayidina Hamzah bin Abdul Muthalib pun dishalati sebanyak 70 kali atau lebih.
Beliau lalu ditempatkan dalam satu makam bersama Abdullah ibn Jahsyi (sepupu Nabi) di lokasi terpisah dengan lokasi para prajurit syahid lainnya.
h. Jenazah yang Dimandikan Malaikat
Hanzhalah RA merupakan sahabat Rasulullah SAW yang awalnya tidak ikut dalam Perang Uhud, karena baru saja melangsungkan pernikahan dan mengumpuli istrinya.
Namun saat baru saja duduk untuk mandi dan membasuh kepala, tiba-tiba terdengar kabar mengenai kekalahan kaum Muslimin.
Karena tidak tahan mendengarnya, ia langsung menghunuskan pedang lekas menuju pertempuran yang tengah berlangsung di Uhud.
Akan tetapi takdir berkata lain, dan Allah SWT memanggil Hanzhalah terlebih dulu dalam keadaan seperti itu (junub) sebagai syahid di Perang Uhud.
Sayangnya para sahabat tidak mengetahui bahwa Hanzhalah masih dalam keadaan junub, maka mereka pun langsung menguburkannya tanpa dimandikan.
Baru saja jenazah akan dikuburkan, Baginda Nabi SAW bersabda:
“Saya melihat para malaikat sedang memandikan jenazah Hanzhalah.”
Baginda Rasulullah SAW pun memastikan lagi dari keluarganya sepulang pertempuran, dan benar saja ternyata Hanzhalah pergi ke medan perang tanpa menuntaskan mandi junub sebelumnya.
i. Sikap Abu Sufyan
Mendengar kabar dari Ibnu Khamiah, Abu Sufyan bergegas mendatangi Gunung Uhud dan bertanya apakah ada Muhammad, Abu Bakar, dan Umar, karena tak sepenuhnya percaya.
Saat tak ada satupun jawaban yang didapat dari umat muslim, Abu Sufyan lantas menyimpulkan, “Ketiga orang ini telah mati!”
Umar bin Khattab yang tak mampu menahan dirinya menjawab, “Engkau bohong, wahai musuh Allah! Semoga Allah Azza wa Jalla mengekal sesuatu yang membuatmu sedih.”
Pada detik itulah Abu Sufyan baru percaya, bila Rasulullah SAW masih hidup.
Beberapa saat kemudian, sebelum kedua pasukan berpisah, Abu Sufyan berada di dekat bukit lokasi Kaum Muslimin sedang berkumpul.
Ia mendatangi tempat itu, memuji berhala, juga mengatakan bahwa Perang Uhud adalah pembalasan dendam atas Perang Badar.
Sementara jawaban dari Umar, “Tidak sama, teman-teman kami tempatnya di surga sementara teman-teman kalian yang tewas berada di neraka!”
j. Hadirnya Fatimah az-Zahra dan Beberapa Wanita
Usai Perang Uhud, Fatimah menerima kabar mengenai ayahandanya yang mengalami luka-luka dalam peperangan.
Fatimah bersama beberapa wanita lekas pergi membawa air dan makanan ke perkemahan pasukan.
Mereka berikan air minum kepada pasukan perang serta membalut luka-luka mereka, sementara Fatimah membersihkan luka ayahandanya.
Namun karena darah beliau tak juga berhenti, Fatimah membakar tikar dan menaburkan abunya ke atas luka sampai aliran darahnya berhenti.
k. Ujian Akidah dan Iman tentang Arti Penting Kekalahan
Prinsip musyawarah dalam menyelesaikan urusan dunia adalah perintah Allah yang dicontohkan melalui Rasulullah.
Walau selalu ada kelompok pengkhianat atas konsensus yang telah disepakati, tapi tak bisa jadi alasan untuk mundur konsensus bersama.
Konsistensi pula komitmen untuk memegang dengan teguh konsensus yang sudah disepakati bersama dalam musyawarah mutlak diperlukan.
Ketaatan kepada pemimpin adalah suatu keharusan, “selama pemimpin tersebut telah berjalan sesuai perintah Allah”.
Meski sempat memenangi peperangan, umat Islam akhirnya ditaklukkan karena sibuk dengan harta rampasan perang, dan banyak di antara mereka juga tak mematuhi perintah Rasulullah SAW.
Allah memberi gambar tentang sebagian pasukan muslim yang saat itu tergiur dengan dunia (harta rampasan perang) hingga membalikkan kemenangan menjadi kekalahan.
Allah menunda kemenangan kaum muslim agar dapat meruntuhkan rasa congkak dalam diri mereka, dan berusaha lebih keras, mendisiplinkan diri, serta patuh kepada Allah dan Rasul-Nya.
10. Burung Elang Perang Uhud
Banyaknya kelebihan dan julukan pemberian Rasulullah SAW membuat nama Thalhah bin Ubaidillah tak lagi asing bagi umat muslim.
Ia selalu menjadi yang pertama untuk menyerang musuh dengan mendobrak barisan mereka agar pasukan muslim bisa memasuki area musuh, karena keyakinannya terhadap janji Rasulullah SAW.
Thalhah bin Ubaidillah juga dijuluki sebagai ‘burung elang’ saat Perang Uhud berlangsung, karena kelebihan tatapan matanya yang tajam.
Bahkan Rasulullah SAW menyebutnya sebagai Thalhah terbaik di antara para Thalhah dan sahabat yang lain dalam Perang Uhud.
Sedangkan kelebihan dan julukan pemberian Rasulullah SAW yang ke tiga adalah “orang yang mati syahid tapi masih hidup”.
Pengejaran Quraisy
Ada kemungkinan orang-orang munafik dan Yahudi yang merasa senang dengan kekalahan kaum muslimin mengadakan pemberontakan dan menyerang Madinah kembali.
Mengingat hal ini, maka Nabi SAW menerima perintah dari Allah SWT supaya keesokan harinya mengejar dan membuntuti Kaum Musyrikin.
Kaum Muslimin menjalankan perintah tersebut dengan lantas mengejar musuh hingga mencapai Hamra al-Asad –yang kemudian dikenal sebagai Perang Hamra al-Asad.
Turunnya Ayat-Ayat
Berdasarkan beragam sumber referensi, sejumlah ayat dalam Al-Qur’an yang diturunkan pada momen-momen sebelum hingga sesudah Perang Uhuhd meliputi Ali Imran ayat 121, 129, 140-141, serta 152.
Demikian juga beberapa di antara hadis-hadis Nabi yang dinukil dari peristiwa pada saat itu.
Jabal Uhud Kini
Gunung Uhud kini telah menjadi tempat bagi kebutuhan wisata ziarah.
Segenap jamaah haji / umrah menjadikan ziarah ini sebagai menu penting ketika sedang berada di Kota Suci Madinah.
Warna Bukit Uhud akan tampak agak kemerahan dan terpisah dari bukit-bukit lain bila dilihat dari kejauhan.
Jabal Uhud rutin dilalui jamaah saat menuju Madinah maupun Makkah sebelum dibangun jalan baru yang menghubungkan kedua kota tersebut, karena memang letaknya di pinggir jalan raya.
Namun mulai dari tahun 1984, perjalanan jamaah haji dari Madinah ke Jeddah atau dari Makkah ke Madinah sudah tidak melewati jalan lama ini lagi.
Jalan barunya sudah tidak lagi melalui pinggir jabal.
Dampak
Dampak berlangsungnya Perang Uhud terhadap ajaran Islam di Tanah Arab antara lain:
Walau kaum Muslimin mengalami kekalahan, tapi dalam waktu singkat pasukan Muslimin telah mampu memulihkan kekuatan, bahkan lebih kuat jika dibandingkan dengan sebelumnya.
Setelah perang Uhud berakhir, golongan Yahudi Bani Nadzir diusir dari Madinah karena telah melakukan pengkhianatan dan pembelotan.
Usai perang Uhud, Nabi Muhammad SAW mulai melakukan beragam pembaharuan.
Nabi Muhammad SAW berhasil membentuk suatu kesatuan pemerintahan dengan pusat di Madinah.
Bangsa-bangsa Arab yang pada waktu itu tersesat dalam bidang keyakinan atau kepercayaan terhadap suatu agama, mulai meninggalkan berhala dan akhirnya hanya menyembah kepada Allah SWT.
Pada saat itu, Jazirah Arab menjadi satu kesatuan politik di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW.
Para penyembah berhala berbondong-bondong mulai memeluk agama Islam sehingga bangsa Arab semakin tinggi moralitasnya.
Peta Peperangan
Foto peta tersebut, kurang lebih, menceritakan alur pergerakan perang Uhud.
Mulai dari keberangkatan pasukan, penempatan para pemanah di pos mereka, hingga kedatangan para musuh juga.
Semoga keberadaan Perang Uhud (termasuk kisah sedih di dalamnya) ini bisa menjadi pembelajaran dan refleksi terhadap diri sendiri, agar ketaatan terhadap perintah Allah dan utusan-Nya lebih meningkat.
Tak boleh pula merasa amal serta perbuatan telah cukup baik, karena bisa saja ketaatan yang selama ini dilakukan rupanya belumlah seberapa.