Perang Banjar terjadi di Kerajaan Banjar yang saat ini wilayahnya meliputi Kalimantan Selatan dan sebagian Kalimantan Tengah. Perang ini dipicu monopoli perdagangan dan campur tangan dalam urusan kerajaan oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah adalah dua tokoh penting yang terlibat dalam perang yang berlangsung dari tahun 1859 hingga 1905 ini. Perang Banjar membawa dampak besar dalam bidang politik dan pemerintahan, ekonomi, serta kehidupan sosial dan budaya masyarakatnya.
Latar Belakang Perang Banjar
1. Keinginan Memonopoli Wilayah Banjar
Kalimantan Selatan, pada dasarnya merupakan salah satu wilayah strategis untuk berdagang. Apalagi ditambah dengan kehadiran Sungai Barito yang besar dan memanjang ke sudut-sudut areanya. Tentu kondisi geografis ini menjadi daya tarik Belanda untuk memonopoli perdagangan yang ada.
Awalnya baik-baik saja, mereka menjalin hubungan dagang lada legal yang disahkan dengan sebuah kontrak yang ditandatangani bersama. East United India Company, nama kompeni Belanda pun mulai bertransaksi pada 1606.
Pada beberapa waktu setelahnya, muncul pergulatan dengan gencatan senjata api akibat pengingkaran kontrak lada mereka. Insiden terparahnya adalah pembunuhan 21 orang Jepang dan 64 orang Belanda di Kota Waring. Pada saat itu Kesultanan benar benar memprihatinkan, tidak stabil dan kacau.
Rakyat sangat terpukul saat Sultan Tahmidillah II meninggal dunia lalu digantikan Sultan Adam atau Pangeran Nata yang melanjutkan pemerintahan. Ia termasuk golongan yang pro Belanda.
2. Campur Tangan Belanda dalam Urusan Pemerintahan
Lalu Belanda membuat perjanjian lagi dengan Kesultanan Banjar pada 1826. Ternyata setelah dipikir-pikir, kontrak yang dibuat bersama itu malah merugikan pihak Banjar. Pasalnya, isi perjanjian tersebut adalah larangan berhubungan diplomatik dengan negara lain kecuali Belanda. Wilayah kekuasaannya juga dipersempit hingga yang tersisa hanya Banjarmasin, Martapura, dan sekitar hulu Sungai Barito.
Tokoh yang menjabat atau istilahnya mempunyai peran penting harus disetujui oleh pemerintahan Belanda. Ajang berburu yang sudah menjadi suatu keharusan juga harus diserahkan ke Belanda. Pajak perdagangan intan atau hasil tambang juga dimakan dan dilahap oleh Belanda dengan pajak 10% dari harga intan dan hasil tambang. Harga pembeliannya juga tentunya harus diatur oleh pemerintahan Belanda.
Ya sisi baiknya, Belanda memberikan proteksi terhadap serangan dan ancaman musuh dari dalam maupun luar negeri. Ironinya, meski terlindung dari luar, masyarakat hancur dari dalam. Justru Belanda yang menjadi musuh rakyat Banjar.
Kondisi ekonomi yang mengenaskan di Kesultanan Banjar mengakibatkan protes besar-besaran oleh rakyatnya. Sultan Adam berusaha menenangkan massa. Namun, ini adalah jebakan dari Belanda. Tahtanya dirampas oleh Belanda dan tanpa persetujuannya dan para rakyat,
Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah menjadi Sultan Banjar. Padahal masyarakat menginginkan Pangeran Hidayatullah yang menggantikan posisi sultan sebelumnya. Secara biologis dan struktur hierarki sosial, dia adalah anak Sultan Adam yang membuatnya sah sebagai ahli waris tahta sultan atau raja. Tetapi pemerintah Belanda tetap memaksa agar Pangeran Tamjidillah yang akan tetap menduduki jabatan sebagai Sultan dan Pangeran Hidayatullah hanya sebagai bawahannya.
Kronologi Perang Banjar
1. Lahirnya Pangeran Antasari
Sepertinya, penderitaan rakyat Banjar terdengar oleh Tuhan. Kini muncullah Pangeran Antasari. Pada tahun 1809 Pangeran Antasari pahlawan yang terkenal ini lahir. Beliau adalah putra kandung dari Pangeran Amir.
Sejak dulu Pangeran Antasari kecil memang tidak menyukai kehidupan di istana yang penuh akan politik dan pengaruh kekuasaan kolonial Belanda.
Dia lebih nyaman dan senang hidup di kalangan masyarakat biasa, berinteraksi bersama rakyat, hidup sederhana dengan pekerjaan sebagai petani, atau berdagang dan juga mempelajari Agama Islam dari para ulama. Ia lebih senang menjadi rakyat biasa hidup bebas dari kekangan kesultanan dan hiruk pikuk dominasi kolonial belanda di tanahnya.
Agama Islam dan rakyat adalah dua pondasi kokoh yang sangat berpengaruh di kehidupan Pangeran Antasari. Oleh karena itu Pangeran Antasari berusaha untuk memperjuangkan hak rakyat Banjar dengan wilayahnya yang tersisa. Usaha untuk melawan jajahan Kolonial Belanda tersebut sangat didukung oleh rakyat Banjar. Penduduk Banjar akhirnya mulai melawan dan tidak takut lagi dengan Belanda dengan membawa semangat perang dengan membawa nama Agama di kepangan tangan.
Kelemahan Sultan Tamjidillah mulai tercium dan mengakibatkan kekacauan. Kondisi yang semakin panas ini membuat Pangeran Antasari tampil menduduki posisi sebagai pemimpin rakyat Banjar. Awalnya, Pangeran Antasari berdiskusi dengan para pejuangnya apakah kekuatan rakyat yang sudah muak pada Belanda itu banyak. Pangeran Hidayatullah yang kini dipanggil Mangkubumi juga turut diajak untuk berjuang bersama.
2. Perang Gerilya dan Petanya
Akhirnya pada tanggal 28 April 1859 terjadilah Perang Banjar. Di mana kerusuhan dan bersuaranya teriakan semangat pantang menyerah dari para pahlawan. Pasukan Kesultanan Banjar dipimpin oleh Pangeran Antasari dan dibantu oleh Pangeran Hidayatullah, Pangeran Amrullah, Tumenggung Antaluddin, Haji Buyasin, Demang Lehman, dan para pejuang lainnya.
Serangan pertama dari pasukan Banjar dilancarkan ke Benteng Pengaron dan tambang Nassau Oranje yang dikuasai Belanda. Panik karena tempat diserbu oleh rakyat pribumi, Belanda mengutus Kolonel Augustus Johannes Andersen untuk memimpin militer yang ada di sana dan dibantu juga oleh Letnan Kolonel G. M. Verspyck.
Pangeran Hidayatullah yang sangat mendengar suara rakyat semakin jelas dan sangat menjadi tim anti Belanda. Beliau menolak keharusan untuk menyerah kepada Belanda. Perang semakin meluas dan para pejuang juga gugur sedikit demi sedikit. Namun, setelah itu para ulama dan juga kepala daerah setuju untuk bergabung dengan pemberontak. Mereka menambah kekuatan dan jumlah pasukan Banjar.
3. Tertangkapnya Pangeran Hidayatullah
Sayangnya, nasib baik tidak mereka dapatkan. Pasukan pemberontak harus menerima kekalahan karena persenjataan Belanda yang saat itu canggih sementara para pejuang saat itu hanya mempunyai alat sederhana.
Setelah terus berperang tanpa lelah hingga tiga tahun lamanya, Pangeran Hidayatullah menyerah dan mengakui kalah kepada pihak Belanda. Hingga pada tahun 1861 Pangeran Hidayatullah dibuang ke daerah Cianjur oleh Belanda sebagai bayaran.
Dengan kehilangan Pangeran Hidayatullah di medan tempur, Pangeran Antasarilah yang menggantikannya. Secara tidak langsung, ia juga menggantikan posisi Pangeran Hidayatullah sebagai sultan baru, meski belum disetujui oleh Belanda.
Rakyat yang ikut berjuang, para ulama dan para pejuang lainnya memutuskan untuk mengakui Pangeran Antasari sebagai Khalifah Perang Kesultanan Banjar. Lalu Pangeran Antasari juga meneriakkan Agama Islam sebagai tanda semangat perlawanan rakyat Banjar.
4. Wabah Cacar dan Gugurnya Pangeran Antasari
Namun, tragisnya hari dimana Kesultanan Banjar harus bersedih lagi pada tanggal 11 Oktober 1862, Pangeran Antasari justru menghembuskan nafas terakhir. Alasan beliau meninggal bukan karena hasil dari gencatan senapan pihak Belanda melainkan akibat wabah cacar yang merajalela di wilayah tersebut.
Fakta dari buku Merle Calvin Ricklefs yang berjudul A History of Modern Indonesia since c-1300 (1993), ia menjelaskan terbunuhnya Pangeran Antasari karena wabah Cacar juga diungkapkan dalam catatan sejarawan. Dalam buku itu, Ricklefs memaparkan, setelah Pangeran Antasari menjadi pemeran utama pemberontakan kepada Belanda.
Beliau yang sangat menentang pemerintahan Belanda yang sangat kejam itu sampai kematiannya sendiri akibat cacar pada bulan Oktober 1862.
5. Akhir dari Perjuangan
Nah Selasares, inilah akhir kisah sejarah Perang Banjar. Berakhirnya perjuangan Pangeran Antasari dan jatuhnya Kerajaan Banjar ke tangan Belanda menjadi penanda usainya Perang Banjar, yakni tahun 1906. Nyawa yang melayang di medan perang mencapai lebih dari 6.000 jiwa. Belanda semakin menjadi di tanah Kalimantan dengan pundak yang gagah atas kemenangannya.
Dampak
1. Politik dan Pemerintahan
Dampak Perang Banjar terhadap politik dan pemerintahan Kalimantan Selatan antara lain:
- Kerajaan Banjar dan seluruh bekas daerahnya dihapus dan diganti menjadi Residentie Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo, dengan ibu kota Martapura;
- Perang Banjar dianggap konflik sekuler agama dan justru mengganggu kestabilan residen;
- Golongan bangsawan dan keturunan raja hilang kedudukannya; dan
- Pemilik tanah harus menyerahkan tanahnya ke Belanda. Ia akan diberi uang ganti namun apabila sang pemilik turut serta dalam Perang Banjar maka tidak diberi uang sama sekali.
2. Ekonomi
Dampak lain di bidang ekonomi antara lain:
- Pertambangan batu bara dikuasai oleh Belanda seutuhnya;
- Perdagangan di Sungai Barito diperketat dan juga dikuasai oleh Belanda;
- Rakyat hanya diperbolehkan bekerja di golongan menengah ke bawah. Tidak boleh memiliki usaha besar atau jadi pemimpin perusahaan di Banjar.
3. Sosial dan Budaya
Dampak terakhir yang begitu dahsyatnya ada di bidang sosial dan budaya, antara lain:
- Kesenjangan sosial terjadi antara Belanda dengan orang Banjar;
- Orang Banjar direndahkan oleh Belanda dan memiliki kedudukan sosial yang rendah di mata mereka;
- Berkurangnya jumlah laki-laki akibat perang;
- Tidak semua orang bisa mengakses pendidikan di Banjar;
- Golongan ulama atau pemuka Agama Islam, kini dihiraukan oleh Belanda;
- Penyakit menular sering terjadi di Banjar seperti cacar dan pes; dan
- Pembuatan jalan-jalan di atas sungai dan pembangunan kampung-kampung sehingga berkurangnya
- kelestarian alam Kalimantan Selatan.
Tokoh-Tokoh yang Terlibat
Berikut adalah daftar tokoh yang terlibat dalam Perang Banjar.
- Pangeran Hidayatullah;
- Pangeran Antasari;
- Tumenggung Antaludin;
- Tumenggung Surapati;
- Sultan Adam atau Pangeran Nata;
- Sultan Tahmidillah II;
- Sultan Tamjidillah;
- Demang Lehman;
- Panembahan Muhammad Said;
- Tumenggung Singapati;
- Panglima Bukhari;
- Augustus Johannes Andresen;
- George Frederik Willem Borel;
- F.P. Cavaljé;
- Letnan Kolonel G. M. Verspyck;
- Pangeran Amir;
- Karel Cornelis Bunnik;
- Pasukan Hindia Belanda;
- Masyarakat Banjar dan sekitarnya; dan
- Masyarakat Kalimantan Tengah.
Nah gimana? Belajar sejarah itu asyik bukan? Kita jadi lebih mengenal dan tentunya dapat diambil pelajaran hidup yang baik perjuangan para pahlawan dari kisah kisah terdahulu. Untuk cerita sejarah dan perang lainnya, langsung saja cek di Selasar.