Pengertian inflasi adalah suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga pada barang dan jasa secara berkelanjutan. Kondisi ini dapat dipicu oleh berbagai faktor diantaranya permintaan yang tinggi terhadap barang dan jasa sementara tingkat produksi dan distribusinya rendah. Selain itu dari segi moneter, inflasi terjadi karena banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat yang pertumbuhannya tidak berimbang dengan ketersediaan barang. Teori Kuantitas, Struktural, dan Keynes dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengetahui tingkat inflasi yang terjadi. Inflasi dapat dibedakan berdasarkan sifat, penyebab, dan sumbernya. Inflasi sendiri dapat dicegah melalui berbagai kebijakan.
Simak pembahasan lengkap tentang Inflasi beserta dampak yang ditimbulkannya berikut ini.
Pengertian Inflasi
1. Secara Umum
Inflasi secara umum berarti suatu kondisi perekonomian di mana nilai alat tukar atau uang jatuh merosot akibat peredaran uang yang tidak stabil sehingga menyebabkan kenaikan harga barang-barang dan jasa-jasa secara terus-menerus.
2. Menurut Para Ahli
a. Bank Indonesia (BI)
Inflasi menurut Bank Indonesia selaku pencetak uang rupiah adalah naiknya harga-harga secara umum, terus-menerus, dan berkelanjutan dalam periode waktu tertentu. Kenaikan harga di sini tidak hanya berlaku pada satu atau dua barang saja, tetapi pada banyak barang dan jasa dan secara meluas. Kecuali memang satu atau dua barang tersebut mengindikasikan sebagai penyebab kenaikan harga barang dan jasa lainnya.
b. Badan Pusat Statistik (BPS)
Badan Pusat Statistik atau disingkat BPS juga memberikan pengertian inflasi, yaitu kecenderungan meningkatnya harga produk barang dan jasa yang umumnya terjadi secara terus-menerus. Jadi, jika terus-menerus naik, inflasi akan terus naik dan terjadi.
c. Dwi Eko Waluyo
Dwi Eko Waluyo, pakar ekonomi dan dosen di Universitas Dian Nuswantoro, mengatakan bahwa inflasi dapat dianggap sebagai salah satu penyakit ekonomi yang diderita oleh hampir seluruh negara. Ia memiliki fenomena dalam wujud kenaikan harga-harga barang dan jasa umum yang terus-menerus terjadi.
d. Rahardja dan Manurung
Prathama Rahardja dan Mandala Manurung dalam buku Teori Ekonomi Makro (2004), menerangkan bahwa inflasi adalah kecenderungan meningkatnya harga produk guna dan pakai secara berkesinambungan.
e. Sadono Sukirno
Dalam buku Pengantar Teori Mikro Ekonomi (2004), Sadono Sukirno mengemukakan arti inflasi sebagai suatu proses terjadinya kenaikan harga secara umum yang berpengaruh terhadap perekonomian.
f. A. P. Lehner
Ahli ekonomi A. P. Lehner menyebutkan pengertian inflasi, yaitu kondisi terjadinya kelebihan permintaan (demand) akan barang dan jasa dalam perekonomian secara menyeluruh.
g. McEachern
William A. McEachern melalui bukunya Ekonomi Makro (1988) berpendapat bahwa inflasi merupakan kenaikan secara kontinu yang dialami oleh harga dalam perekonomian. Jika dalam beberapa waktu harga turun lalu naik kembali atau bisa dikatakan dengan harga fluktuatif, maka kejadian tersebut tidak bisa dikatakan sebagai inflasi.
h. Rimsky K. Judisseno
Rimsky K. Judisseno dalam bukunya Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia (2002), menerangkan seputar inflasi, yakni peristiwa ekonomi yang ditunjukkan dengan kenaikan harga barang pada umumnya sehingga menyebabkan penurunan nilai mata uang.
i. Weston dan Copeland
Buku Manajemen Keuangan karya John Fred Weston dan Thomas E. Copeland, memuat tentang pengertian inflasi, yaitu suatu keadaan ekonomi berupa peningkatan harga yang tinggi dan tidak bisa dicegah atau dikendalikan seperti sebelumnya.
j. Bodie, Cane, dan Marcus
Tiga pakar ekonomi mengarang buku Investment (2002) dan mencantumkan definisi inflasi, yaitu suatu nilai pada saat barang atau jasa sedang mengalami kenaikan harga.
Sejarah Terjadinya Inflasi
Inflasi sudah terjadi dan dirasakan manusia sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Catatan sejarah mengatakan inflasi pertama diderita oleh Kerajaan Byzantium di Mesopotamia. Kala itu kerajaan menggencarkan kegiatan ekspor untuk mengumpulkan emas sebanyak-banyaknya. Produktivitas tersebut menghasilkan buah yang banyak dan masyarakatnya menjadi kaya.
Dengan uang yang berlebih tentu akan dibelanjakan dan akibatnya terjadi pula kenaikan harga secara terus-menerus. Hal ini juga dirasakan bertahun-tahun setelahnya seperti di Spanyol setelah masa Conquistadores, Inggris setelah perang Napoleon, Turki setelah menguasai Konstantinopel, dan berbagai penjuru dunia.
Inflasi sendiri mulai berkembang di Indonesia sejak zaman kerajaan-kerajaan nusantara. Ia baru mencapai tingkat yang memprihatinkan pasca proklamasi. Pada pemerintahan Soekarno, kepentingan politik dan citra negara seolah-olah lebih diutamakan dibandingkan pertumbuhan ekonomi. Uang dicetak secara masif akan tetapi produktivitas dan lapangan kerja tidak ikut ditingkatkan secara masif.
Ketidakseimbangan tersebut membuat lonjakan harga pasar dan bahan baku karena banyaknya uang yang beredar sehingga nilai rupiah pun menurun. Puncaknya pada krisis moneter era Soeharto yang menjadi salah satu alasan turunnya ia dari kursi presiden.
Faktor Penyebab
Menurut Bank Indonesia dan Warta Ekonomi, penyebab inflasi adalah kenaikan pada Indeks Harga Konsumen atau harga rata-rata barang-barang tertentu yang dibeli konsumen. Harga barang dan jasa yang naik dapat disebabkan karena tingginya permintaan konsumen, rendahnya kegiatan produksi dan distribusi, banyaknya uang yang beredar akibat pertumbuhan ekonomi ataupun bank sentral yang mencetaknya, defisit pada anggaran belanja negara, serta lemahnya peran negara dalam mengatur dan memberi kebijakan perekonomian (moneter dan fiskal). Sadono Sukirno juga menambahkan bahwa kenaikan harga impor dan kekacauan pemerintahan akibat konflik internal maupun eksternal turut menjadi faktor penyebab inflasi.
Teori
Selain adanya faktor penyebab, ada pula teori-teori tentang inflasi yang memudahkan publik serta pemangku kebijakan untuk mengetahui penyebab dan keparahan inflasi.
1. Teori Kuantitas
Teori pertama, teori kuantitas, bisa juga dikatakan teori dasar atau umum karena ia menjelaskan bahwa inflasi terjadi akibat banyaknya uang yang beredar. Semakin tinggi peredaran uang, semakin tinggi pula harga-harga produk.
2. Teori Struktural
Teori struktural mempelajari bahwa inflasi dapat terjadi apabila produsen tidak mampu mengatasi dengan cepat permintaan-permintaan yang berlebih akibat pertumbuhan jumlah penduduk atau ekonominya.
3. Teori Keynes
Teori menurut ekonom asal Inggris, John Maynard Keynes, menjelaskan bahwa pengeluaran atau pembelian berlebih dari masyarakat dapat memengaruhi output dan inflasi karena melambungnya permintaan serta penawaran yang tetap atau tidak berubah. Ia lebih memfokuskan pada pengeluaran total dan gaya hidup masyarakat yang ingin melebihi batas kecukupan ekonominya.
Indikator
Menurut Bank Indonesia, indikator yang biasa digunakan untuk mengukur inflasi ialah Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI). Ia adalah satu indeks atau indikator yang mengukur dan menelaah harga rata-rata dari produk yang dibeli masyarakat atau konsumen. Selain itu, ada pula indikator lainnya menurut BI dan BPS, yaitu:
- Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) yang berguna untuk mengukur harga penjualan besar pertama kepada pedagang atau pembeli selanjutnya di pasar pertama.
- Indeks Harga Produsen (IHP) yang berguna untuk mengukur perubahan harga yang diperoleh produsen domestik saat menjualkan hasil produksinya.
- Deflator Produk Domestik Bruto (DPDB) yang berguna untuk mengukur perubahan harga semua barang baru jadi, produksi lokal, maupun jasa.
- Indeks Harga Aset (IHA) yang berguna untuk mengukur kondisi pergerakan dan perubahan harga aset seperti properti dan saham.
Jenis
1. Berdasarkan Sifatnya
a. Creeping Inflation
Creeping inflation dapat disebut juga sebagai inflasi merayap atau inflasi ringan. Inflasi kategori ini masih mudah untuk dikendalikan dan belum begitu berpengaruh besar dalam perekonomian suatu negara. Kenaikan harganya berjalan lambat dan dalam jangka waktu yang lama juga. Persentase kenaikannya masih di bawah 10% per tahunnya. Namun, tidak boleh dibiarkan karena dapat meningkat ke tahap selanjutnya dan lebih parah. Contohnya harga bawang putih pada tahun 2019 Rp22.000 per kilogram dan pada tahun 2020 menjadi Rp25.000 per kilogram.
b. Galloping Inflation
Galloping inflation, inflasi sedang, atau inflasi menengah dapat mengganggu kesejahteraan masyarakat tetapi belum membahayakan perekonomian suatu negara. Ia memang lebih besar efeknya ketimbang creeping inflation karena tingkat akselerasi kenaikan harganya cukup besar dalam jangka waktu yang lebih cepat juga. Kisaran persentase tahunannya 10% sampai 30%. Contohnya seperti harga daging sapi yang semulanya Rp120.000 per kilogram dapat menjadi Rp160.000 per kilogram.
c. Hyper Inflation
Kalau inflasi yang satu ini, sifat dan dampaknya paling parah dan paling tinggi karena dapat membuat kekalutan perekonomian suatu negara. Harga barang dan jasa dapat meningkat berkali-kali lipat ketika terjadi inflasi berat atau hyper inflation. Persentase kenaikannya mulai dari 30% hingga di atas 100%. Inflasi ini sangat sulit untuk dikendalikan meskipun sudah diberlakukan kebijakan keuangan oleh suatu negara. Masyarakat cenderung untuk menyimpan aset dan uang mereka sendiri ketimbang di bank karena bunganya jauh lebih rendah.
Contohnya seperti harga masker yang mengalami lonjakan akibat pandemi COVID-19 dari Rp25.000 per 50 buah sampai Rp350.000 per 50 buah.
2. Berdasarkan Penyebabnya
a. Cost Push Inflation
Cost push inflation atau inflasi desakan biaya terjadi karena naiknya biaya produksi yang menyebabkan harga penawaran ikut naik. Biaya produksi yang naik bisa disebabkan karena langkanya sumber daya, produsen, pasar, atau distributornya sehingga menyebabkan produk menjadi langka dan bernilai tinggi meski jumlah permintaan tetap atau tidak terlalu berubah. Contohnya seperti harga bahan bakar minyak atau BBM yang selalu naik dan menyebabkan kenaikan harga di aspek lainnya.
b. Demand Pull Inflation
Kalau demand pull inflation kebalikannya dari cost push inflation. Tingginya permintaan dan ketidaksanggupan produsen untuk memenuhinya membuat harga menjadi naik. Hal ini dikarenakan masyarakat memiliki permintaan dan uang yang banyak, alhasil nilai mata uang tersebut menjadi rendah. Contohnya seperti permintaan kebutuhan masker dan hand sanitizer akibat pandemi COVID-19 yang sangat banyak membuat produsen tidak mampu memenuhinya dan akhirnya mengalami kenaikan harga yang signifikan.
c. Bottle Neck Inflation
Campuran dari kedua inflasi sebelumnya menciptakan bottle neck inflation, yaitu inflasi yang terjadi akibat adanya faktor penawaran dan permintaan. Satu sisi permintaan membanjir dan satu sisi terjadi kelangkaan produksi serta distribusi yang menyebabkan kenaikan harga yang drastis. Contohnya seperti rumah sakit kesulitan mengobati pasien COVID-19 karena jumlahnya melebihi kemampuan ditambah lagi dokter mulai terkena penyakitnya akibat tertular dari pasien.
3. Berdasarkan Sumbernya
a. Domestic Inflation
Domestic inflation atau inflasi domestik adalah inflasi yang bersumber dari lokal atau dalam negeri. Ia bisa terjadi akibat dua hal, pertama karena masyarakat memiliki uang yang berlebih dan kedua karena ketersediaan barang dan jasa yang kurang dari jumlah permintaan (meski jumlah permintaan tetap) sehingga terjadilah kenaikan harga. Contohnya seperti harga bahan baku makanan yang terus naik menyebabkan kenaikan harga di sektor lain.
b. Imported Inflation
Kebalikan domestic inflation, imported imflation atau inflasi impor berasal dari luar negeri. Inflasi ini terjadi pada negara-negara yang memiliki kebijakan perdagangan internasional dan melakukan perdagangan bebas dengan negara lain. Kenaikan harga terjadi akibat inflasi yang diderita negara lain. Contohnya negara lain yang memproduksi kendaraan atau produk elektronik yang diimpor Indonesia sedang mengalami inflasi yang otomatis berdampak pula ke Indonesia karena mengimpor produk mereka.
Dampak
1. Equity Effects
Inflasi dapat memberikan dampak pada pendapatan atau equity effects. Ia dapat memberikan dampak positif dan negatif. Dampak negatif tentu dirasakan oleh mereka yang memiliki pendapatan tetap. Gaji atau uang yang mereka terima jumlahnya relatif sama, tetapi harga barang dan jasa kian meningkat. Sedangkan di sisi lain, para pengusaha menggencarkan produktivitas karena harga jual sedang naik.
2. Efficiency Effects
Inflasi dapat memengaruhi efisiensi dari faktor-faktor produksi. Karena jumlah permintaan yang membludak, produsen harus mampu menyainginya dengan sistem seefisien mungkin. Kalau tidak, maka inflasi akan terus meningkat, harga semakin naik, dan bisa terancam tidak laku. Bisa jadi suatu produsen jatuh bangkrut akibat proses produksi yang tidak efisien dan memakan banyak biaya karena inflasi.
3. Output Effects
Kemampuan akan output atau hasil produksi juga terpengaruh akibat inflasi. Harga bahan baku yang tinggi membuat kegiatan produksi dapat berkurang. Kegiatan ekspor juga akan berkurang karena biayanya yang lebih mahal. Pada akhirnya, devisa negara turut berkurang.
4. Saving and Banking Effects
Menabung dalam keadaan inflasi bukan suatu hal yang diminati masyarakat. Pasalnya, bunga yang diberikan akan jauh lebih rendah dan belum lagi nasabah harus membayar biaya administasi bank. Oleh karena itu, banyak bank kehilangan nasabah ketika inflasi.
5. Kesejahteraan Masyarakat
Siapa yang senang dengan harga produk yang semakin tinggi? Masyarakat tentu akan menerima imbasnya dari inflasi dengan apa-apa yang semakin mahal. Apalagi jika ditambah dengan berdampaknya pendapatan masyarakat, kesejahteraan umum semakin menurun. Akan tetapi, bisa dikendalikan, dicegah, dan dikurangi dengan upaya berikut ini.
Upaya Mencegah dan Mengatasi
1. Kebijakan Moneter
Pemerintah dapat mengatasi dan mencegah inflasi dengan pemberlakuan kebijakan moneter atau keuangan yang tepat dan efektif. Kebijakan moneter juga dapat meningkatkan kesejahteraan umum. Caranya bisa dilakukan dengan mengurangi jumlah uang yang dicetak dan beredar, meningkatkan bunga bank agar masyarakat mau menabung, menjual saham atau surat-surat berharga lainnya, dan sebagainya.
2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan tentang perpajakan atau fiskal dapat membantu menekan inflasi. Caranya adalah dengan menghemat pengeluaran negara atau pemerintahan untuk mengurangi permintaan barang dan jasa serta meningkatkan tarif pajak agar mengurangi tingkat konsumsi masyarakat dan mendorong perilaku hemat.
3. Kebijakan Produksi
Pemerintah bersama para pengusaha dapat mendorong produktivitas untuk meningkatkan jumlah barang dan jasa di pasar supaya inflasi dapat diatasi. Selain itu, pajak impor bisa diturunkan agar menambah persediaan produk.
4. Kebijakan Penetapan Harga
Beberapa jenis barang seperti elektronik, emas, dan barang tersier lainnya dapat dikenakan harga maksimum yang realistis untuk bisa membantu mengendalikan inflasi. Adanya harga maksimum digunakan supaya harga barang tersebut tidak terus-menerus meningkat dan tidak terkendali.
Jika harga maksimum terlalu tinggi dan tidak realistis, maka pasar gelap dapat terbentuk. Sekian pembahasan soal pengertian inflasi, sejarah, indikator, dan lainnya. Sebelum terjadi inflasi besar-besaran, mari kita mulai hidup hemat, rajin menabung, dan secukupnya. Eits, jangan lupa untuk giat dan bekerja keras untuk menghasilkan uang agar sejahtera.