Pengertian akhlak adalah perilaku yang dikerjakan seseorang berulang kali, karena didorong sebuah keinginan untuk melaksanakan suatu perbuatan.
Singkatnya, akhlak merupakan budi pekerti. tabiat, perangai, dan sifat seseorang.
Masyarakat di Indonesia sendiri terkenal menjunjung tinggi etika, sopan santun, dan norma dalam kehidupan mereka.
Hampir setiap daerah menekankan seseorang agar selalui memiliki akhlak terpuji ketika beraktivitas sehari-hari.
Apa saja perbuatan yang termasuk ke dalam contoh-contoh akhlak yang baik dan buruk?
Yuk, kita pahami baik-baik kandungan dari pengertian akhlak dan dalilnya, beserta penjelasannya berikut ini:
Pengertian Akhlak
1. Definisi Umum
Kata “akhlak” berarti suatu tingkah perilaku yang dikerjakan berulang-ulang, tak hanya sekali baik itu mengerjakan perbuatan baik maupun berperilaku buruk, atau bahkan sewaktu-waktu saja.
Seseorang bisa disebut berakhlak, bila itu muncul dengan sendirinya oleh dorongan motivasi dalam diri, lalu dilaksanakan tanpa pertimbangan pemikiran muluk-muluk, lebih-lebih keterpaksaan berbuat.
Ini tentu berbeda dengan etika dan moral.
Moral, baik-buruknya cenderung berkenaan dengan ukuran tradisi dan budaya setempat.
Lain pula dengan etika, yang ranahnya lebih terhadap keilmuan untuk mengkaji perkara-perkara baik-buruk berdasarkan akal pikiran manusia.
2. Menurut Bahasa dan Istilah
a. Dalam Bahasa Arab
Berdasarkan kaidah kata dalam Bahasa Arab, akhlak menjadi bentuk jamaknya kata “khuluk”, yang artinya adalah tingkah laku, perangai, atau tabiat.
b. Dalam KBBI
Sementara KBBI mendefinisikan akhlak (mahmudah dan mazmumah) sebagai kelakuan atau budi pekerti.
3. Secara Etimologi
Bila ditinjau secara etimologi, asal kata “akhlak” yaitu ”Al-Khulk” yang artinya tabiat, kebiasaan, tingkah laku, perangai, kelakuan, diterangkan sebagai sifat bawaan yang tertanam dalam diri manusia yang dengan senang pula mudah tanpa ada suatu paksaan atau pemikiran bisa dikeluarkan olehnya.
4. Secara Terminologi
Dari segi terminologinya, akhlak diartikan sebagai tingkah laku seseorang oleh dorongan semacam keinginan yang secara sadar ada, untuk mengerjakan suatu perbuatan baik.
5. Menurut Para Ahli & Ulama
a. Menurut Al Ghazali
Bagi Imam Ghazali, akhlak menjadi sesuatu yang telah merekat kuat dalam jiwa raga manusia, lalu mendorong ia agar melakukan perbuatan tertentu tanpa perlu dipikirkan terlebih dulu.
Apabila perbuatan yang dilaksanakan tersebut adalah baik, maka akan disebut akhlak mulia atau mahmudah.
Namun bila perbuatannya jelek, maka disebutnya adalah akhlak tercela atau madzmumah.
Definisi ini menjelaskan pengertian, bahwa sesuatu yang apabila dalam melakukannya bukan berdasarkan keyakinan dalam diri dan jiwa, maka tak disebut dengan akhlak.
Begitu pula apabila sesuatu yang dalam melakukannya tidak ada spontanitas –masih dipertimbangkan terlebih dulu atau sengaja dibuat-buat alias pencitraan, maka kategorinya bukan termasuk akhlak.
b. Ibnu Maskawaih
Dalam pandangannya, aqidah akhlak ialah sifat dalam diri dan jiwa seseorang yang telah tertanam, sehingga melahirkan dorongan untuk melakukan sesuatu tanpa perlu adanya pemikiran atau pertimbangan.
c. Abu Hamid al-Ghazali
Menurutnya, akhlak adalah sifat-sifat dalam diri dan jiwa manusia yang telah terpatri, dan darinya terlahir hal-hal perbuatan untuk dilakukan secara senang juga mudah tanpa ada pemikiran tentang dirinya atau adanya perenungan terlebih dulu.
d. Ahmad ibn Mushthafa
Akhlak menurut pandangannya, adalah satu ilmu yang melaluinya jenis-jenis keutamaan bisa diketahui.
Keutamaan yang dimaksud ini sendiri adalah keseimbangan yang terwujud antartiga kekuatan yaitu kekuatan berpikir, syahwat atau nafsu, dan marah.
e. Muhammad ibn Ali asy-Syariif al-Jurjani
Beliau berpendapat, bahwa akhlak menjadi sesuatu yang bersifat (buruk atau baik) merekat kuat dalam jiwa manusia, yang terlahir darinya –dengan mudah juga ringan tanpa dipikirkan serta direnungkan—segala ragam perbuatan.
6. Menurut Muslim Nurdin, dkk
Pada kesempatan yang berbeda, Muslim Nurdin memberi gambaran tentang akhlak yang berupa sistem nilai pengatur tindakan manusia di muka bumi.
Ada 2 sudut pandang yang membagi definisi ini, yakni Suluq Azzahriah lalu Bataniah.
a. Suluq Azzahriah
Cara pandang yang pertama ini cenderung melihatkan penampakan hal-hal dalam diri misalnya tingkah laku, tutur kata, dan watak.
b. Bataniah
Sementara bila berdasarkan sudut pandang ini, akhlak dianggap sebagai ilmu pembahasan beragam persoalan yang dihadapi umat manusia terkait hal-hal yang sifatnya kejiwaan.
7. Dalam Buku Pendidikan Islam oleh Al Ikhlas, Lc., MA.
Beliau telah menyebut akhlak melalui buku berjudul ‘Pendidikan Islam’, yang secara bahasa adalah berarti tabiat, perangai, sifat seseorang, dan budi pekerti.
Tujuan
Tujuan akhlak adalah lebih meninggikan derajat manusia untuk mencapai tingkatan kesempurnaan sebagai makhluk, sehingga mampu membedakannya dengan makhluk-makhluk lain.
Menjadi sesuatu yang seharusnya dimiliki manusia agar memperbaiki cara berhubungan, baik antarsesama manusia maupun kepada Allah sebagai Sang Pencipta.
Ilmu akhlak sendiri memelajari perbedaan-perbedaan dari perangai manusia entah itu baik atau buruk.
Capaiannya adalah manusia hanya akan mengendalikan perangai-perangai baik, tanpa dekat-dekat dengan perangai-perangai buruk, sehingga tata tertib pergaulan masyarakat pun tercipta.
Akhlak sejujurnya hanyalah hendak mengendalikan tindakan lahiriah manusia.
Namun, tindakan lahiriah tersebut takkan ada tanpa gerak-gerik batin (tindakan hati) yang mendahuluinya, maka akhlak manusia pun turut mengatur gerak-gerik hati dan tindakan batin ini.
Apabila manusia mampu mengendalikan tindakan batinnya sendiri, maka ia bisa menjadi seseorang dengan akhlak yang baik.
Sederhananya, baik-buruk perbuatan manusia itu bergantung pada tindakan hatinya.
Seseorang dengan hati dan pendirian yang kuat walau badan tak sekuat hatinya, masih ada harapan akan berhasil dalam pekerjaannya ketimbang seorang berbadan kuat tapi hatinya lemah.
Melalui keilmuan akhlak, maka jalan yang agaknya begitu rumit untuk ditempuh akan terasa nyaman dan dipenuhi kedamaian.
Macam-Macam Golongan Akhlak dalam Islam
1. Akhlakul Karimah
Disebut pula akhlak terpuji atau al-akhlaaqul mahmuudah, juga akhlak baik atau al-hamidah.
Definisinya adalah perbuatan baik kepada Allah, antarsesama manusia, pun makhluk-makhluk lain.
Berikut adalah contoh dari akhlak terpuji:
- Berbakti kepada orang tua dua-duanya.
- Menghormati tamu dan tetanggga.
- Jujur (ash-shidqu), salah satu di antara akhlak yang diagungkan dalam Islam.
Jujur adalah tentang kesesuaian ucapan dan apa yang tersimpan dalam hati, kesesuaian ucapan dari lisan dengan isi hati.
- Amanah atau bertanggung jawab, termasuk akhlak yang menjadi syariat dalam Islam.
Secara umum, maknanya meliputi keseluruhan perkara agama.
Menjaga kesucian dengan cara menjauhi perkara-perkara yang diharamkan, demi menjaga diri sendiri dari agar tak melakukan perbuatan-perbuatan yang berdosa serta mengandung maksiat.
Bila seseorang tak memiliki harta (dalam jumlah besar atau cukup), maka menjaga kesucian yang salah satunya ia lakukan adalah tidak meminta-minta dari sesama manusia.
- Malu (al-haya’) termasuk pula ke dalam akhlak yang diagungkan dan bersifat sangat mulia.
Akhlak ini menghalangi manusia atas seluruh perbuatan buruk hingga mengantarkannya pada perbuatan-perbuatan baik.
- Berani, bila itu dilakukan dalam tempat yang benar akan menjadi kesuksesan dan kemuliaan, tidak akan menjadi demikian bia sifatnya ngawur atau kehancuran.
- Sabar (ash-shobr) atau tahan uji, yakni menahan diri sebisa mungkin dari hal-hal yang tak disenangi, dengan menerima takdir dari Allah lalu ber-ikhtiar mencari solusi.
Ada 3 macam kesabaran untuk dijaga: yakni sabar dalam melaksanakan ketaatan dan amalan, dalam menjauhi perbuatan dosa, dan saat berhadapan dengan segala cobaan.
- Itsar, atau mengutamakan orang lain dan mencintai kebaikan.
- Seorang muslim mesti melihat keadilan dengan pandangan umum, sebagai kewajiban yang sudah pasti dan paling utama dalam dirinya.
- Seorang muslim berjiwa penyayang, dengan kasih sayang ada di antara akhlak yang secara bersungguh-sungguh dilaksanakan, serta mengajak orang lain pada hal yang sama.
- Kedermawanan menjadi akhlak bagi seorang muslim, serta kemurahan hati (al-hilmu) termasuk kebiasaannya.
Caranya bisa melalui pemberian sumbangan agar meringankan beban kehidupan orang-orang yang membutuhkan, atau memudahkan persoalan sesama manusia (dalam hal baik) bila mampu.
- Berperilaku baik (husnul khuluqi) merupakan reaksi psikis manusia terhadap lingkungannya melalui cara-cara yang baik.
- Tawadhu’ adalah keluhuran akhlak yang mengantarkan manusia mencapai kemuliaan.
2. Akhlakul Mazmumah
Disebut sebagai akhlak buruk (adz-dzamimah) juga akhlak tercela, yakni perbuatan yang buruk kepada Allah, antarsesama manusia, hingga makhluk-makhluk lain.
Contoh-contohnya meliputi: berdusta (al-buhtan), mengumpat, membunuh, mengadu domba (al-namimah), dan iri hati / dengki (al-hasad).
Lalu ada congkak (al-istikbar), kemarahan (al-ghadlab), keluh kesah, egois (ananiyah), khianat, berolok-olok (al-sikhriyyah), serta keji.
Kemudian membicarakan kejelekan orang lain (bergosip), kasar, berlebihan (al-ishraf), bakhil, berbuat kerusakan (al-ifsad), dan pelit.
Juga mengambil / mencuri bukan haknya, semua bentuk tindakan tercela serta merugikan orang bahkan mahluk lain, serta perbuatan-perbuatan zhalim yang lain.
Perihal Akhlak Mulia dan Contohnya
Dalam implementasi kehidupan harian akhlak yang baik atau al-akhlaqul mahmudah begitu ditekankan, karena dapat membahagiakan individu juga masyarakat umum.
Fakta sosialnya membuktikan, seorang berakhlak baik bisa disukai masyarakat, lalu akan mendapatkan bantuan untuk memecahkan kesulitan atau penderitaannya, meski ia sendiri tidak mengharapkannya.
Akhlak mulia baru akan diperoleh melalui bersusah payah (bermujahadah) pada mulanya, untuk pada akhirnya menjadi kebiasaan seperti berikut:
- Seorang yang menginginkan tulisannya kian membaik, maka harus terus menulis dan mengulanginya berapa kalipun.
Lagipula bukanlah menjadi suatu keanehan bila ini dilakukan oleh manusia, karena toh mereka berakal-pikiran.
- Hewan pun mengalami hal yang sama saat kebiasaannya akan diubah.
Kuda yang mula-mula tak bisa ditunggangi, pada akhirnya menjadi kendaraan untuk memudahkan pekerjaan manusia.
- Begitu pula anjing pelacak atau pemburu, yang mulanya tak memiliki keahlian khusus untuk mendeteksi atau memburu benda-benda yang berbahaya.
Namun usai melewati pelatihan khusus terus-menerus, jadilah anjing tersebut dapat diandalkan pada akhirnya.
Manusia akan merasa sangat keberatan untuk melakukan akhlak mulia pada awalnya.
Perlu adanya pembiasaan dan latihan yang konsisten dalam rentang waktu yang tak sebentar, sehingga suatu ketika akan terasa ringan serta tanpa pertimbangan pemikiran atau paksaan begitu melakukannya.
Manfaat dan Keutamaan Akhlakul Karimah
Berikut ini sebagian di antara berbagai manfaat dari akhlak terpuji dalam kehidupan harian di dunia atau pula di akhirat:
1. Dicintai Nabi Muhammad SAW
Akhlakul karimah punya keutamaan untuk dicintai Rasulullah Muhammad SAW.
Sebuah hadis menyebutkan bahwa, seorang muslim dengan sifat terpuji akan menjadi seseorang yang berada di dekat Nabi Muhammad.
2. Berat Timbangannya di Hari Kiamat dan Akhirat
Dengan sikap akhlakul karimah, seorang muslim akan diselamatkan Allah SWT kelak saat hari akhir tiba.
Setiap muslim ber-akhlakul karimah pun bisa sampai pada derajat yang sama seperti orang-orang yang sholat dan berpuasa.
3. Mempunyai Kedudukan yang Tinggi
Seseorang berakhlak terpuji dan baik budi pekertinya akan mendapatkan kedudukan tinggi kelak di akhirat, sebagaimana ada dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah serta Ath-Tabrani.
4. Dijamin Rumah di Surga
Keutamaan yang sangat besar berikutnya dalam berakhlak mulia adalah terjaminnya keberadaan sebuah rumah dalam Surga, sebagai imbalan bagi umat muslim dengan akhlak mulia.
Ruang Lingkup Akhlak
1. Akhlak Pribadi
Al-ahklakul fardiyah atau akhlak pribadi menjadi yang terdekat dengan diri seseorang, karena memang berada dalam dirinya sendiri.
Oleh sebab itu, seseorang itu hendaknya menginsyafi pula menyadari jati dirinya sendiri.
Hanya dengan langkah terhadap diri sendiri inilah, pangkal utama dari kesempurnaan akhlak serta ketinggian budi bisa terbentuk.
2. Akhlak kepada Allah SWT dalam Beragama
Ruang lingkup berikutnya adalah kewajiban manusia kepada Tuhannya.
Itulah sebabnya ruang lingkup ini begitu luas, hingga meliputi keseluruhan dimensi kehidupan, baik vertikal terhadap Tuhan maupun horizontal antarsesama makhluk-Nya.
Garis besar kewajiban manusia kepada Allah sendiri ada dua, yakni men-tauhid-kan serta beribadah kepada-Nya, juga bahkan termasuk melaksanakan tasawuf.
3. Akhlak sebagai Orang Tua dalam Berkeluarga
Al-akhlakul usrawiyah atau akhlak berkeluarga mencakup kewajiban dari orang tua, kerabat karib, juga anak.
Islam mewajibkan para wali anak atau orang tua serta pendidik untuk sepenuhnya memerhatikan anak-anak melalui pengajaran dan pelajaran yang baik, benar, pula bijak.
Tak hanya Islam, bahkan setiap agama pun memerintahkan hal yang sama kepada orang-orang dengan tanggung jawab sebagai pengarah dan pendidik.
Terkhusus adalah ibu-ibu dan bapak-bapak, agar punya keluhuran akhlak, sikap yang lemah lembut, serta kasih sayang dalam perlakuan mereka.
Dampaknya, pertumbuhan anak akan disertai kesadaran untuk bersabar, terdidik berani mandiri, lalu merasa memiliki kehormatan, harga diri, dan kemuliaan.
Seorang anak juga, harus senantiasa mencintai orang tuanya.
Mereka jauh lebih berhak di atas segala manusia untuk mendapatkan cinta, ketaatan, dan rasa hormat dari seorang anak.
Saudara laki-laki atau perempuan sebagai sesama putra dan putri dari ayah-ibu seorang anak juga demikian mencintai sesama saudara.
Bila ada sosok kakak, ia pun memberi bantuan dalam mendidik.
Orang-orang yang ikut gembira saat saudaranya gembira, hingga membela dalam suatu persoalan bila perlu.
Paman, bibi, dan anak-anak mereka tak jauh berbeda dalam menunjukkan rasa sayang.
Mereka yang saling menginginkan keselamatan dan kebahagiaan bersama, karena juga terkandung rasa cinta antarsaudara di sana, hingga memberi pertolongan setiap diperlukan.
4. Akhlak terhadap Sesama Manusia dalam Bermasyarakat
Contoh paling mudah dari al-akhlaqul ijtima’iyah atau akhlak bermasyarakat adalah hubungan bertetangga.
Tetangga akan turut bersyukur bila orang tua dari seorang anak bergembira, pula ikut susah bila mereka susah.
Mereka saling menolong, mencari kemanfaatan bersama-sama, serta menolak kemudhorotan.
Pendidikan akhlak / kesusilaan tak terlepaskan dari pendidikan mengenai sosial kemasyarakatan, karena moral / kesusilaan timbul dalam masyarakat.
Alih-alih hidup menyendiri atau memisahkan diri satu dengan lainnya, manusia justru berkelompok-kelompok sejak dulu.
Mereka bantu-membantu bila saling membutuhkan, serta saling memengaruhi, inilah masyarakat.
Perkembangan kehidupan dalam masyarakat bisa lancar dan berlangsung tertib, bila tindakan individunya –sebagai anggota masyarakat—berdasarkan aturan sesuai norma kesusilaan setempat yang berlaku.
5. Akhlak Bernegara
Akhlakud daulah atau akhlak bernegara berkaitan dengan masyarakat yang sebangsa dan se-Tanah Air.
Mereka yang satu bangsa ini adalah penduduk dengan kesamaan bahasa, yang takkan segan berkorban demi memuliakan negara.
Hidup dengan mereka adalah kehidupan senasib sepenanggungan.
Menjadi salah seorang di antara mereka hingga timbul dan tenggelam dengan mereka.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Akhlak
1. Aliran Nativisme
Aliran ini menjelaskan tentang penentu perkembangan manusia adalah faktor-faktor bawaannya sendiri sejak lahir.
Keberadaan pembawaan semenjak dilahirkan inilah penentu hasil perkembangannya.
Menurut Nativisme, yang paling memengaruhi pembentukan jati diri seseorang yaitu faktor pembawaan yang bentuknya bisa berupa bakat, kecenderungan, akal, atau hal lain.
Bila seorang manusia telah membawa kecenderungan ke arah kebaikan, maka orang tersebut akan menjadi baik dengan sendirinya.
2. Aliran Empirisme
Faktor dari luar ternyata memiliki pengaruh paling besar membentuk diri seseorang, seperti lingkungan sosial, tak terkecuali pemberian pendidikan dan pembinaan.
Bila pendidikan serta pembinaan kepada anak tersebut baik, maka anaknya pun akan baiklah.
Berlaku pula sebaliknya.
Aliran ini memercayai adanya peranan penting dari dunia pengajaran dan pendidikan.
Menurut empirisme, manusia bisa dididik menjadi apapun (mengarah pada kebaikan atau keburukan) berdasarkan kehendak pendidikan atau lingkungannya.
Pendapat dari kaum empiris ini dikenal sebagai optimisme pedagogis dalam dunia pendidikan.
3. Aliran Konvergensier
Aliran ini menyatakan adanya kombinasi antara dua aliran sebelumnya dalam membentuk akhlak, baik itu pengaruh faktor internal (pembawan anak) maupun faktor luar (pembinaan dan Pendidikan).
Fitrah yang telah ada dalam jiwa manusia dan cenderung mengarah pada kebaikan, secara intensif dibina lewat berbagai metode.
Konvergensier pun tampaknya sesuai ajaran Islam.
Terlepas dari bagaimanapun teori konvergensi digambarkan, adanya orang tua juga menunjukkan dengan jelas keterlibatan mereka sebagai pelaksana utama pendidikan.
Itu yang menyebabkan mereka –terkhusus ibu—bergelar sebagai madrasah, yaitu tempat kegiatan pendidikan berlangsung.
Aliran ini menekankan adanya dua faktor sebagai pengaruh untuk akhlak manusia, adalah faktor intern dan ekstern.
Faktor intern tersebut terdiri dari insting, hawa-nafsu, akal, passion, keinginan-keinginan, kepercayaan, serta hati nurani (wijdan).
Faktor intern dalam diri yang bersangkutan ini pun termasuk hal-hal yang buruk atau negatif yaitu malas, adanya cacat psikis dan/atau fisik, tak mau bekerja, dan lain sebagainya.
4. Faktor-Faktor dari Luar Diri
Faktor-faktor yang asalnya dari luar diri, baik secara langsung maupun tidak, entah disadari maupun tidak, asalkan sampai ke diri sendiri tetap menjadi unsur-unsur pembentuk akhlak, yang antara lain:
- Lingungan
- Keturunan
- Rumah tangga
- Persahabatan / pergaulan kawan
- Sekolah
- Penguasa atau pemimpin
Cara Menumbuhkan Akhlak Terpuji
Buya Hamka berpendapat, ada beberapa langkah yang wajib ditunaikan bila ingin mewujudkan akhlak mulia, sebagaimana penjelasan mengenai sifat-sifat terpuji di atas, antara lain:
- Membersihkan hati dan menyucikan hubungan terhadap Allah SWT.
- Memerhatikan segala yang diperintahkan serta dilarang oleh agama.
- Belajar menghadapi kehendak dari diri sendiri, hingga menaklukkannya agar sesuai kehendak Allah.
- Menegakkan ekosistem persaudaraan dalam Islam.
- Menjadikan Rasulullah Muhammad SAW sebagai contoh dan suri tauladan pada setiap kesempatan bertingkah laku.
Akhlak terpuji dalam diri Nabi Muhammad SAW sepatutnya dijadikan suri tauladan serta contoh yang baik.
Bila manusia telah mampu berakhlakul karimah, yakni akhlak yang mulia, baik, dan terpuji, kehidupan InsyaAllah akan menjadi jauh lebih mudah, baik, dan terasa ringan.
Wallahu a’lam.