Kebutuhan manusia terbagi menjadi kebutuhan primer dan sekunder.
Salah satu kebutuhan primer atau kebutuhan pokok manusia yaitu pakaian.
Pakaian adalah alat atau sarana yang berfungsi melindungi tubuh dari berbagai macam gangguan yang membuat seseorang tidak nyaman.
Pakaian juga melambangkan jati diri dari suatu daerah.
Maka sejak dahulu terciptalah pakaian adat.
Sama seperti di Daerah Istimewa Yogyakarta mempunya berbagai macam pakaian.
Pakaian adat Yogyakarta sangat beragam karena tidak sembarang untuk penggunaan dan untuk pemakaiannya.
Oleh sebab itu dibawah ini adalah pembahasan pakaian adat Yogyakarta.
Mengenal Pakaian Adat Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta berada di 8o30′-7o20′ LS dan 109o40′-111o0′ BT; dengan luas wilayah 3.185,80 km2.
Yogyakarta adalah satu-satunya daerah yang mempunyai sistem pemerintahan kerajaan atau yang diketahui yaitu keraton.
Sistem pemerintahannya dipimpin oleh seorang sultan.
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta, pertama kali didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I.
Dan menjadi salah satu tempat di Nusantara yang memiliki kekayaan budaya yang melimpah.
Khasanah budaya dalam berpakaian juga sangat kental pada kehidupan keraton di Jogja yang mereka kenakan dalam keseharian.
Budaya ketimuran melatarbelakangi penggunaan busana adat tradisional Yogyakarta.
Maka setiap pakaian akan digunakan membuat seseorang yang mengenakannya akan tampak berperilaku anggun dan dilingkupi kentalnya budaya Jawa.
Pakaian adat Yogyakarta menunjukkan bentuk-bentuk pakaian yang dikenakan secara turun temurun oleh masyarakat Yogyakarta, hal ini dikemukakan oleh KRT Pujaningrat.
Yang berarti busana ini sudah digunakan untuk kurun waktu tertu di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
1. Makna dan Filosofi
Untuk merancang suatu pakain adat tidak sembarang dalam pembuatannya, karena setiap pakaian mempunyai makna dan filosofi tersendiri.
Begitu juga dalam pembuatan dan perancangan pakaian adat Yogyakarta. Berbagai ragam busana mengandung makna simbolis dengan perlengkapannya tidak hanya menyuratkan status kebangsaaan, kemewahan dan kemegahan penggunanya.
Sama halnya dengan kebaya Yogyakarta yang mempunyai filosofi kehalusan dan sikap seorang yang harusnya lemah lembut.
Kita semua tahu bahwa baju adat pasti akan menggunakan berbagai aksesoris dan pastinya aksesoris terbuat juga arti.
Sebagai contoh sanggul tradisional yang digunakan bagi wanita dewasa atau saat pengantin putri, dengan berbeda warna, kuning, hijau dan merah.
Sanggul tersebut melambangkan Tiga dewa kehidupan atau Trimurti yang melambangkan tiga dewa pemberi kehidupan.
Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa adalah ketiga dewa yang dimaksudkan.
Selain, sanggul jangan lupakan sangsangan sungsun atau kalung bersusun yang melambangkan tiga tingkat dalam kehidupan manusia.
Tingkatan manusia dari lahir, menikah dan mati dihubungkan dengan alam baka, alam antara, alam fana yang berkaitan konsepsi Jawa.
Untuk sisir alias pethat berbentuk gununungan atau meru yang disematkan pada bagian atas sanggul melambangkan harapan terciptanya kebahagian dan keagungan pada Tuhan Yang Maha Esa.
Tak hanya pengaruh busana dari daerah Timur tapi juga adanya pengaruh dari Belanda dalam perkembangan busananya dalam bentuk komunikasi dan interaksi.
Seperti penempatan anggar atau tempat keris, busana kaprajuritan, penambahan aksesoris top dan tak lupa kaos kaki.
Selain beberapa aksesoris tersebut ada juga timang atau kretep, bulu burung, bros,kipas, rante kaset, rimong pada busana pesiar dan jam saku.
2. Keunikan dan Ciri Khas
Tekstur dari bahan baku pembuatan baju adat Yogyakarta cukup berbeda dengan baju adat dari daerah lain.
Hal ini menjadi keunikan tersendiri dari baju adat Jogja, misalnya kebaya yang berbahan bludru hitam.
Dan hanya di Jogja lah kebaya dengan warna hitam kain bludru kadang digunakan.
Kebaya dengan kain bludru hitam dihiasi garis kuning tua oleh pita atau pelisir yang terbuat dari benang kuning keemasan.
Selain itu masih ada keunikan dan ciri khas khusus dari baju tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta.
Bagi bangsawan Jogja pakaian juga memiliki lima fungsi yakni simbolik, sosial, religius dan praktis.
Nama Pakaian Adat Yogyakarta
Pakaian adat Yogyakarta bermacam-macam, tergantung dengan fungsi dan pada saat kapan penggunaannya saat acara tertentu selain digunakan untuk kegiatan sehari-hari.
Masyarakat di Pulau Jawa, memiliki pedoman hidup yang diambil dari sepenggal pepatah yakni “ajining diri saka lati, ajining raga saka salira”.
Pedoman ini khususnya di pengan erat dalam masyarakat budaya Yogyakarta.
Yang artinya raga dan jiwa akan harus mendapat perhatian serius agar mendapat penghormatan dari pihak yang melihatnya.
Contohnya ajining raga yaitu memperhatikan cara atau adab saat berpakaian.
1. Pakaian Untuk Pria (Busana Surjan)
Surjan termasuk pakaian adat dari Jogja yang digunakan khusus untuk pria dewasa.
Kelengkapan pakaian yang terdiri dari bawahan seperti kain jarik dengan motif batik yang beragam dan atasannya khas Jawa.
Atasannya atau surjan adalah pakaian berbentuk kemeja lengan panjang dan untuk bagian leher terdapat kerah pendek.
Surjan kerap dianggap mempunya makna yang lekat dengan agama Islam karena seperti pakaian takwa.
Saat memakai surja seorang pria dewasa juga akan memakai blangkon dan sandal.
Gambaran rukun Islam terlihat dari enam kancing di depan baju dan dua kancing dipasang pada bagian kanan dan kiri yang melambangkan dua kalimat syahadat.
Untuk melambangkan nafsu manusia terdapat tiga kancing pada bagian dalam baju.
Nafsu manusia yang dimaksud ialah amarah, alumah dan supiyah. Peletakan kancing sengaja disembunyikan bagian dalam surjan dan ditutupi mengisyaratkan agar manusia dapat mengendalikan nafsunya.
Blangkon Jogja berbeda dengan blangkon yang ada di Solo.
Blangkon Jogja identik dengan tonjolan pada sisi bagian belakang.
Tonjolan pada blangkon menyimbolkan adat orang Jawa dimana seseorang harus bisa dan mampu menyimpan rahasia serta aib dan tidak menyebarkan rahasia orang lain maupun diri sendiri.
2. Pakaian Untuk Wanita Dewasa (Kebaya)
Wanita Yogyakarta memiliki baju adat seperti kebanyakan baju adat di pulau Jawa.
Jika kebaya di daerah Nusantara lainnya terbuat kain brokat atau kain tipis.
Berbeda dengan kebaya Jogja yang terbuat dari kain yang berkualitas tinggi.
Yaitu terbuat dari kain bludru yang cenderung berwarna hitam, kain sutra dan lain sebagainya.
Yang di dalamnya terdapat kemben dengan fungsi menutup punggung, ketiak dan payudara.
Kemben akan dipadupadankan dengan stagen yang akan dililitkan di perut dengang fungsi pengikut agar tidak terlepas.
Untuk bawahan kebaya Jogja, menggunakan kain songket atau kain tapih pinjung. Dan rambut wanita akan ditata dengan konde tradisional.
Pemakaian kebaya dan bawahan kain juga dilengkapi dengan aksesoris yaitu :
a.Rambut wanita akan ditatah dan disanggul atau dikonde
b. Sanggul yang berbeda warna yaitu, merah, hijau dan kuning
c. Kalung tiga susun
d. Gelang tanpa ujung pangkal yang menyimbolkan keabadian
3. Pakaian Untuk Anak Laki-laki (Busana Kencongan)
Untuk anak laki-laki di Jogja juga ada baju adat khusus mereka yang diberi nama kencongan.
Anak laki-laki yang memakai busana kencongan akan dilengkapi dengan aksesoris seperti blangkon, sabuk dan ikat pinggang.
Baju kencongan hanya digunakan pada acara-acara tertentu seperti acara adat dan acara besar lainnya di Jogja.
Anak laki-laki akan dipasangkan dengan anak perempuan yang juga memakai baju adat Yogyakarta.
4. Pakaian untuk Anak Perempuan (Sabukwala Padintenan)
Untuk anak perempuan akan memakai pakaian adat yang diberi nama sabukwala padintenan.
Sabukwala padintenan terdiri dari kain batik dengan material katun seperti kebaya.
Kemudian dihiasi dengan motif seperti parang, bulatan, hewan dan bunga.
Tak hanya atasan dan bawahan busana sabukwala padintenan juga
menggunakan aksesoris tambahan seperti, berikut :
a.Rambut anak perempuan juga akan disanggul agar rapi dan anggun dalam balutan sabukwala padintenan
b. Selendang
c. Sabuk atau ikat pinggang berwarna perak dengan bentuk yang lucu misalnya kupu-kupu, merak dan burung garuda
d. Leher anak perempuan akan disematkan kalung emas yang mempunyai liontin mata uang
e. Gelang emas yang berbentuk ular
Sabukwala padintenan sebenarnya terbagi atas tiga jenis yaitu sabukwala nyamping cindhe, sabukwala nyamping batik dan sabukwala nyamping praos.
Sabukwala nyamping cindhe pakai untuk upacara tetesan dan upacara grebeg.
Selanjutnya sabukwala nyamping praos yang dikenakan khusus untuk acara resepsi tetesan yaitu acara yang diadakan bersamaan upacara sunatan.
Dan yang terakhir sabukwala nyamping batik adalah busana harian dan untuk menghadiri upacara.
5. Pakaian Untuk Pejabat Keraton (Busana Ageng)
Dalam budaya keraton pejabatnya juga mempunyai baju khusus yang disebut busana ageng.
Busana ageng pada umumnya berbentuk jas lakuen berwarna biru tua dan kerah yang tengah pada bagian leher.
Yang menjadi ciri khas pakaian adat satu ini di bagian belakang jas ada rangkapan sutra panjang hingga ke pantan dan ornamen-ornamen kancing bersepuh warna emas.
Bawahan busana ageng merupakan celana hitam. Bagian kepala pejabat keraton akan ditutupi topi berbahan dasar laken bermodel bulat panjang yang tinggi sekitar 8 cm.
Warna topi akan senada dengan warna baju yaitu biru tua.
Terdapat tujuh ornamen pada busana ageng tergantung dari jabatan pemakainya.
a.Untuk pakaian bupati bergelar pangeran, pada bagian tepi kerah dipasang dengan rapi plesir renda dengan lebar sekitar 1 cm berwarna emas.
Dan semua tepi jas dipasangkan hiasan-hiasan berenda yang bordir membentuk motif kembang padi.
b. Pejabat keraton yang bergelar Bupati adipati payung kuning pakaiannya tidak jauh beda dengan bupati gelar pangeran.
Perbedaannya hanya terletak pada bagian bawah kerah dengan bordir, tapi tidak melingkar penuh. Dengan jarak bentangan kurang lebih 8 cm
c. Pakaian bertitel tumanggung desanya tak jauh berbeda dengan pakaian adipati.
Hanya bordiran bawah panjang ⅔ ukuran lingkaran dari jas yang jadi pembedanya.
d. Jabatan patih pakaiannya seperti sebelumnya dan yang jadi pembeda kali ini bordiran pada sisi depan jas yang panjangnya 3 ½ cm sampai pada bagian bawah kancing
e. Pakaian kepala distrik cukup mencolok pada sisi depan dan belakang ujung lengannya yang dibordir sekitar 2 cm dari plisir lebar
f. Pakaian untuk pejabat kepala onder distrik, untuk bagian depan, belakang dan ujung lengan dibordir dengan ukuran lebar sekitar 2 cm dari plisirnya
g. Pakaian untuk mantri polisi dan kepala onder distrik mempunyai kemiripan.
Yang jadi pembeda yaitu pakaian mantri polisi tidak adanya bordiran dengan motif bunga padi pada bagian kerah baju
6. Pakaian Untuk Putri Raja (Busana Semekanan)
Pakaian untuk putri raja juga ada jenisnya yaitu busana semekanan, berupa kebaya katun, bawahan kain batik dan kain panjang dan lebar untuk menutupi dada.
Busana semekanan adalah busana yang digunakan oleh putri yang belum menikah.
Terdapat aksesoris tambahan saat menggunakan busana satu ini, misalnya selendang, cincin, gelang, subang dan sanggul rambut tanpa hiasan apapun.
7. Pakaian Untuk Abdi Dalem (Peranakan Atela)
Sebagai pegawai keraton yang bertempat tinggal di daerah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, pada abdi dalem juga diatur dalam segi pakaian.
Pakaian abdi dalem terbagi dua jenis yaitu sikep alit dan langenarjan.
Setiap jenis pakaian memiliki perlengkapan dan ciri khas masing-masing.
Pakaian adat Yogyakarta selanjutnya yaitu Abdi Dalem, merupakan pakaian adat yang digunakan untuk seluruh pegawai keraton yang bertempat tinggal di wilayah daerah Keraton Yogyakarta.
Menurut jenisnya, pakaian adat Abdi Dalem ini terbagi menjadi dua yaitu Langenarjan dan Sikep Alit.
Pada setiap jenis ini mempunyai perlengkapan masing-masing yang menjadikan khas sendiri-sendiri.
Ada enam untuk pemakaian sikep alit antara lain :
a.Penutup kepala atau topi disebut dester
b. Pakaian atasan berwarna hitam terbuat dari laken dan tujuh kancing kuningan
c. Kain batik sawitan
d. Sandal atau selop yang berwarna hitam
e. Keris dengan model gayaman disematkan pada bagian belakang pinggang sebelah kanan
f. Dan yang terakhir topi pet hitam dengan passmen dari emas
Pakaian langenarjan berbeda dengan pakaian abdi dalem sebelumnya.
Terdapat tujuh perlengkapan yang digunakan sebagai aksesorisnya,antara lain :
a. Kain batik
b. Pakaian langenarjan terdiri dari kemeja yang berwarna putih dan kerah pada bagian leher yang tegak
c. Topi atau penutup kepala yang disebut destar
d. Dasi kupu-kupu yang berwarna putih
e. Sandal atau selop yang berwarna hitam
f. Keris dengan jenis ladrangan disebut gayaman
8. Pakaian Adat Yogyakarta (Jarik)
Salah satu kain yang terkenal dari Yogyakarta yaitu kain jarik. Kain yang bisa digunakan bagi pria dan wanita.
Warna kain jarik yang khas dari Jogja yakni hitam dan putih.
Warna itulah yang menjadi pembeda kain jarik batik Yogyakarta dengan daerah lainnya.
Ada juga istilah saat memakai kain jarik yaitu wiru dengan cara lipatan bagian pinggir jarik.
Jika saat memakai kain jarik dalam budaya Yogyakarta, pada bagian ujungnya yang berwarna putih harus kelihatan.
Cara membuat wiru yaitu pada bagian pinggir kain jarik dilipat seperti kipas.
Jumlah wiru yang dilipat kadang berjumlah ganjil misalnya 3, 5, 7 dan semakin banyak lipat maka semakin cantik juga terlihat.
Ukuran wiru pada pria berukuran tiga jari dan wanita berukuran dua jari.
9. Pakaian Putri Raja yang sudah Menikah
Semekanan tritik merupakan pakaian adat adat yang khusus dikenakan bagi putri raja yang telah menikah.
Semekanan tritik tidak jauh berbeda dengan semekanan biasa yaitu kain jarik atau batik dan baju kebaya.
Namun, aksesorisnya digunakan terlihat mewah seperti selendang, sapu tangan berwarna merah, subang,gelang, cincin dan sanggul polos.
10. Pakaian Untuk Upacara Ageng
Untuk acara upacara Ageng, Sultan biasanya akan menggunakan keprabon yaitu salah satu pakaian adat khusus Yogyakarta.
Ada tiga jenis dari baju adat keprabon, seperti pakaian kanigaran, pakaian keprajuritan, dan pakaian dodotan.
Pakaian dodotan digunakan pada saat upacara, seperti acara pernikahan atau pisowanan, jumeneng dalem atau penobatan raja dan garebeg.
Aksesoris untuk memakai pakaian keprabon terdiri dari :
a. Kretep atau timang
b. Kuluk yang berwarna biru yang dihiasi mundri
c. Rante
d. Kaser
e. Moga renda berwarna kuning
f. Kampuh konca setunggal
g. Pethat jeruk sak ajar.
h. Dana chinde gubeg
i. Pethat jeruk sak ajar
Musisi jalan di sepanjang jalan Malioboro tak akan membuat lelah berlama-lama di kota ini.
Kata orang Jogja terbuat dari “Yogyakarta terbuat dari rindu, pulang dan angkringan” Kesederhanaan yang istimewa bukan? Keistimewaannya pun terlihat dari berbagai macam baju adatnya.
Baiklah sekian dulu pembahasan mengenai pakaian adat Yogyakarta.