Suku Dayak merupakan satu dari sekian banyak suku bangsa yang mendiami Pulau Kalimantan.
Kini, Suku Dayak terbagi menjadi enam rumpun suku, yaitu: Apokayan (Kenyah-Kayan-Bahau), Murut, Ot-Danum Ngaju, Klemantan, Iban, dan Punan.
Dari enam rumpun tersebut, Suku Dayak masih terbagi lagi menjadi sekitar 405 sub- etnis.
Meskipun sama-sama dari Suku Dayak, namun masing-masing rumpun dan sub-etnis mempunyai ciri khas masing-masing, seperti Suku Dayak Maanyan di Kalimantan Selatan dan Suku Bakumpai di Kalimantan Tengah.
Hal ini pula yang membuat pakaian tradisional khas Suku Dayak menjadi beragam.
Tidak hanya melindungi tubuh, pakaian adat Dayak juga merupakan lambang status sosial serta perwujudan penghargaan terhadap lingkungan alam sekitar.
Nah, untuk lebih lengkapnya, mari langsung kita bahas macam pakaian adat Suku Dayak yang dilengkapi dengan gambar dan penjelasannya!
Macam-Macam Pakaian Adat Suku Dayak
1. King Bibinge
Pakaian adat ini khusus digunakan oleh wanita.
Bahannya terbuat dari kulit tanaman kapuo atau ampuro karena tanaman tersebut mempunyai serat yang tinggi.
Pakaian King Bibinge terdiri dari penutup dada yang dihiasi berbagai pernak-pernik, stagen, dan juga kain bawahan.
2. King Baba
Pakaian adat ini khusus digunakan oleh pria karena kata “king” sendiri artinya pakaian dan “baba” artinya laki-laki.
Pakaian adat ini berbentuk rompi yang terbuat dari kulit kayu kapuo dan dilengkapi dengan tutup kepala berhiaskan bulu burung enggang, selendang kain, dan celana setinggi lutut.
3. Upak Nyamu
Secara fisik, pakaian upak nyamu ini berbentuk rompi tanpa lengan. Bahan pakaian adat ini terbuat dari upak nyamu yang dipipihkan.
4. Pawang
Pakaian ini biasanya dikenakan oleh seorang ulama agama kahariangan atau disebut juga basir.
Baju adat ini dikenakan saat seorang basir membaca doa meminta hujan, meminta perlindungan, dan juga untuk mengobati orang sakit.
5. Tenunan
Pakaian adat tenunan dibuat dari serat tanaman, seperti serat nyamun dan serat nenas.
Menurut sejarah, baju ini dahulu digunakan saat perang.
Namun, baju adat ini sudah sulit ditemukan karena minimnya usaha pelestarian.
6. Ta’a dan Sapei Sapaq
Kedua pakaian adat ini berasal dari Suku Dayak Kenyah yang bermukim di Kalimantan Timur.
Pakaian untuk perempuan bernama Ta’a, yang terdiri dari baju atasan inong, bawahan rok, dan ikat kepala dari pandan bernama da’a.
Sedangkan pakaian adat untuk laki-laki bernama Sapei Sapaq dengan atasan rompi, yang dilengkapi dengan celana dalam ketat atau abet kaboq dan aksesoris senjata tradisional Mandau.
Untuk bangsawan, corak pakaian berbentuk burung enggang dan juga harimau.
Sedangkan untuk rakyat biasa corak pakaian adat berupa gambar tumbuhan.
7. Sangkarut
Sangkarut merupakan nama dari pakaian adat Suku Ngaju yang berada di Kalimantan Tengah.
Biasanya, pakaian Sangkarut ini dibuat dari kayu siren dan kayu nyamu yang kemudian diberi dengan ciri khas warna tertentu.
Untuk laki-laki, bentuk pakaian Sangkarut ini berupa rompi dengan kain penutup sepanjang lutut saja.
Selain itu, pakaian adat ini juga dilengkapi aksesoris berupa ikat kepala yang dihias dengan bulu enggang, gelang tangan, ikat pinggang, mandau, dan perisai kayu.
Untuk perempuan, bentuk pakaian Sangkarut yaitu berupa rompi dengan bawahan rok.
Aksesoris yang biasa dipadukan adalah ikat kepala yang dihias dengan bulu enggang, gelang tangan, dan juga ikat pinggang.
8. Kustin
Nama kustin berasal dari bahasa Kutai yang artinya adalah “busana”.
Pakaian adat khas Suku Dayak Kutai ini bisa dikenakan masyarakat umum, meskipun pada masa Kerajaan Kutai Kartanegara dulu hanya boleh dikenakan oleh masyarakat menengah ke atas untuk acara-acara resmi.
Secara fisik, pakaian adat yang terbuat dari beludru warna hitam ini dibuat dengan desain lengan panjang, kerah yang tinggi, dan dihias dengan pasmen pada bagian dada.
Untuk pria, pemakaian pakaian Kustin dipadukan dengan celana panjang yang dilengkapi dodot bundar berhiaskan lambing wapen.
Sedangkan untuk wanita, pemakaian pakaian adat Kustin dipadukan dengan kelibun kuning berbahan kain sutra dan juga hiasan rambut mirip sanggul.
9. Bulang Kuurung
Pakaian adat ini biasanya digunakan oleh para dukun.
Desain baju tradisional ini pun cukup beragam, seperti baju tanpa lengan, lengan pendek (dokot tangan), dan lengan panjang (lengke).
10. Bulang Burai King
Pakaian adat ini biasanya digunakan saat upacara adat.
Ciri khas baju Bulang Burai King adalah adanya manik-manik dan hiasan bulu burung.
11. Marote
Marote adalah pakaian adat yang digunakan oleh Suku Dayak Kanayatn.
Orang-orang Suku Dayak Kanayatn banyak bermukim di Provinsi Kalimantan Barat.
Khususnya di daerah Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Kubu Raya, serta Kabupaten Mempawah.
Pakaian yang disebut juga dengan baju uncit ini terbuat dari kulit tarab atau kapuak.
Pakaian adat ini terdiri dari baju rompi dan celana dalam yang terbuat dari kain tenun atau kulit kayu.
Pemakaiannya dilengkapi dengan aksesoris berupa ikat kepala dari bulu Kuau Raja dan bulu Enggang yang disebut Tangkulas, kemudian Tangkitn/Parang Pandat, serta perisai yang disebut Jabakng.
12. Pakaian Adat Dayak Iban
Secara fisik, pakaian adat Suku Dayak Iban mempunyai beberapa keunikan, diantaranya adalah:
(1) berwarna kain hitam dengan motif yang didominasi warna merah; dan
(2) baju berbentuk kain melilit menyilang dari bagian dada ke pundak.
Dalam pemakaiannya, pakaian ini dilengkapi dengan aksesoris berupa tudung dengan hiasan kepala perak, anting, gelang tangan, dan juga gelang kaki.
13. Pakaian Adat Dayak Benuaq
Keunikan dari pakaian adat dari Suku Dayak Benuaq yang disebut Doyo ini adalah warnanya yang mirip warna coklat pada kayu.
Bahannya terbuat dari bahan-bahan alami, seperti serat dan daun pohon doyo.
Pemakaian pakaian adat dari suku yang konon berasal dari Suku Dayak Lawangan Kalimantan Tengah ini dilengkapi dengan aksesoris berupa kalung.
Pada pria, kalung ini bermodel patung-patung leluhur yang dipercaya mempunyai nilai magis dan sebagai penolak bala.
Pada perempuan, kalung ini terdiri dari manik-manik dan perak yang melambangkan keagungan dan keindahan.
Selain itu, tas yang disebut dengan Anjat Butant juga menjadi aksesoris pakaian adat Doyo dan dahulu biasa digunakan saat berburu dan berladang.
14. Pakaian Adat Dayak Lundayeh
Pakaian adat yang digunakan Suku Dayak Lundayeh ini dibuat dari bahan kayu timbaran atau bisa juga dari kayu talun.
Dahulu kala, pakaian ini dipakai saat berburu dan berladang.
Baju adat ini dilengkapi dengan celana dalam yang terbuat dari kulit kayu timbaran dan berbagai aksesoris, seperti:
(1) topi bernama sigar suba yang terbuat dari kulit binatang;
(2) kalung yang disebut baw tulang atau baney baw;
(3) ikat pinggang yang disebut selapit dari tulang, damar, dan batu; dan
(4) alet birar.
15. Pakaian Adat Anyaman Tikar
Seperti namanya, pakaian adat ini hanya dibuat dari anyaman serupa tikar.
Baju yang konon dipakai saat perang ini dihiasi dengan berbagai aksesoris, seperti ukiran kayu, tulang-tulang, dan juga kulit kerang.
Aksesoris
Dari seluruh pakaian adat Suku Dayak yang sudah dibahas, berikut pembahasan mengenai contoh aksesoris yang paling banyak ditemukan sebagai penghias, lengkap dengan filosofi dan keterangannya.
· Telawang
Aksesoris ini terbuat dari kayu besi dan kayu ulin.
Secara fisik, aksesoris telawang atau perisai ini berbentuk papan panjang yang sisi atas dan bawahnya runcing, serta dihiasi dengan ukiran khas kalimantan pada permukaannya.
Dahulu, perisai ini digunakan oleh pria saat berburu dan saat berperang melawan musuh.
Kini, telawang lebih sering digunakan sebagai aksesoris, khususnya dipadukan dengan pakaian adat khas Kalimantan Timur, seperti kustin, sapei sapaq, dan burai king.
· Dohong
Aksesoris ini memiliki bentuk mirip seperti keris.
Namun yang membedakan adalah ukurannya yang lebih besar dan mempunyai sisi tajam di kedua sisi.
Dohong yang hanya boleh digunakan oleh kepala Suku Dayak ini terbuat dari tanduk untuk ujungnya dan kayu untuk sarungnya.
· Mandau
Aksesoris ini hanya boleh digunakan oleh para kepala suku dari Suku Dayak.
Mandau ini terbuat dari batu gunung yang dilebur dan dihiasi dengan perak, emas, atau tembaga.
Keunikan dari Mandau ini adalah bilahnya yang tidak terlalu tajam dan berhiaskan ukiran khas Suku Dayak.
Mandai ini disakralkan oleh Suku Dayak dan dianggap sebagai lambang perjuangan Suku Dayak.
· Sumpit
Aksesoris ini terbuat dari bilahan bambu, khususnya sebagai bahan utama untuk pipa sumpit dan anak panahnya (damek).
Selain sebagai aksesoris, sumpit ini juga digunakan sebagai senjata saat berburu binatang dan bahkan dijadikan sebagai mas kawin.
Filosofi
Selain unik, ternyata pakaian adat khas Suku Dayak juga memiliki makna dan bahkan fungsi yang beragam.
Berikut beberapa diantaranya:
· Warna yang terdapat pada pakaian adat Suku Dayak mengandung beragam makna, seperti:
warna putih menyimbolkan iman pada Tuhan dan kesucian;
warna merah melambangkan semangat hidup;
warna biru melambangkan kekuatan yang tidak mudah luntur;
warna kuning bermakna keajaiban dan keagungan; dan
warna hitam yang bermakna kuasa kegelapan.
· Manik-manik yang terbuat dari batu kecubung dipercaya masyarakat setempat menjadi penawar penyakit dan juga racun hewan.
· Manik-manik motif palang tapak dipercaya membawa keselamatan bagi sang pemakai.
· Dahulu kala, mahkota berhiaskan bulu dan paruh burung enggang pada pria melambangkan pasukan perang.
Mahkota dengan bulu burung enggang yang banyak hanya boleh digunakan oleh panglima perang.
Kini, hiasan kepala burung enggang digunakan oleh masyarakat Suku Dayak yang terhormat.
Demikian adalah penjelasan mengenai pakaian adat Suku Dayak.
Selain membahas soal jenisnya, telah dibahas pula sejarah singkat, keunikan, hingga makna atau filosofi yang terkandung.
Semoga bermanfaat!