Pakaian adat Bengkulu merupakan bagian dari budaya Nusantara yang mencampurkan Melayu Jambi, Riau dan Kepulauan Riau, Palembang, Deli, serta Lampung.
Pakaian tradisional ini cenderung memiliki ciri khas berupa warna merah (seperti baju adat Bangka Belitung) dengan motif lempengan emas.
Satu di antara busana adat yang biasa digunakan pengantin pernikahan, atau saat festival dan acara penyambutan khusus adalah Rejang Lenong.
Tentu masih ada busana tradisional dari suku-suku lain dengan nama dan keunikannya sendiri.
Maka dari itu, simak penjelasan dan keterangannya berikut ini:
Jenis Pakaian Adat Bengkulu (Rejang Lenong)
Penggunaan pakaian tradisional provinsi ini lebih sering ditujukan untuk pasangan pengantin dalam sebuah upacara pernikahan.
Walau tak menutup kemungkinan, acara-acara lain misalnya ritual atau upacara adat setempat juga bisa menggunakannya.
1. Suku Melayu
Masyarakat Bengkulu yang mengadakan upacara-upacara adat, cenderung sering mengenakan setelan Melayu sebagai baju adat dalam acara tersebut.
Kendati kesan megah dan mewah memungkinkannya dipakai juga sebagai pakaian pengantin.
Ada perbedaan yang cukup mendasar antara tampilan baju pria dan wanitanya, yakni penggunaan warna.
Namun kecocokan warna yang tampak saat dipasangkan, telah menambah keharmonisan kedua pakaian tersebut.
a. Pria
Setelan khas Melayu untuk mempelai pria terdiri dari baju berbahan kain beludru atau wol, celana hingga sedikit melebihi bawah lutut, sarung lipat, serta songkok atau peci yang dikenal bernama Detar (mahkota) bersunting.
Bentuk tutup kepala yang meruncing ke atas ini menyerupai penutup kepala yang biasa dijumpai pada pakaian adat Melayu Riau.
Baik baju, celana, maupun songkok sama-sama punya warna hitam dengan motif khusus dan khas.
Sejumlah perhiasan misalnya Kalung Sribulan dan Emping untuk menghias dada, hiasan pinggang berbentuk Pending, rantai emas pada saku, ditambah gelang dan keris, serta kaos kaki dan sepatu ataupun sandal juga melapisi pakaian ini.
Literatur dari sumber lain termasuk situs web tanya-jawab populer, Brainly, mengatakan, atasan pada pakaian pria berupa kemeja putih yang ditutup jas gelap, misalnya hitam atau biru tua, berhiaskan sulaman benang emas.
Sementara ada sedikit kesamaan untuk bawahannya, yakni sarung atau kain songket diikatkan pinggang dengan celana panjang hitam berbahan kain satin.
b. Wanita
Pakaian yang dikhususkan untuk wanita Melayu ini terdiri dari kebaya atau baju kurung berlengan panjang dari kain beludru atau wol, kain lecap benang dan glamor, beserta Singal atau perhiasan kepala (mahkota) bermotif menyerupai Kembang Goyang.
Tak jauh berbeda dengan baju pria, terdapat motif-motif yang juga khas pada baju, kain, dan mahkota setelan pakaian mempelai wanita.
Bukan hanya pria, mempelai wanita pun memakai aksesoris seperti kalung dan gelang, serta sepatu dengan kaos kaki sebagai alas kaki.
Sumber lain termasuk situs web penyedia beragam informasi, Wikipedia, mengatakan baju ini meliputi Kembang dan Tepung, kain bersulam emas, baju bertabur, dan sandal hitam sebagai alas kakinya.
Pelengkapnya adalah dahi berhiaskan tapak sangko burung merak, teratai bahu, kalung dada, pinggang terhias pending, dan gelang keroncong lengan.
Warna-warna yang mendominasi adalah biru tua, merah tua, ungu, dan lembayung atau merah muda.
2. Suku Rejang dan Pasemah
a. Pria
Para pria Suku Rejang dan Pasemah mengenakan jas, Detar atau peci berbentuk mancung ke atas untuk menutup kepala, dan celana panjang sebagai baju khas mereka.
Menyerupai penutup kepala untuk pakaian adat Melayu Riau.
b. Wanita
Baju kaum wanita Suku Rejang dan Pasemah Bengkulu juga punya kesamaan dengan gaya Melayu.
Dengan baju kurung khas Bengkulu mereka yang dilengkapi sejumlah aksesoris, dan alas kaki dari kayu (Terompah), selop, sandal, atau sepatu.
3. Bengkulu Selatan
Beralih ke wilayah selatan Bengkulu, ada pakaian adat yang meliputi kemeja putih berlapis jas hitam, dengan sekuntum bunga berhias rantai kecil dalam kantong jas tersebut.
Celana dasar hitam berlapis kain songket untuk bawahannya, lalu peci lancip yang biasa disebut “Gitar” digunakan untuk bagian kepalanya.
Bahan pembuatan peci daerahnya Suku Serawai ini adalah kain songket.
Untuk baju mempelai wanitanya, baju berbahan bludru merah dan kain songket biasa digunakan oleh mereka.
Terakhir ditutup oleh Tajuak, hiasan kepala bunting berbahan tembaga kuning keemasan berhiaskan banyak sunting.
4. Bengkulu Utara
Di seberang daerah sebelumnya, ada baju pernikahan dari Bengkulu Utara yang mendapat pengaruh dari Suku Melayu juga.
Sebab punya kesamaan dengan Melayu, maka pengantin wanitanya mengenakan pakaian yang meliputi kebaya panjang, kain lecap dan glamor, serta mahkota untuk menghias kepala.
Kemudian, ada kalung, gelang, kaos kaki, sepatu, dan lain-lain sebagai tambahannya.
Sementara aksesoris hiasan baju pria meliputi manik-manik dada berupa kalung besar, hiasan berbentuk Pending pada pinggang, Emping, gelas, keris, ditambah kaos kaki serta sepatu.
5. Pakaian Adat Pernikahan Tradisional Bengkulu
Pakaian adat yang ditujukan untuk pengantin tradisional Bengkulu pasti mengesankan kemegahan, kemewahan, dan menyimbolkan kemakmuran melalui warna keemasannya.
Kendati difungsikan demikian seiring berlalunya waktu, mulanya baju ini hanya dipakai ketika ada upacara-upacara adat.
Penggunaan pakaian ini dibedakan dari segi bentuk dan aksesoris, mengingat hakikat berpasangan antarpengantin pria dan wanita.
Dan penjelasannya adalah:
a. Pengantin Pria
Mencakup baju panjang bertutup jas berbahan beludru merah dengan baju tabur bersulam kain corak emas untuk atasannya.
Bagian bawahnya, ada celana panjang bertabur, songket (sarung lipat) diikatkan pinggang, sunting, songkok sebagai mahkota, serta kaos kaki dan alas kaki yang bahannya sama seperti jas tutup.
Sarung yang dikenakannya akan punya motif keemasan.
Aksesoris dan perhiasan untuk melengkapi pakaian pengantin ini antara lain Kalung Sribulan dan Emping di dada, pending menghiasi pinggang, lalu gelang emas dan sebilah keris senjata tradisional.
b. Pengantin Wanita
Mencakup kebaya panjang bertabur atau baju kurung berbahan beludru merah tua, biru tua, lembayung, atau hitam; dilengkapi sulaman benang emas membentuk bulatan-bulatan seperti lempengan uang logam untuk atasannya.
Bagian bawah perpaduan atasan tersebut adalah kain songket berbahan sutra dengan motif benang emas.
Ada kesamaan antara sarung wanita Bengkulu dengan sarung para prianya.
Menyusul kemudian kain glamor, lecap benang, kaus kaki dan alas kaki yang bahannya juga beludru.
Aksesoris yang melengkapinya antara lain kalung bersusun, gelang emas pada kedua lengan, ikat pinggang, sanggul beserta tusuk kondenya, mahkota merah bercorak keemasan, anting dan giwang emas, dan sepasang slop emas untuk alas kakinya.
Keunikan Pakaian Adat Bengkulu
Salah satu keunikan yang bisa ditemui dalam pakaian adat bengkulu adalah dari bahan dan bentuk tiap-tiap bagiannya.
Seperti jas hitam berbahan beludru atau wol, bahan untuk baju kurung para wanita juga kain beludru, lalu model penutup kepala yang meruncing ke atas, dan celana panjang gelapnya dari kain satin.
Baju kurung itu juga punya motif khusus yang dibentuk dengan menyulam benang emas.
Hanya ada empat warna gelap yang biasa digunakan terhadapnya, antara lembayung, merah tua, biru tua, dan hitam.
Perpaduannya adalah bersama bawahan serupa kain songket dengan bahan sutra, berlapis motif dari benang-benang emas.
Ciri Khas
Tak hanya Jawa, sebagai bagian dari Pulau Sumatra, Bengkulu juga punya budaya batik khasnya sendiri, yakni Kain Batik Kagangga dan Kain Batik Bersurek.
Keduanya sama-sama cukup populer, tetapi punya perbedaan motif.
Simak penjabaran berikut untuk lebih lengkapnya:
1. Kain Besurek
Sejarah peristiwa panglima perang Pangeran Diponegoro, Pangeran Sentot Alibasya, yang hijrah ke daerah Bengkulu pada zaman dahulu merupakan permulaan Kain Batik Besurek
Kain sebagaimana foto di atas ini resmi menjadi warisan budaya tak benda, usai ditetapkan pada tahun 2015.
Seiring berlalunya waktu, kain ini berkembang pesat, kendati mulanya hanya digunakan ketika perayaan dan upacara adat.
Hasilnya yakni penggunaan pakaian yang mencakup fungsi-fungsi luas, selain untuk upacara adat, misalnya sebagai busana muslim, dalam acara resmi kedinasan, hingga baju santai bermotif kain bersurek.
Mengenai makna dari nama namanya, Kain Besurek punya arti yang berbanding lurus dengan model batiknya.
Pengertian kata “Be” adalah Ber, sementara filosofi “Surek” yakni Surat atau Tulisan.
Apabila disimpulkan, maka batik dalam Kain Besurek dipenuhi oleh tulisan.
Wujud daripada tulisan-tulisan ini adalah kaligrafi Arab, sekaligus menjadi ciri khas kain ini.
Motif-motifnya ada beragam, di antaranya:
- Motif Kaligrafi Arab
- Kaligrafi Arab Burung Kuau
- Kaligrafi Arab Kembang Cengkih Kembang Cempaka
- Kaligrafi Arab Kembang Melati
- Kaligrafi Arab Relung Paku Burung Punai
- Pohon Hayat Burung Kuau Kaligrafi Arab
- Rembulan dan Kaligrafi Arab
Teknik pembuatan motif-motif kaligrafi dalam Kain Besurek ini sengaja menggunakan batik tulis.
Tak pelak ini menyebabkan timbulnya kelangkaan untuk mendapatkan Kain Besurek saat ini.
Ditambah lagi, para pengrajin pakaiannya pun kian berkurang seiring waktu.
Hanya bila beruntung, kain batik dengan keragaman motif bertuliskan huruf Arab ini bisa didapatkan.
Perbedaan pada tiap-tiap motif adalah pada pemakaian yang berbeda-beda antara satu sama lain.
Misalnya dalam upacara adat pernikahan, kelahiran, atau kematian.
Walau dengan pemakaian yang luas, karena motif tulisan arabnya notabene mengambil potongan ayat-ayat suci Al-Qur’an, maka batiknya pun tidak boleh sembarangan digunakan dan dianggap sakral.
Penggunaannya kemudian dipersempit hanya sebagai penutup bagian atas tubuh, misalnya alas bayi dalam tradisi cukur rambut, ikat kepala pengantin, atau kain untuk menutup jenazah.
Tidak ada penggunaan lain yang diizinkan oleh adat Bengkulu selain yang tertera di atas.
2. Kain Kaganga
Ambisi pemerintah daerah yang ingin mengalahkan kepopuleran Kain Batik Besurek, lalu melahirkan Kain Batik Kagangga pada tahun 1985 hingga 1990.
Perbedaan pengembangan variasi batik ini, seperti terlihat dari gambar di atas, terletak pada aksara yang digunakan.
Kain Bersurek mengandalkan kaligrafi dari huruf-huruf Arab, sementara Kain Kagangga memanfaatkan Aksara Rejang yang menjadi corak dan motif khas Tanah Rejang.
Berbeda dengan Kain Bersurek yang begitu terbatas sebagai respons atas penggunaan potongan ayat-ayat suci Al-Qur’an, Kain Kagangga bisa berpadu dengan beragam motif flora dan fauna.
Contohnya bunga “Rafflesia Arnoldi”, yang habitat alaminya memang berada di daerah Bengkulu, atau motif Burung Wallet.
Perbedaan ini tentu saja menutup kekurangan yang ada pada Kain Bersurek, karena pemakaian Kain Kagangga cenderung lebih luwes dan modern.
Meski dengan keberadaan padu-padan tersebut, batik ini tergolong baru sehingga motifnya juga masih sangat terbatas.
Proses pembuatan manual dan tradisional yang sama dengan batik Bersurek, menyebabkan banderol harga untuk Batik Kagangga melambung cukup tinggi.
Walhasil, konsumennya pun berada pada kalangan mengengah ke atas.
Pakaian adat Bengkulu yang notabene menjadi kekayaan budaya dari salah satu provinsi di Indonesia, sudah sepatutnya dijaga bersama di mata masyarakatnya dan dunia.
Selain pakaian adat, kamu juga bisa lestarikan kesenian tari asal Bengkulu, yaitu Tari Andun.