Indonesia memang kaya akan sejarah kebudayaan yang sangat menarik untuk di gali.
Salah satunya yaitu Kerajaan Tulang Bawang konon muncul saat agama Hindu masih dianut, namun pengaruh agama Islam sudah mulai masuk ke daerah Lampung.
Daerah Tulang Bawang pertama kali ditemukan oleh biksu Cina bernama I-Tsing pada abad ke 7 Masehi.
Jika sempat berkunjung ke Lampung, jangan lupa napak tilas ke sini, ya!
Sebelumnya, yuk simak penjelasan mengenai sejarah Kerajaan Tulang Bawang.
Lokasi Kerajaan Tulang Bawang
Seorang ahli sejarah bernama Dr. J. W. Naarding memperkirakan lokasi Kerajaan Tulang Bawang berada di hulu Way Tulang Bawang, yang terletak di antara Menggala dan Pagardewa berjarak sekitar 20 km dari pusat kota Menggala daerah Lampung.
Kota Menggala merupakan satu-satunya kota yang ada di Tepian Way Tulang Bawang.
Posisi ini menjadi salah satu jejak sejarah Kota Menggala.
Sejarah Kerajaan Tulang Bawang
Awal Berdirinya
Kerajaan Tulang Bawang ditemukan pertama kali oleh I Tsing, seorang biksu dari Cina yang pernah menjelajahi Indonesia pada abad ke-7 Masehi.
Ketika mengunjungi Lampung, ia menyebutkan “To-Lang P’o-Hwang”.
Sejarah juga mencatat, asal usul nama Tulang Bawang diambil dari cerita bahwa setiap musuh yang terbunuh di daerah tersebut kemudian di buang ke bawang atau lebak-lebak.
Mayat-mayat yang tertimbun kemudian menghasilkan banyak tumpukan tulang. Bawang dalam bahasa Lampung juga bisa diartikan sebagai rawa.
Puncak Kejayaan
Kehidupan Politik
Pada masa kejayaannya, Kerajaan Tulang Bawang memiliki sistem pemerintahan demokratis yang dikenal dengan marga.
Marga dalam bahasa Lampung di sebut dengan kata “mego/megou” dan “mego-lo” yang berarti marga yang utama.
Masuknya pengaruh Devide Et Impera menyebabkan penyimbang marga yang harus ditaati pertama kalinya di sebut dengan Selapon.
Sela berarti duduk bersila atau bertahta. Sedangkan pon/pun adalah orang yang dimulyakan.
Kerajaan Tulang Bawang menganut sebuah adat yang disebut Pepadun, dimana setiap lapisan masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk menduduki kekuasaan, karena itulah pemimpin adat selalu berganti-ganti dari segi trah-nya.
Dalam menentukan status sosial, rakyat Pepadun tidak hanya memandang dari garis keturunan saja.
Selama orang tersebut mampu menggelar upacara adat yang disebut Cakak Pepadun, ia berpeluang memperoleh gelar atau status sosial diantaranya gelar Suttan, Raja, Pangeran, dan Dalom.
Kehidupan Ekonomi
Walaupun banyak sejarawan yang mengatakan belum ada bukti otentik mengenai eksistensi Kerajaan Tulang Bawang, namun beberapa catatan seperti Suma Oriental (1512-1515) oleh Tome Pires menyatakan Kerajaan Tulang Bawang pernah mengadakan hubungan dengan Kerajaan Sunda di bidang perdagangan.
Jejak salah satu kerajaan tertua di Indonesia ini juga terungkap dari catatan I Tsing yang mengungkapkan bahwa gaya kehidupan Kerajaan Tulang Bawang hampir sama dengan Kerajaan Sriwijaya yang memfokuskan kepada pengembangan potensi sungai.
Perekonomian Kerajaan Tulang Bawang ditunjang dari perdagangan lada dengan mengandalkan sebuah bandar kecil yaitu Tanggo Rajo.
Bandar ini sangat penting pada masa abad ke-16, karena di masa tersebut terjadi hubungan dagang dengan Kerajaan Banten (dipimpin oleh Sultan Hasanudin) yang fokus pada komoditi lada.
Pada tahun 1668 VOC berkuasa di Menggala karena tergiur dengan penjualan lada yang sangat menguntungkan.
Pada masa pemerintahan VOC, Menggala dikenal sebagai kota lintas perdagangan yang amat ramai.
Pada masa kekuasaan Hindia-Belanda yang terjadi di abad ke-19, jual beli lada dan pelabuhan Tanggo Rajo merupakan salah satu faktor yang menguntungkan bagi Kota Menggala.
Belanda yang pernah membangun pelayaran di Menggala. Kota ini menjadi penghubung antara Lampung dengan Jawa dan Singapura.
Bangunan Tanggo Rajo sudah direkonstruksi pada masa Gubernur Sjachroedin pada tahun 2010 kemudian saat ini hanya digunakan untuk acara adat atau kegiatan pemerintah daerah Tulang Bawang.
Kehidupan Sosial, Agama dan Budaya
Agama yang dianut oleh Kerajaan Tulang Bawang adalah agama Islam yang ditandai dari adanya bangunan Masjid Kibang di sekitar Menggala.
Kehidupan masyarakat Tulang Bawang ketika ditemukan oleh I Tsing pada abad ke masih menganut sistem yang dapat dibilang tradisional.
Meski demikian, mereka sudah pandai membuat kerajinan tangan dari logam besi dan membuat gula aren.
Penyebab Runtuhnya
Pada sekitar tahun 1920-an, Kerajaan Tulang Bawang mulai mengalami kemunduran dikarenakan perkembangan teknologi pada transportasi yaitu kereta api yang membuka jalur lintasan atara Tajung Karang-Palembang, sehingga menyebabkan transportasi sungai mulai beralih ke darat.
Sungai Tulang Bawang yang dulu menjadi sarana dagang bagi masyarakat, saat ini hanya menjadi saksi bisu masa kejayaan Kerajaan Tulang Bawang karena sudah tidak beroperasi lagi.
Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang menyebutkan bahwa pada saat itu Kerajaan Sriwijaya (Che-Li P’o Chie) melakukan ekspedisi yang bertujuan untuk menaklukan daerah-daerah lain terutama dua pulau yang berada di bagian barat Indonesia.
Berkembangnya kerajaan maritim ini membuat Kerajaan Tulang Bawang yang dulu bersinar lambat laun redup karena keberadaan pesatnya kemajuan Kerajaan Sriwijaya.
Silsilah Kerajaan Tulang Bawang
Hingga saat ini penduduk Menggala masih percaya besarnya nama Minak Sengaji dan Minak Ngegulung Sakti.
Makam kedua tokoh tersebut masih berada di Menggala dan bisa diziarahi sampai sekarang.
Masyarakat Menggala juga meyakini bahwa Menak Sengaji dan Menak Ngegulung Sakti merupakan nenek moyang mereka.
Mulonou
Kerajaan Tulang Bawang didirikan pada abad ke-4 Masehi atau tahun 623 Masehi. Penguasa pertamanya yaitu Mulonou Jadi.
Raja ini diperkirakan orang yang asalnya dari daratan di Cina. Mulonou Jadi dalam bahasa Lampung berarti “asal jadi”. Mulonou diartikan dengan asal atau mulanya dan jadi berarti jadi.
Raja Mulonou Jadi dikenal di masyarakat dengan Mulonou Aji atau Mulonou Haji.
Rio Mangku Bumi Kamantaka Bumiloka
Minak Pati Pejurit / Minak Kemala Bumi
Masa pemerintahan Minak Patih Pejurit (Minak Kemala Bumi) menunjukkan hirarki struktur dari segi pertahanan yang baik ditandai dengan setiap kampung di Menggala dilindungi oleh panglima-panglima.
Salah satunya di Kampung Dente Teladas yang dijaga Panglima Batu Tembus dan Minak Rajawali.
Begitupun dengan Kampung Gedung Meneng, Gunung Tapa dan Kota Karang dijaga oleh panglima Minak Pedokou dan Minak Muli.
Ketiga tempat ini difungsikan sebagai pusat pertahanan yang kedua.
Kemudian Kampung Meresou yang sering disebut dengan Sukaraja dijaga oleh Minak Patih Baitullah dan Panglima Minak Patih Ngecang Bumi, mereka bertugas memeriksa atau bahasa Lampungnya “meresou” setiap musuh yang ingin mencoba memasuki wilayah Menggala.
Minak Kemala Bumi merupakan penyebar agama Islam yang terkenal di Lampung.
Ia juga merupakan keturunan ke sepuluh dari Tuan Rio Mangku Bumi, raja terakhir Kerajaan Tulang Bawang yang masih menganut agama Hindu.
Sebelum menyiarkan Islam, Haji Pejurit atau Minak Kemala Bumi mendalami ajaran agama Islam melalui Prabu Siliwangi di Jawa Timur.
Lalu ia menikahi putri Prabu Siliwangi yang bernama Ratu Ayu Kencana Wungu.
Anak cucu dari Minak Kemala Bumi dan Ratu Ayu Kencana Wungu kemudian mendirikan Suku Bujung dan Berirung.
Minak Tabu Gayaw
Pada abad ke 9 Masehi, kerajaan ini Runjung atau yang lebih di kenal dengan Minak Tabu Gayaw.
Runjung (Minak Tabu Gayaw) memiliki 3 putra mahkota, masing masing bernama Tuan Rio Mangku Bumi, Tuan Rio Tengah dan Tuan Rio Sanak.
Peninggalan Kerajaan Tulang Bawang
Makam Minak Ngegulung Sakti
Pemakaman Minak Gulung yang merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Tulang Baang terletak di kampung Tiuh Tuho.
Di tempat tersebut terdapat petilasan makam dan beberapa tempat lain yang dipercaya masyarakat sebagai tempat tinggal Minak Gulung.
Walaupun mayoritas masyarakat Tulang Bawang mengkeramatkan makam tersebut dan mempercayai kesaktian yang dimiliki Minak Gulung, tetapi warga setempat tidak mengetahui secara pasti asal usul dan sejarah Minak Gulung.
Nama Minak Gulung pun tidak tercatat dalam silsilah keluarga Kerajaan Tulang Bawang.
Bisa dikatakan dan disimpulkan bahwa Minak Gulung terkenal sebagai tokoh yang memiliki kekuatan sehingga mampu mengusir gangguan orang asing yang ingin menguasai Tulang Bawang pada saat itu.
Makam Minak Sengaji
Makam Minak Sengaji berlokasi di Kecamatan Tulangbawang Tengah. Orang Menggala memiliki keyakinan bahwa Minak Sengaji & Minak Ngegulung Sakti adalah nenek moyang masyarakat Menggala.
Minak Sengaji juga di percaya sebagai pendiri kota Menggala. Makamnya sering di kunjungi dan di anggap keramat oleh masyarakat setempat.
Masjid Kibang
Masjid Kibang dibangun atas prakarsa dari lima pangeran di Tulang Bawang.
Tempat ibadah umat muslim Tulang Bawang ini terletak di Menggala dan sudah ada sejak awal abad ke-18. Namun pada masa pemerintahan VOC, Masjid Kibang harus diruntuhkan atas dasar perluasan kota.
Pada tahun 1830, marbot pertama Masjid Kibang yaitu H.M. Thahir Banten sekalian menjadi peresmi masjid tersebut.
Menara Masjid Agung Kibang didirikan pada tahun 1913 M dan direnovasi tahun 1938 yang diketuai oleh imam masjid Pangeran Warganegara V.
Setelah tahun 1945, telah dilakukan beberapa kali renovasi untuk memperbaik struktur bangunan Masjid Kibang.
Masjid Kibang yang masih berdiri hingga saat ini merupakan hasil pemindahan dari masjid yang dahulu pernah didirikan.
Rumah Kediaman Pangsa Wangsekerta
Pangeran Warganegara merupakan salah satu orang terpadang di Menggala yang berasal dari sebuah marga bernama Buay Bulan, Ia adalah putra dari Krio Warganegara atau Menak Kesuhur.
Letak tempat tinggal Pangeran Warganegara yang memiliki marga Pangsa Wangsekerta, tidak jauh dari lokasi Masjid Kibang.
Arsitektur bangunan rumah yang didirikan oleh Pangeran Warganegara pada tahun 1879 ini bernuasa klasik.
Perabotan dan interiornya sangat lengkap dan berbahan kayu yang berasal dari abad ke 18 hingga 19 Masehi.
Saat membangun kediamannya, Pangeran Warganegara ke-4 memiliki gelar sebagai Sultan Ngukup.
Kampung Bugis
Tepat 1 kilometer kearah utara dari Kediaman Pangeran Warganegara terdapat sebuah perkampungan yang bernama Kampung Bugis serta pasar pertama di Menggala.
Dahulu kampung ini disebut dengan Kampung Palembang.
Perkampungan ini pada awalnya dibangun dan ditempati oleh orang-orang Bugis.
Dahulu saat jalur dagang di sepanjang sungai masih sangat ramai, warga Bugis yang tinggal disana sengaja menetap.
Pada saat ini, penghuni kampung tersebut sudah tidak murni orang Bugis namun sudah beragam suku.
Perkembangan pesatnya perdagangan komoditas karet, lada, kopi serta kekayaan hutan lainnya mendorong kemajuan kota.
Di masa kekuasaan Hindia Belanda, yaitu tahun 1857, kota Menggala menjadi ibukota Lampung tengah dan dipimpin oleh seorang Asisten Residen.
Fasilitas kota juga dibangun. Bangunan peninggalan Belanda hingga saat ini masih dapat ditemukan di kota Menggala ditandai dari empat bangunan yang direnovasi atau tidak difungsikan kembali.
Berikut adalah sejarah berdirinya Kerajaan Tulang Bawang hingga peninggalan yang masih dapat dikunjungi dan dilihat hingga saat ini. Cukup menambah wawasan Anda, kan?