Kerajaan Gapi atau lebih kenamaan disebut Kerajaan Ternate adalah salah satu kesultanan islam di Sulawesi yang berkedudukan di Maluku.
Kerajaan ini merupakan salah satu manifetasi sejarah perkembangan islam di Indonesia khususnya di bagian timur.
Tidak hanya itu, kerajaan ini juga sangat berpengaruh di masa perlawanan terhadap penjajahan bangsa Eropa.
Kondisi ini lantaran Kepulauan Maluku adalah sentra rempah rempah di Indonesia, bahkan dunia.
Sejarah Kerajaan Ternate
Kerajaan Ternate berdiri sebagai hasil konsensus para momole yang berkuasa ketika daerah ini mulai banyak didatangi pedangang asing pada permulaan abad ke-13.
Para pedagang yang singgah menghadapi ancaman dari perompak di sekitaran Kepulauan Maluku.
Keadaan ini mendorong para momole yang berasal dari Toboleu, Tobanga, Tobana dan Tubo mengadakan rembukan untuk mencari solusi atas prakarsa Momole Guna dari Tobona.
Pertemuan ini dilakukan tahun 1255 M di Foramadiahi, di lereng bagian selatan Gunung Gamalama.
Hasil rundingan para perwakilan empat kampung itu adalah tercetusnya ide untuk pendirian kerajaan yang dilakukan dua tahun setelahnya.
Tahun 1257 M, Momole Ciko Bunga yang berasal dari kampung Sampala dinobatkan menjadi Kolano atau raja pertama, dengan dianugerahi gelar Baab Mashur Malamo.
Pusat pemerintahan didirikan di Sempala yang berada di pesisir barat dari Pulau Ternate.
Momentum bersejarah ini oleh masyarakat lokal disebut dengan Tara No Ate, yang bermakna ‘turun dan merangkul’.
Tara No Ate ini adalah asal mula penggunaan nama Ternate yang dipakai sekarang.
Lokasi, Letak Geografis, Peta Wilayah
Kerajaan Ternate terletak di pulau Gapi atau sekarang disebut dengan Ternate.
Ibukota kerajaan berlokasi di Sempala kemudian dipindahkan ke Foramadiahi.
Letak geografis Ternate dinilai sangat strategis.
Pasalnya daerah ini terletak di jalur perdagangan penting yang menghubungkan pulau Sulawesi dengan Papua.
Kerajaan Ternate berdiri di wilayah dengan topografi pesisir, bukit dan gunung.
Salah satunya adalah Gunung Gamalama yang merupakan gung berapi aktif.
Wilayah kekuasaan Kerajaan Ternate tidak cukup luas, tetapi sangat berpengaruh.
Karena kawasan ini dikelilingi oleh laut sehingga iklim yang ada di Kerajaan Ternate sangat dipengaruhi oleh siklus pergerakan angin laut.
Kerajaan Ternate berhasil menguasai seluruh kawasan Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara, dan sebagian daerah di pulau Sulawesi.
Silsilah Raja
Secara struktural, masyarakat Ternate awalnya memiliki empat perkampungan dengan kepalanya disebut dengan momole.
Setelah para momole membentuk aliansi pendiri Kerajaan Ternate, raja pertama yang naik takhta tahun 1257 M sdiseru dengan panggilan kolano.
Pertengahan abad ke-15 syariat islam diadopsi penuh oleh Kerajaan Ternate.
Hal ini berdampak pada gelar raja yang semula kolano disesuaikan menjadi Sultan.
Kolano di struktur pemerintahan Kerajaan Ternate dibantu oleh seorang perdana menteri yang disebut jogugu dan dewan konstitutif kerajaan yang dipanggil fala raha.
Di bawahnya terdapat klan bangsawan penopang kerajaan.
Para momole pendiri Kerajaan Ternate terdahulu direpresentasikan dalam klan bangsawan ini yang diketuai oleh seorang Kimalaha.
Terdiri dari Klan Marasaoli, Tomaito,Tomagola, serta Tamadi.
Selain sebagai back-up kerajaan, klan bangsawan ini juga harus mempersiapkan calon raja apabila sultan yang memerintah tidak memiliki penerus.
A. Raja Bergelar Kolano
1. Baab Mashur Malamo (1257 – 1272 M)
Baab Mashur Malamo adalah gelar yang disematkan kepada Momole Ciko Bunga sebagai kolano pertama hasil asese pendiri Kerajaan Ternate.
Gelar Baab Mashur Malamo memiliki makna ‘pintu kemasyuran yang besar’.
Masa pemerintahannya belangsung selama 20 tahun.
Selama pemerintahannya, Baab Mashur Malamo memutar roda kerajaan dibantu oleh jogugu dan Fala raha.
2. Jamin Qadrat (1277 – 1284 M)
Jamin Qodrat adalah kolano kedua di Kerajaan Ternate.
Jamin Qodrat memiliki beberapa nama panggilan yaitu Kaicil Jamin, Kaicil Poit atau juga bisa disebut dengan Samman.
Kaicil adalah istilah yang digunakan untuk menyebut putra mahkota.
Jamin Qodrat adalah ayah dari Kaicil Komala Abu Said yang menggantikannya sebagai raja di periode berikutnya.
3. Komala Abu Said (1284 – 1298 M)
Komala Abu Said juga dikenal dengan Kaicil Siale.
Ia adalah kolano ketiga Kerajaan Ternate menggantikan ayahnya.
Pada masa kepemimpinan Komala Abu Said terjadi perpindahan pusat pemerintahan Kerajaan Ternate dari
Sampala dipindahkan ke Foramadiahi.
4. Bakuku (Kalabata) (1298 – 1304 M)
Bakuku atau Kalibata adalah kolano keempat Kerajaan Ternate.
Bakuku menerima estafet pemerintahan dari ayahnya, Komala Abu Said, pada tahun 1298 M.
Akhir masa kepemimpinannya berada di tahun 1034 M.
5. Ngara Malamo (Komala) (1304 – 1317 M)
Raja selanjutnya yang masih menggunakan gelar kolano sebagai penyebutan raja adalah Komala Ngara Malamo.
Kolano Ngara Malamo adalah inisiator untuk melakukan ekspansi wilayah.
Ia segera Menyusun taktik politik untuk menguasai daerah – daerah di sekitarnya untuk memperbesar dan memperkuat Kerajaan Ternate.
6. Patsaranga Malamo (1317 – 1322 M)
Kolano Pastsaranga Malamo adalah raja keenam Kerajaan Ternate.
Beliau memiliki nama alias yakni Syafiuddin dan Pancaranga Malamo.
Patsaranga Malamo memerintah dari tahun 1317 hingga 1322 M.
7. Cili Aiya (Sidang Arif Malamo) (1322 – 1331 M)
Pergesekan Kerajaan Ternate dengan Kerajaan Tidore, Kerajaan Jailolo dan Kerajaan Bacan yang memperebutkan hegenomi territorial mulai tampak.
Hal ini dipicu dari semakin maraknya pedagang dari Cina, Gujarat, Arab, Jawa dan juga Malaka yang singgah di kawasan pulau Maluku.
Rivalitas yang ada semakin berlarut-larut dan menimbulkan konflik.
Kolano Sidang Arif Malamo kemudian menginisiasi pertemuan raja raja di Kepulauan Maluku untuk bekerja sama menjalin persekutuan pada tahun 1322 M.
Hasil dari pertemuan ini dikenal dengan Persekutan Moti, Motir Verbond, dan Moloku Kie Raha (Empat Gunung
Malauku yang merujuk pada empat raja yang hadir).
Poin penting dari Moloku Kie Raha adalah bentuk kelembagaan di keempat kerajaan diseragamkan untuk meredakan ketegangan.
Poin selanjutnya adalah adanya pembagian tugas untuk masing-masing kerajaan.
Kerajaan Ternate dalam hal ini diserahi tugas sebagai Alam Makolano.
Yaitu pihak yang ditunjuk untuk menjaga dan menjamin stabilitas dagang serta segala urusan yang bersifat keduniaan.
Kerajaan Bacan berperan menjadi Dehe Makolano, yaitu pihak dengan tugas menjaga daerah perbatasan.
Kerajaan Tidore memiliki peran selaku Kie Makolano.
Yakni bagian yang menjaga dan menjamin tingkat keamanan di lingkup dalam negeri.
Sedangkan Kerajaan Jailolo mengemban peran sebagai Jiko Makolano.
Yaitu bagian persekutuan yang memperkuat benteng pertahanan untuk menangkal serangan maupun ancaman yang berasal dari luar.
Setelah Moloku Kie Raha, aktivitas dagang di Kerajaan Ternate semakin menggeliat.
Pelabuhan Talangame (Bastiong) menjadi pusat bandar dagang di Indonesia bagian timur.
Selain itu, untuk menunjang kelancaran perdagangan antar bangsa, Kerajaan Ternate membangun pasar yang
dilengkapi dengan fasilitas yang layak.
8. Panji Malamo (1331 – 1332 M)
Panji Malamo adalah kolano yang menggantikan Sidang Arif Malamo.
Pada masa pemerintahannya rakyat hidup dengan damai.
Bahkan ancaman dari Kerajaan Tidore di bidang militer berkurang secara drastis.
9. Syah Alam (1332 – 1343 M)
Kolano Syah Alam melakukan penyerangan ke Makian.
Hal ini dilakukan untuk menguasai bandar dagang internasional di Makian dan potensi melimpahnya produksi rempah – rempah di daerah ini.
10. Tulu Malamo (1343 – 1347 M)
Penyerangan yang dilakukan Syah Alam sebelumnya, kemudian ditindaklanjuti oleh Kolano Tulu Malamo dengan pembatalan sepihak haril perjanjian Moloku Kie Raha.
Kolano Tulu Malamo bertindak dengan menempatkan Kerajaan Ternate sebagai penguasa teratas.
Keputusan ini kemudian menimbulkan rekasi keras dan gencatan senjata kembali digaungkan.
11. Kie Mabiji (Abu Hayat I) (1347 – 1350 M)
Kolano Abu Hayat melanjutkan politik ekspansi wilayah dengan berakhirnya perjanjian Moloku Kie Raha.
Tetapi masa pemerintahannya tidak berlangsung lama, ia harus gugur dan digantikan oleh Ngolo Macahaya.
12. Ngolo Macahaya (1350 – 1357 M)
Di era kekuasaan Kolano Ngolo Macahaya, Kerajaan Ternate berhasil menundukkan kawasan Sula.
Penaklukan daerah – daerah terus digencarkan.
Termasuk di masa pemerintahan Kolano Momole (Raja ke-13, 1357 – 1359 M), Kolano Gapi Malamo I (Raja ke-14, 1359 – 1372 M), Kolano Gapi Baguna I (Raja ke-15, 1372 – 1377 M), dan Kolano Komala Pulu (Raja ke-16, 1377 – 1432 M) yang berhasil menklukkan wilayah Maluku Tengah, Bum dan Seram Barat.
Serta Kolano Marhum (Gapi Baguna II) (Raja ke-17, 1432 – 1486 M) yang melakukan penyerangan ke Kerajaan Jailolo.
B. Raja Bergelar Sultan
18. Zainal Abidin (1486 – 1500 M)
Zainal Abidin adalah penerus dari Kolano Marhum.
Menurut beberapa catatan sejarah, raja Kerajaan Ternate yang mulai memeluk agama islam pertama kali adalah Kolano Marhum.
Peralihan agama kerajaan ini kemudian ditegaskan oleh Zainal Abidin yang mengganti gelar kolano menjadi sultan.
Selain itu, Sultan Zainal Abidin juga menambahkan jolobe atau bobato ke dalam struktur pemerintahan Kerajaan Ternate yang terdiri dari para ulama.
Sultan Zainal Abidin kemudian menuntut ilmu agama lebih dalam ke Sunan Giri yang berada di pulau Jawa.
Ia kemudian mendapat sebutan Sultan Bualawa yang berarti Sultan Cengkih.
19. Sultan Bayanullah (1500 – 1522 M)
Sultan Bayanullah membuat peraturan wajib menggunakan pakaian islami di lingkungan Kerajaan Ternate.
Kemudian mulai dikembangkan pula pembuatan perahu dan senjata untuk memperkuat posisi Kerajaan Ternate.
Teknik untuk membuat perahu dan senjata diadaptasi dari orang-orang Arab dan Turki yang singgah di Kerajaan Ternate.
Tahun 1506 untuk pertama kalinya Loedwijk de Bartomo atau Ludovico Varthema yang berkebangsaan Portugis berhasil mendarat di Ternate.
Kemudian disusul oleh rombongan yang dipimpin Fransisco Serrao tahun 1512.
20. Hidayatullah (1522 – 1529 M)
Sultan Hidayatullah atau juga dikenal sebagai Sultan Dayalu adalah pewaris takhta kerajaan setelah Sultan Bayanullah.
Namun karena masih berusia enam tahun akhirnya kepemimpinan dijalankan oleh ibunya (Permaisuri Nukila) dan pamannya (Pangeran Taruwese).
Hal ini memberikan momentum kepada Portugis untuk melancarkan politik adu domba.
Permaisuri Nukila mendapat dukungan dari Tidore dihadapkan dengan Pangeran Taruwese yang besekutu dengan Portugis.
Setelah memenangkan perang saudara, Portugis justru membunuh Pangeran Taruwese.
21. Abu Hayat II (1529 – 1533 M)
Sultan Abu Hayat II adalah adik dari Sultan Hidayatullah yang gugur dalam perang saudara melawan Pangeran Taruwese.
Sultan Abu Hayat II sangat menentang Portugis yang sering ikut campur urusan Kerajaan Ternate.
Akhirnya pada tahun 1531 Sultan Abu Hayat II difitnah melakukan pembunuhan terhadap Gonzalo Pereira, Gubernur Portugis, dan dihukum tangkap.
Pada Tahun 1533, Sultan Abu Hayat II dibuang ke Malaka dan wafat di tahun yang sama.
22. Tabariji (1533 – 1534 M)
Sultan Tabariji adalah saudara tiri dari Sultan Abu Hayat II.
Pengaruh Portugis yang sangat kuat di internal Kerajaan Ternate membuatnya dapat melengserkan penguasa yang tidak pro dengannya.
Hal ini terjadi pada Sultan Tabariji yang kemudian diasingkan ke daerah Goa, India.
Sultan Tabariji dipaksa untuk menyepakati perjanjian penyerahan sebagian wilayah Ternate dan mengubah haluan kerajaan menjadi Kristen.
Sebagai imbalan Sultan Tabariji akan dikembalikan ke Ternate dan mendapatkan kembali kedudukannya.
Namun, pada perjalanan menuju Ternate Sultan Tabariji wafat.
Oleh karenanya siasat Portugis ini menjadi bias, dan Khariun Jamil berkuasa untuk naik takhta sebagai sultan Kerajaan Ternate.
23. Khairun Jamil (1535 – 1570 M)
Sultan Khairun mengumukan perang mengusir Portugis dari Ternate.
Portugis yang sudah mempunyai benteng pertahanan dan titik kekuatan hampir di seluruh Maluku menjadi sangat kuat.
Memanfaatkan Aliansi Tiga, yang terdiri dari Ternate, Demak dan Aceh, Kerajaan Ternate meneror posisi Portugis di selat Malaka.
Hal ini berakibat pasukan Portugis di Maluku tidak bisa mendapatkan bala bantuan.
Kemudian Gubernur Portugis bernama Lopez de Mesquita melakukan intrik jahat dengan membunuh Sultan
Khairun saat melakukan perundingan.
24. Baabullah Datu Syah (1570 – 1583 M)
Terbunuhnya Sultan Khairun semakin melecutkan semangat penduduk Ternate untuk mengusir Portugis.
Kerajaan Ternate dibantu seluruh Maluku kemudian berhasil menggempur pos pertahanan Portugal di wilayah Indonesia bagian Timur.
Akhirnya kemenangan berpihak ke Kerajaan Ternate setelah Portugis berhasil dipukul keluar dari Ternate tahun 1575.
Sultan Baabullah berhasil membawa masa kejayaan Kerajaan Ternate dan mendapat julukan penguasa 72 pulau.
25. Said Barakat Syah (1583 – 1606 M)
Kerajaan Ternate menjadi semakin lemah sepeninggalan Sultan Baabullah.
Serangan Spayol yang bersekutu dengan Portugis terjadi 1580.
Aliansi dengan Mindanao ternyata tidak cukup untuk menangkal serangan dari Spanyol.
Sultan Said Barakati Syah ditawan oleh pihak Spanyol kemudiang dilakukan politik buang ke Manila.
26. Mudaffar Syah I (1607 – 1627 M)
Kekalahan yang terus dialami Kerajaan Ternate membuat Sultan Mudaffar Syah I meminta bantuan ke Belanda.
Atas bantuan Belanda, Spayol dapat diusir dari wilayah Ternate.
Namun hal ini mendatangkan polemik lain, yaitu penandatanganan kontrak yang menyetujui Belanda atas nama
VOC memonopoli perdagangan rempah rempah di Maluku.
Belanda juga meminta hak untuk memdirikan benteng pertahanan bernama Oranje di wilayah Ternate pada tahun 1067.
27. Hamzah (1627 – 1648 M)
Sultan Hamzah pada masa pemerintahannya menginisiasi pembangunan masjid jami’ Kerajaan Ternate.
Masjid ini dibangun sebagai pusat kegiatan agama penduduk Kerajaan Ternate.
28. Mandarsyah (1648 – 1650 M, masa pertama)
Bangsawan Ternate tahun 1650 meletuskan pemberontakan karena Sultan Mandarsyah dianggap terlalu berpihak kepada Belanda.
Pangeran Saidi (panglima tertinggi Kerajaan Ternate), Pangeran Majira (Raja Ambon) dan Pangeran Kalamata (Adik Sultan Mandarsyah) bersekutu melakukan kudeta untuk menggulingkan kepemimpinan.
29. Manila (1650 – 1655 M)
Sultan Manila dinobatkan menjadi raja Kerajaan Ternate menggantikan Sultan Mandarsyah.
Namun pada tahun 1655 M, Belanda dibawah kepemimpinan Laksamana Arnold de Vlamingh van Oudshoorn memberikan bala bantuan untuk melemahkan aliansi pemberontak dan memulihkan kekuasaan Sultan Mandarsyah.
Pangeran Saidi dibunuh dengan keji, sedangkan Pangeran Kalamata dan Pangeran Majira diasingkan oleh Belanda.
30. Mandarsyah (1655 – 1675 M, masa kedua)
Sultan Mandarsyah kembali menduduki posisi raja Kerajaan Ternate pada tahun 1655.
Selama periode kedua kepemimpinannya ini Ia tetap tidak bisa melepaskan ketergantungan dari tangan VOC.
Hal ini membuat keputusan yang dikeluarkannya bersifat ambivalen.
Kontradiksi dari sikap Sultan Mandarsyah ini kemudian memicu pemberontakan yang dilancarkan oleh putranya, Sibori Amsterdam.
31. Sibori (1675 – 1689 M)
Sultan Muhammad Nurul Islam atau Sultan Sibori Amsterdam setelah berhasil memberontak ke ayahnya naik takhta pada tahun 1675.
Daerah strategis sudah dikuasai oleh Belanda, maka Sultan Sibori terpaksa melipir ke Jailolo.
Ia meneruskan perjuangan untuk melemahkan kekuasaan Belanda atas kepulauan Maluku.
Namun karena himpitan Belanda semakin kuat, Sultan Sibori terpaksa menandatangani kontrak perjanjian tanggal 7 Juli 1683 untuk menjadikan Kerajaan Ternate sebagai dependen Belanda.
Kedaulatan Kerajaan Ternate pun runtuh.
Meski begitu bagunan fisik kerajaan tetap dipertahankan dan garis keturunan raja tetap menjalankan roda kepemimpinan di bawah naungan Belanda.
Raja raja tersebut terdiri dari Sultan Said Fatahullah (Sultan ke-33, 1689 – 1714 M), Sultan Amir Iskandar Zulkarnain Syaifuddin (Sultan ke-34, 1714 – 1751M), Sultan Ayan Syah (Sultan ke-35, 1751 – 1754 M), Sultan Syah Mardan (Sultan ke-36, 1755 – 1763 M), Sultan Jalaluddin (Sultan ke-37, 1763 – 1774 M), Sultan Harunsyah (Sultan ke-38, 1774 – 1781 M), Sultan Achral (Sultan ke-39, 1781 – 1796 M), Sultan Muhammad Yasin (Sultan ke-40, 1796 – 1801 M), Sultan Muhammad Ali (Sultan ke-41, 1807 – 1821 M), Sultan Muhammad Sarmoli (Sultan ke-42, 1821 – 1823 M), Sultan Muhammad Zain (Sultan ke-43, 1823 – 1859 M), Sultan Muhammad Arsyad (Sultan ke-44, 1859 – 1876 M), Sultan Ayanhar (Sultan ke-45, 1879 – 1900 M), dan Sultan Muhammad Ilham (Sultan ke-46, 1900 – 1902 M).
47. Haji Muhammad Usman Syah (1902 – 1915 M)
Setelah begitu lama Kerajaan Ternate berada di bawah kendali Belanda, akhirnya Sultan Haji Muhammad Usman Syah naik takhta dan mulai Menyusun kembali pergerakan untuk melawan Belanda.
Usaha Sultan Haji Muhammad Usman Syah diawali dari rakyat Banggai dengan Hairuddin Tomagola sebagai panglima.
Tetapi usaha penyerangan ini menuai kegagalan.
Walaupun begitu Kapita Banau yang membawahi rakyat Jailolo, Tuwada, Tudowongi, dan Kao sukses membuat kekacauan yang merugikan Belanda.
Meskipun begitu, Belanda dengan kelengkapan militer yang lebih modern membuatnya dapat membalik keadaan.
Kapita Banau ditangkap lalu dibunuh.
Sedangkan Sultan Haji Muhammad Usman Syah dilengserkan dari jabatan Sultan Kerajaan Ternate lalu tahun 1915 dikirim ke Bandung untuk diasingkan.
48. Iskandar Muhammad Jabir Syah (1929 – 1975 M)
Kerajaan Ternate mengalami kekosongan kepemimpinan selama 14 tahun sebelum Sultan Iskandar Muhammad Jabir Syah dinobatkan sebagai Sultan pada tahun 1929 M.
Awalnya Pemerintah Hindia Belanda berniat untuk menghancurkan Kerajaan Ternate, namun mempertimbangkan perlawanan yang akan diterima dari masyarakat pendukungnya akhirnya hal tersebut tidak dilakukan.
49. Haji Mudaffar Syah (Mudaffar Syah II) (1975 – 2015 M)
Dewan Bobato 18 melalukan sidang untuk menentukan raja pengganti dari Sultan Iskandar Muhammad Jabir Syah.
Hasilnya kemudian ditunjuk Mudaffar Syah sebagai sultan di Kerajaan Ternate.
Karena gejolak Kerajaan Ternate yang masih terjadi, Mudaffar Syah sempat menolak, namun akhirnya menerima dan dinobatkan menjadi sultan.
Sultan Mudaffar mempunyai misi untuk membentuk rakyat Ternate yang agamis.
Upayanya terlihat dari adanya Jumat Suci di wilayah Ternate.
Jumat Suci dilakukan dengan menghentikan semua kegiatan, dan menggantinya dengan membaca Al Quran.
Setelah Sultan Mudaffar Syah wafat pada tahun 2015, eksistensi Kerajaan Ternate dinyatakan selesai karena tidak ada lagi penerus yang bisa melanjutkan tampuk kepemimpinan kerajaan.
Kehidupan di Kerajaan Ternate
A. Kehidupan Ekonomi
Roda penggerak perekonomian di Kerajaan Ternate adalah pertanian, perdagangan dan sebagian kecil perikanan.
Hasil pertanian utama yang dihasilkan dan menjadi daya tarik utama bangsa Eropa adalah rempah-rempah lada, cengkeh dan pala.
Perdagangan rempah-rempah yang menggeliat menjadikan Kerajaan Ternate menjadi makmur dan mengalami perkembangan kesejahteraan yang signifikan.
B. Kehidupan Sosial & Budaya
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Ternate terlihat dari interaksi masyarakat lokal dengan pedagang asing yang singgah di kawasan ini.
Berbagai pengaruh terjadi termasuk penyebaran agama Islam yang dibawa oleh pedagang dari Arab dan juga adama
Katolik yang disebarkan oleh Fransiscus Xaverius, seorang misionaris berkebangsaan portugis.
Setelah Islam menjadi agama utama di Ternate, setelah kedatangan bangsa Portugis agama Katolik mulai berkembang di sebagian wilayah Ternate, Ambon dan pulau Halmahera.
Sementara itu, kehidupan budaya adanya Kerajaan Ternate memberikan pengaruh terhadap meningkatnya penggunaan Bahasa Ternate di Indonesia bagian timur khususnya penduduk yang mendiami daerah Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Timur, Maluku dan sebagian Papua.
Meskipun menggunakan dialek yang berbeda tetapi bahasa yang dinomorsatukan adalah bahasa ternate.
Selain itu, di Kerajaan Ternate sudah mengenal musik dan tari-tarian.
Hal ini terbukti dari adanya Korp. musik dan tari-tarian untuk penyambutan ketika ada tamu di Kerajaan Ternate.
C. Kehidupan Politik
Kehidupan politik Kerajaan Ternate bertumpu pada filosofi Jou Sengofa Ngare.
Filosofi ini mewajibkan sultan menjadi ujung tombak dari keselamatan dan kesejahteraan segenap rakyat Kerajaan Ternate.
Sultan diposisikan sebagai khalifah sehingga perlakuan dzolim adalah larangan keras, termasuk kepada rakyatnya.
Apabila Sultan melakukan pelanggaran maka rakyat berhak melayangkan kritik melalui dean legu kedaton.
Kerajaan Ternate mengalami gejolak politik yang hebat.
Ancaman dan perjuangan tidak hanya berasal dari kerajaan lain tetapi juga dari kolonial bangsa asing.
Setelah berhasil mengentaskan diri dari perang saudara, Kerajaan Ternate masih harus terus berjuang untuk mengusir penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Portugis, Spanyol, Belanda dan bahkan juga Jepang.
Keberhasilan Kerajaan Ternate memukul mundur Portugis di bawah pimpinan Sultan Baabullah adalah salah satu bukti bahwa Kerajaan Ternate menduduki posisi penting dalam sejarah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Masa Kejayaan
Kerajaan Ternate berada di puncak kejayaan pada abad ke-16 akhir.
Tepatnya ketika Kerajaan Ternate dipimpin oleh Sultan Baabullah.
Bukti kejayaannya terletak pada wilayah kekuasaannya yang luas.
Bahkan Sultan Baabullah mendapat julukan Sultan 72 Pulau karena berhasil menundukkan kepulauan sebanyak itu.
Daerah yang dikuasai Kerajaan Ternate membentang dari wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Timur dan semua pulau pulau kecil yang terhampar di sebelah barat hingga mencapai kepulauan Marshall.
Wilayah Filipina bagian utara berhasil diduduki sampai kepulauan Kai.
Pulau Nusa Tenggara juga berhasil dikuasai hingga bagian selatan.
Sultan Baabullah kemudian menunjuk Sangaji sebagai wakil Kerajaan Ternate yang ditempatkan di masing-masing wilayah kekuasaan.
Penyebab Runtuhnya Kerajaan
Kerajaan Ternate runtuh akibat adanya adu domba yang digerakkan oleh koalisi Portugis dan Spanyol.
Untuk menangkal gempuran yang terjadi secara terus menerus, akhirnya Sultan Mudaffar Syah I menjalankan politik aliansi dengan Pemerintah Hindia Belanda.
Bantuan yang diberikan kemudian harus dibayar mahal karena setelahnya Kerajaan Ternate berada di bawah pengaruh Belanda.
Disebabkan tekanan Belanda semakin mendesak, Sultan Sibori Amsterdam terpaksa menandatangani sebuah perjanjian yang menegaskan Kerajaan Ternate sebagai dependen Belanda pada tanggal 7 Juli 1683.
Sejak saat itu kedaulatan di Kerajaan Ternate pun runtuh.
Silsilah raja di Kerajaan Ternate tetap dilanjutkan meskipun berada di bawah naungan Belanda.
Saat Indonesia memperoleh kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Kerajaan Ternate tunduk dan meleburkan diri menjadi bagian dari NKRI.
Meskipun begitu hingga pada tahun 2015 Kerajaan Ternate masih memiliki sultan yang aktif.
Setelah sultan terakhir dari Kerajaan Ternate wafat dan tidak ada keturunan yang mumpuni untuk menggantikan, akhirnya posisi Kerajaan Ternate saat ini digunakan sebagai simbol adat dan lambing kejayaan Islam di Indonesia bagian timur.
Peninggalan dan Sumber Sejarah
a. Istana Sultan Ternate
Istana Sultan Ternate berlokasi di pesisir daerah Soa-Sio, Kelurahan Letter C, Ternate, Provinsi Maluku Utara.
Istana Sultan Ternate menjadi salah satu benda cagar budaya Indonesia sejak 7 Desember 1976.
Kerajaan Ternate diserahkan kepada Pemerintah Direktorat Jenderal Kebudayaan untuk dilakukan pemugaran pada masa pemerintahan Sultan Mudafar Syah.
Bangunan istana menghadap ke arah laut dan dikelilingi dinding dengan ketinggian kurang lebih 3 meter.
Desain interiornya dipenuhi dengan hiasan yang terbuat dari emas.
Di dalam istana ini ada beberapa benda tinggalan kerajaan seperti mahkota raja, perhiasan emas, juga baju kebesaran raja yang disulam menggunakan benang emas.
Komplek perumahan anggota kerajaan masih berada di sekitar bangunan istana.
Di lokasi yang sama dengan istana terdapat makam raja terdahulu dan masjid jami Kerajaan Ternate.
b. Masjid Jami Ternate
Masjid Jami Kerajaan Ternate juga dikenal dengan nama Sigi Lamo.
Pembangunannya dilakukan saat berkuasanya sultan ke-28 Kerajaan Ternate.
Arsitektur Masjid berbentuk limah dengan 6 undakan.
Beberapa hal unik yang melekat dengan Masjid Jami Kerajaan Ternate antara lain adalah kewajiban mengenakan kopiah saat memasuki masjid, dan juga larangan menggunakan sarung.
Sehingga, jika ingin beribadah di masjid ini hendaknya menggunakan celana panjang.
c. Makam Raja
Makam Sultan Baabullah terletak di pucak bukit Foramadiahi.
Akses menuju makam dilalui dengan pendakian di kaki gunung Gamalama kurang lebih 1 km.
Jalananya dibangun tembok dengan pohon cengkih dan pala berada di sisi kiri dan kanan jalan.
d. Al Quran Tulisan Tangan
Al Quran tulis tangan peninggalan Kerajaan Ternate adalah Al Quran tertua di Asia Tenggara.
Penulisannya dilakukan di pelepah kulit kayu menggunakan tinta berwarna hitam dan merah.
Saat ini Al Quran tulis tangan ini tersimpan di kediaman Saleh Panggo Gogo, di Alor Besar, Nusa Tenggara Timur.
Hal ini menjadi bukti penyebaran islam di kepulauan Alor yang dilakukan oleh Kerajaan Ternate tahun 1519.
e. Alat Perang
Alat perang Kerajaan Ternate yang digunakan di masa lalu masih tersimpan dengan apik di dalam bangunan Istana.
Jenis alat perang tersebut terdiri dari tombak dengan ujungnya berbentuk lancip yang terbuat dari logam, tongkat kebesaran pasukan kerajaan, pedang, pakaian perang dan lain lain.
f. Benteng Tolukko
Benteng Tolukko adalah benteng buatan bangsa Portugis ketika berada di Ternate dengan mengantongi izin dari Sultan Kerajaan Ternate.
Benteng ini dibangun tahun 1540 atas prakarsa Panglima Fransisco Serao di sepanjang daerah Sangadji, Ternate Utara, Kota Ternate.
Konstruksinya terbuat dari batu kali, pecahan batu bata dan batu karang yang dicampur dengan pasir dan batuan kapur sebagai perekat.
Demikian ini pemaparan mendetail tentang Kerajaan Ternate.
Semoga ulasan ini semakin membuat kita open minded terhadap hikmah rasional yang bisa diambil dari cerita sejarah.
Kerajaan Ternate adalah semangat dari masa lalu yang menggemakan antikolonialisme dengan gigih.
Kekuatan positif yang hebat ini membuktikkan bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia sudah tercetak menjadi bangsa yang kuat dan tangguh.
Mudah-mudahan spirit ini bisa kita implementasikan untuk membangun Indonesia yang lebih keren.