Kerajaan Singasari adalah salah satu kerajaan besar di Jawa Timur, yang kekuasaanya meliputi wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa.
Keberadaan kerajaan ini juga erat kaitannya dengan sejarah tumbangnya Kerajaan Kediri dan lahirnya Kerajaan Majapahit.
Nah, seperti apa sih sejarah Kerajaan Singasari yang berkedudukan di Malang ini?
Berikut adalah ulasan lengkap sejarah Kerajaan Singasari yang memulai riwayatnya sejak tahun 1222 Masehi.
Check it out, guys!
Sejarah Kerajaan Singasari
Sejarah berdirinya Kerajaan Singasari tak lepas dari perkembangan Kerajaan Kediri.
Awalnya, Ken Arok hanyalah seorang petugas pelayan Akuwu (sekarang Bupati) yang bernama Tunggul Ametung, di daerah Tumapel.
Meskipun berasal dari golongan bawah, ternyata ia mempunyai ambisi besar untuk menjadi seorang raja.
Di saat yang sama, ternyata ia juga terpesona akan kecantikan paras Ken Dedes, yang tak lain adalah istri Tunggul Ametung.
Mengetahui hal ini, guru dari Ken Arok berkata, bahwa ia bisa menjadi seorang raja apabila mempersunting Ken Dedes.
Ken Arok yang makin berambisi pun akhirnya membunuh Tunggul Ametung dengan keris yang dibuat oleh Mpu Gandring.
Padahal, saat itu, keris Mpu Gandring ini belum selesei dikerjakan.
Tapi, dasar Ken Arok saja yang tak sabar ingin segera meminang ken Dedes sebagai istrinya.
Parahnya, keris tersebut direbut dari Mpu Gandring dan Mpu Gandring pun juga turut dibunuh dengan keris buatannya tersebut.
Akibat perlakuan itu, Mpu Gandring mengutuk Ken Arok dengan berkata bahwa keris tersebut bisa membunuh sampai tujuh keturunannya.
Setelah peristiwa itu, Ken Arok mengumumkan dirinya menjadi penguasa baru Tumapel, yang saat itu masih di bawah kekuasaan Kerajaan Kediri.
DI saat yang sama, ternyata pihak Kerajaan Kediri memperlakukan para Brahmana dengan semena-mena.
Lantas, kaum Brahmana ini pun menyelamatkan diri ke daerah Tumapel dan bergabung di belakang Ken Arok.
Peperangan pun tak terhindarkan antara Kerajaan Kediri dengan Tumapel yang dipimpin Ken Arok di Desa Ganter.
Akhirnya, Kediri dapat dikalahkan dan Ken Arok pun naik tahta menjadi raja Kerajaan Tumapel.
Pada perkembangan selanjutnya, ternyata nama Kerajaan Tumapel ini kurang populer, melainkan nama Kerajaan Singasari yang banyak disebut di berbagai parasasti.
Hal ini didasarkan pada penemuan Prasasti Kudadu, yang menulis kalau nama asli Kerajaan Singasari adalah Kerajaan Tumapel.
Sebenarnya, ada sedikit perbedaan sejarah berdirinya Kerajaan Tumapel yang ditemukan pada Kitab Negarakertagama dan Kitab Pararaton.
Menurut Kitab Negarakertagama, pendiri Kerajaan Tumapel bukanlah Ken Arok.
Hal ini senada dengan Prasasti Mula Malurung yang dibuat pada tahun 1255 Masehi, yang menyebutkan pendiri Kerajaan Tumapel adalah Rangga Rajasa Sang Girinathaputra.
Sementara, versi lainnya yang berasal dari Kitab Pararaton, disebutkan bahwa pendiri Kerajaan Tumapel adalah Ken Arok.
Lokasi, Letak Geografis, dan Peta Wilayah
Penelitian sejarah Kerajaan Singasari mulai dilakukan sejak masa kolonial Belanda.
Namun, pekerjaan ini sempat jadi simpang siur sebab sesudah Singasari runtuh, tak lama berselangKerajaan Majapahit terbentuk.
Sumber sejarah Kerajaan Singasari didapatkan dari beberapa situs, seperti Candi Singasari, Candi Kidal, Candi Jago, Kitab Pararaton, Kitab Negarakertagama, dan peninggalan lainnya.
Berdasarkan penemuan-penemuan selama penelitian, dapat disimpulkan jika Kerajaan Singasari berlokasi di dua wilayah.
Pusat kerajaan pertama berlokasi di Muharto, yang dihuni sejak pemerintahan Ken Arok hingga Wisnuwardhana.
Di lokasi ini, ada Sungai Bango dan Sungai Brantas, yang berdasarkan catatan sejarah, mmbentang benteng sepanjang 1 mil.
Di tempat tersebut pula ditemukan Arca Dwarapala yang jadi simbol penjaga istana kerajaan.
Pusat kerajaan yang kedua, terletak di timur jalan Malang-Surabaya.
Kesimpulan ini didapat setelah ditemukannya Arca Dwarapala yang fisiknya masih ada hingga sekarang.
Istana kerajaan sendiri, diperkirakan ada di Dusun Kadipaten, Candirenggo.
Di area itu banyak ditemukan peninggalan-peninggalan kerajaan, hunian kuno, hingga 4 buah candi kecil.
Menurut Prasasti Kadudu, diketahui bahwa ibukota Kerajaan Singasari pada tahun 1222 Masehi terletak di Kutaraja.
Silsilah Raja
Silsilah Kerajaan Singasari atau Tumapel mempunyai dua versi, yakni versi Negarakertagama dan versi Pararaton.
Menurut Kitab Negarakertagama, Kerajaan Singasari didirikan oleh Rangga Rajasa Sang Girinathaputra.
Berikut adalah silsilah raja Kerajaan Kediri berdasarkan Kitab Negarakartagama.
- Rangga Rajasa Sang Girinathaputra (1222-1227 M)
- Anusapati (1227-1248 M)
- Wisnuwardhana (1248-1254 M)
- Kertanegara (1254-1292 M)
Sementara, berdasarkan Prasasti Kadudu yang memuat silsilah versi Pararaton, menyebutkan kalau Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok.
Berikut merupakan silsilah raja Kerajaan Kediri menurut informasi dari Kitab Pararaton.
- Ken Arok (1222-1227 M)
- Anusapati (1227-1248 M)
- Tohjaya (1248 M)
- Ranggawuni (1248-1268 M)
- Kertanagara (1268-1292 M)
Sejarah pemerintahan era kepemimpinan Rangga Rajasa Sang Girinathaputra tak banyak diketahui.
Berikut adalah sejarah raja-raja yang lainnya.
1. Ken Arok (1222-1227 M)
Ken Arok berkuasa di Kerajaan Singasari selama 5 tahun, di mana saat itu ia jadi akuwu Tumapel.
Ken Arok naik tahta setelah berhasil membunuh Tunggul Ametung.
Selama menjadi raja, ia bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwahbumi.
Ia juga mempunyai andil besar dalam mengumpulkan para Brahmana yang awalnya sempat menolak bergabung ke Singasari.
2. Anusapati (1227-1248 M)
Anusapati naik tahta setelah berhasil membunuh Ken Arok.
Ia memimpin Kerajaan Singasari selama 21 tahun, menjadi yang terlama di antara raja yang lain.
Meskipun terbilang cukup lama, ternyata selama masa pemerintahannya jarang ada perkembangan.
Sebab, ia lebih suka menyabung ayam yang merupakan hobi lamanya.
Tohjoyo, putra Ken Arok dengan Ken Umang, diam-diam tahu otak di balik tewasnya sang ayah.
Mulai dari situ, ia mengembangkan strategi untuk membalas dendam kepada Anusapati.
Prabu Anusapati pun kemudian diundang adu ayam di kediamannya, di Gedong Jiwa.
Tanpa rasa curigra, Anusapati datang dan menikmati kegiatan menyabung ayamnya.
Dalam kesempatan itu, Tohjoyo mengambil keris yang dibuat Mpu Gandring, lalu menusuk Anusapati hingga tewas.
3. Tohjoyo (1248 M)
Lagi-lagi, perebutan kekuasaan di Kerajaan Singasari diwarnai peristiwa bunuh-membunuh.
Kekuasaan Tohjoyo yang tak berlagsung lama, disebabkan pembunuhan yang dilakukan Ranggawuni, yang tak lain adalah putra Anusapati.
Upaya balas dendam ini, dibantu oleh banyak pengikut Ranggawuni, termasuk juga Mahesa Cempaka.
Mencium gerak-gerik yang tak beres ini, Tohjoyo mengirim bala tentara untuk menangkap Mahesa Cempaka dan Ranggawuni.
Namun, pergerakan ini diketahui Ranggawuni dan Mahesa Cempaka terlebih dahulu.
Sebelum pasukan Tohjoyo datang, keduanya buru-buru menyerang ke arah istana, hingga menyebabkan Tohjoyo terlukan parah kemudian meninggal dunia.
4. Ranggawuni (1248-1268 M)
Tewasnya Tohjoyo membuat Ranggawuni naik tahta.
Selama berkuasa, ia diberi gelar Sri Jaya Wisnuwardhana, dengan dibantu oleh Mahesa Cempaka.
Mahesa Cempaka sendiri, bergelar Narasinghamurti dan berkedudukan sebagai Ratu Angabhaya di dalam kerajaan.
Namun, berdasarkan informasi dari Kitab Nagarakartagama dan Kitab Pararaton, kedua nama ini menjalankan tugas pemerintahan secara bersamaan.
Hal ini bisa dibaca sebagai usaha untuk merekonsiliasi antar kedua kelompok, di mana Ranggawuni adalah cucu Tunggul Ametung, sementara Mahesa Cempaka merupakan cucu Ken Arok.
Seperti disebutkan sebelumnya, antara Ken Arok dan Tunggul Ametung menyimpan sejarah yang tidak mengenakkan yakni Tunggul Ametung tewas terbunuh di tangan Ken Arok.
Selama masa pemerintahan ini, Ranggawuni berhasil membangun kemakmuran dan ketentraman bagi warga Singasari.
Dan sebagai persiapan pewaris tahta kerajaan, Ranggawuni menunjuk anaknya, Kertanegara, yang diangkat sebagai raja muda pada tahun 1254 Masehi.
5. Kertanegara (1268-1292 M)
Masa kepemimpinan Prabu Kertanegara adalah puncak kejayaan untuk Kerajaan Singasari.
Raja terkahir dari Kerajaan Singasari ini memang dikenal punya cita-cita mempersatukan seluruh nusantara.
Ketika berkuasa, Prabu Kertanegara sendiri diberi gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertarajasa.
Dalam menjalankan roda pemerintahan, Kertanegara dibantu oleh 3 oang menteri, yakni Mahamentriihino, Mahamentriisirikan, dan Mahamentriihalu.
Selama masa kepemimpinannya, banyak dilakukan perluasan wilayah, khususnya ke luar Pulau Jawa.
Sayang, masa keemasan ini harus berakhir ketika Jayakatwang, yang merpukan besan Raja Kertanegara sendiri, datang memberontak.
Kehidupan di Kerajaan Singasari
1. Kehidupan Politik
Sektor politik Kerajaan Singasari dapat dipelajari berdasarkan kebijakannya, baik dari strategi politik dalam negeri maupun strategi politik luar negerinya.
Pada era kepemimpinan Prabu Kertanegara, Kerajaan Singasari sudah mempraktikkan perkawinan politik demi menjaga stabilitas negara.
Contohnya adalah dengan mengangkat Ardharaja sebagai menantu, yang tak lain adalah putra dari Jayakatwang, Raja Kediri.
Selain itu, ia juga mengangkat Raden Wijaya sebagai menantu juga, yang merupakan cucu dari Mahesa Cempaka.
Pada masa itu, Kertanegara begitu fokus memperkuat pasukan perangnya, baik dari sisi angkatan darat maupun angkatan laut.
Hal ini tak lepas dari visinya yang ingin menyatukan seluruh wilayah nusantara di bawah panji Kerajaan Singasari.
Selain itu, hal ini juga penting demi menjaga keamanan serta ketertiban dalam negeri.
Upaya ini memang bukan omong kosong, sebab ia dengan serius mengirim pasukan yang dinamakan Ekspedisi Pamalayu, untuk menaklukkan Kerajaan Melayu pada tahun 1275 Masehi.
Hal ini bisa terlacak berkat ditemukannya Patung Amogaspasa di Dharmasyara, yang merupakan pusat kota Kerajaan Melayu.
Tak hanya itu, kertanegara pun juga mampu menaklukkan beberapa wilayah lain, seperti Sunda, Bali, Pahang, Bakulapura (Kalimanatan Barat), serta Gurun (Maluku).
Untuk menambah kekuatan, ia juga bersahabat baik dengan negeri Champa, dengan tujuan untuk membendung serangan Mongol yang dipimpin oleh Kubilai Khan.
Hal ini tak lepas dari tuntutan Kubilai Khan yang memerintahkan supaya kerajaan-kerajaan di Indonesia tunduk pada kekuasaannya.
Dengan keras, Kertanegara menolak perintah itu dengan melukai wajah utusan Mongol yang bernama Mengki.
Tindakan ini sontak membuat Kubilai Khan naik pitam dan langsung mengirim pasukan besar untuk menyerang Singasari.
Kertanegara pun tak tinggal diam, dengan mengirim pasukan yang jauh lebih besar demi membendung pasukan Mongol ini.
Ternyata kesempatan ini dimanfaatkan oleh Jayakatwang untuk memberontak, sebab jantung pertahanan istana sedang kosong.
Serangan dilakukan dari dua arah, yakni dari utara yang diisi pasukan pemancing, serta dari selatan yang diisi pasukan inti.
Pasukan dari selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang.
Mereka menemukan Kertanegara dan para pejabat istana sedang pesta pora.
Kertanegara dan para pembesarnya pun tewas di tangan Jayakatwang.
Ardharaja lalu berbalik memihak ayahandanya, yakni Jayakatwang.
Sementara, Raden Wijaya melarikan diri ke Madura untuk berlindung di bawah batuan Aria Wiraraja.
2. Kehidupan Ekonomi
Hingga saat ini, tidak banyak temuan sejarah yang mampu menjelaskan roda ekonomi Kerajaan Singsari.
Tapi, menurut analisa para sejarawan, besar kemungkinan jika rakyat Singasari banyak yang menggantungkan kelangsungan hidupnya lewat sektor pertanian dan perdagangan.
Hal ini bisa dilacak dari posisi Kerajaan Singasari yang berada di Lembah Sungai Brantas.
Analisa tersebut didukung beberapa fakta, bahwa Prabu Kertanegara banyak melakukan perluasan wilayah ke area jalur lalu lintas perdagangan di Selat Malaka.
Fakta-fakta ini besar kemungkinan dilakukan untuk menarik minat para pedagang luar negeri supaya melakukan perdagangan di wilayah Kerajaan Singasari.
3. Kehidupan Agama
Di era kepemimpinan Prabu Kertanegara terjadi percampuran kepercayaan antara agama Hindu dan Buddha, sehingga melahirkan agama Siwa Budha.
Dari agama tersebut, kemudian berkembang aliran Tantrayana, yang merupakan aliran yang dianut Raja Kertanegara.
Apabila diadakan upacara agama, dilakukan dengan cara pestapora hingga mabuk, sebab cara ini dipercaya bisa membantu mencapai titik kesempurnaan.
Pimpinan agama ini dinamakan Dharma Dyaksa.
Prabu Kertanegara sendiri, menyebut dirinya sebagai Cangkandara, yang berarti pimpinan semua agama.
4. Kehidupan Budaya
Kebudayaan yang berkembang di tengah masyarakat Kerajaan Singasari dapat dilacak dari patung dan candi yang ditinggalkan.
Adapun candi-candi tersebut antara lain adalah Candi Singasari, Candi Jago, dan Candi Kidal.
Untuk patung atau arca, antara lain terdapat patung Ken Dedes dan patung Kertanegara.
Patung Ken Dedes ditemukan di lokasi yang tak jauh dari Surabaya, yang dianggap sebagai perwujudan Prajnyaparamita yang melambangkan kesempurnaan ilmu.
Sementara, patung Kertanegara di temukan dalam dua versi, yakni dalam bentuk patung Joko Dolog dan patung Amoghapasa.
Patung Joko Dolog ada di dekat Surabaya.
Sementara, wujud Patung Amoghapasa adalah patung yang dikirim menuju Dharmasraya setelah terjadi penaklukan.
Kedua patung ini menyiratkan informasi bahwa Prabu Kertanegara adalah seorang yang memeluk Agama Budhha dari aliran Tantrayana.
Masa Kejayaan
Prabu Kertajaya merupakan raja terakhir dan terbesar dalam sejarah Kerajaan Singasari.
Ia memerintah kerajaan, dari tahun 1268 Masehi hingga 1292 Masehi.
Ia merupakan raja pertama yang memperluas kekuasaan ke daerah luar Pulau Jawa.
Seperti yang tertulis di Kitab Negarakertagama, di saat puncak keemasan ini, Kerajaan Singasari berhasil menaklukkan berbagai wilayah di Pahang, Gurun, serta Bakulapura.
Berbagai wilayah Sumatra, Bali, Kalimantan, hingga daerah Indonesia Timur tak luput dari serangannya.
Sumber prasasti lain yang berasal dari tahun 1292 Masehi juga menyebutkan, Singasari juga berhasil menaklukkan berbagai pulau kecil di nusantara.
Nah, era kejayaan ini tak lepas dari keputusan Raja Kertanegara untuk enggan tunduk terhadap Kekaisaran Mongol yang dipimpin Kubilai Khan.
Sebab pada tahun 1280-1281 Masehi, pasukan Kubilai Khan datang ke Jawa dan menyuruh kerajaan di Jawa tunduk pada kekuasaannya.
Ekspansi Kerajaan Singasari ke luar Jawa dimulai pada tahun 1275 Masehi, saat Prabu Kertajaya mengirim bala tentara Ekspedisi Melayu untuk memperluas wilayah ke wilayah Sumatra.
Kesuksesan penaklukkan ini terpahat di arca Amoghapasa yang menyiratkan hubungan dekat antara Kerajaan Singasari dan Kerajaan Dharmasraya di Sumatra.
Kedua kerajaan ini sepakat menolak masuknya bangsa Mongol ke wilayah bumi nusantara.
Ia juga menggagas perlawanan terhadap Dinasti Yuan yang berada di Cina.
Raja-raja di luar Jawa diajak pula untuk bersatu menolak kehadiran Kubilai Khan ini.
Sampai ia akhirnya dapat menjalin hubungan internasional sampai ke Kamboja
Ia juga bersedia menyediakan tempat di wilayah kekuasaannya dalam melindungi kerajaan-kerajaan lain yang diserang oleh Bangsa Mongol.
Penyebab Keruntuhan
Runtuhnya kejayaan Kerajaan Singasari disebabkan oleh keroposnya jantung pertahanan kerajaan.
Ini tak lepas dari keputusan Prabu Kertanegara untuk fokus menguatkan pertahanan di luar kerajaan dengan mengirim bala tentara dalam jumlah besar pada Ekspedisi Pamalayu.
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Jayakatwang, yang merupakan besan Raja Kertanegara sendiri, untuk melancarkan serangan pemberontakan.
Dalam sebuah kesempatan, ia berhasil membunuh Prabu Kertanegara dan jatuhlah tahta kerajaan dalam genggamannya.
Meski demikian, Raden Wijaya, yang merupakan menantu Kertanegara, berhasil meloloskan diri ke Madura di saat situasi kerajaan sedang berkecamuk.
Di Madura, Raden Wijaya dilindungi oleh seorang bupati yang bernama Arya Wiraraja.
Ternyata, dendam Raden Wijaya kepada Jayakatwang tak habis begitu saja.
Lalu, ia bergabung dengan bala tentara Mongol yang diperintahkan Kubilai Khan untuk menyerbu Singasari.
Kubilai Khan yang tak tahu jelas asal-usul Raden Wijaya, mengiyakan saja kehadirannya.
Saat itu, Kubilai Khan juga belum tahu kalau Prabu Kertanegara telah tewas dibunuh oleh Jayakatwang.
Akibat serangan ini, Jayakatwang berhasil dibunuh.
Kemenangan ini ternyata membuat pasukan Kubilai Khan terlalu larut dalam kesenangan, hingga lupa siapa sosok di balik Raden Wijaya.
Akhirnya, Raden Wijaya pun tanpa terduga melakukan serangan balik kepada pasukan Mongol dan berhasil mengusir mereka dari tanah Jawa.
Setelah kejadian ini, riwayat Kerajaan Singasari sudah usai.
Sebab, Raden Wijaya lebih memilih mendirikan kerajaan Kerajaan Majapahit.
Sumber Sejarah
Dalam melakukan penelitian terhadap sejarah Kerajaan Singasari, ada beberapa prasasti penting yang ditemukan.
Antara lain, sebagai berikut.
1. Prasasti Mula Malurung
Benda bersejarah ini merupakan piagam penghargaan yang diberikan untuk Desa Malurung dan Desa Mula.
Fisiknya berupa lempengan dari tembaga, yang dibuat pada masa pemerintahan Kertanegara.
Sejak tahun 1975, sudah ada 10 lempengan yang ditemukan di daerah Kediri, Jawa Timur yang isinya memiliki tema yang berbeda-beda.
Ada beberapa lempengan yang bisa dibaca di Kitab Negarakertagama.
Namun, untuk lempeng 2-4-6 belum ditemukan lagi keberadaannya di mana.
Berikut adalah isi lempengan yang bisa dibaca, sesuai Kitab Negarakertagama.
- Lempeng ke-1 : berisi perintah Prabu Kertanegara untuk membuat prasasti yang dianugerahkan kepada Bharata Seminingrat dan Parameswara ebagai penguasa Jawa.
- Lempeng ke-3 : berisi tentang kesetiaan Pranaraja kepada raja-raja sebelumnya. Prabu Kertanegara disebut sebagai putra Seminingrat dan Waning Hyun, yang merupakan putri dari Parameswara. Lalu Parameswara digantikan oleh Guningbhaya, kemudian Tohjaya. Setelah Tohjaya wafat, Seminingrat mempersatukan kembali Tumapel yang sempat mendapat serangan pemberontak yang dipimpin oleh Ken Arok.
- Lempeng ke-5 : berisi tentang pengabidan Pranaraja kepada Seminingrat, selain juga ada puji-pujian yang ditujukan kepada Seminingrat.
- Lempeng ke-7 : berisi daftar nama-nama raja yang dilantik oleh Seminingrat. Selain itu, disebutkan juga terjadi pemberontakan yang dipimpin Jayakatwang terhadap pemerintahan Kertanegara di Gelang-gelang.
- Lempeng ke-8 : berisi ucapan terima kasih untuk abdi-abdi di bawah pimpinan Ramapti untuk anugerah yang dipersembahkan oleh raja.
- Lempeng ke-9 : berisi anugerah bagi Pranaraja di desa Manurung dan Mula. Di sini disebutkan pula jika Seminingrat merupakan cucu pendiri Kerajaan Singasari, Bhatara Siwa.
- Lempeng ke-10 : berisi instruksi Seminingrat lewat Ramapati, supaya Kertanegara memberikan anugerah kepada Pranaraja.
2. Prasasti Singasari
Prasasti yang berasal dari tahun 1351 Masehi ini ditemukan di Kecamatan Singosari, Malang, Jawa Timur.
Saat ini, benda bersejarah yang ditulis dengan aksara Jawa ini disimpan di Museum Gajah.
Prasasti ini dibuat sebagai penanda pembangunan Caitya atau pemakaman, yang dibangun Mahapatih Gajah Mada.
Bagian awal prasasti ini, mencantumkan tanggal detail, termasuk juga pemaparan lokasi benda-benda angkasa juga ada di bagian ini.
Lalu, bagian kedua berisi pemaparan tentang pembangunan Caitya, yang jadi mahakarya pada jaman tersebut.
3. Prasasti Wurare
Prasasti ini berisi peringatan pengesahan Patung Mahaksobhaya di wilayah yang dinamakan Wurare, sehingga situs ini dinamakan Prasasti Wurare.
Prasasti ini dibuat dengan Bahasa Sanskerta, dan tertanggal tahun 1211 Saka, bertepatan dengan 21 November 1289 Masehi.
Patung Mahaksobhaya sendiri dibuat sebagai tanda penghormatan terhadap Raja Kertanegara, yang menurut keturunannya dipercaya sudah mencapai level Jina atau Budha besar.
Pada bagian bawah patung, terdapat alas berbentuk melingkar, yang di bagian sisinya banyak terdapat tulisan.
Tulisan-tulisan tersebut adalah 19 puisi, yang beberapa bagiannya bercerita tentang keberadaan Arya Bharad.
Ia adalah seorang pendeta suci, yang punya kemampuan membagi tanah Jawa menjadi 2 kerajaan lewat air ajaib dalam kendinya, yakni Kerajaan Panjalu dan Kerajaan Jenggala yang legendaris.
Hal ini dilakukan demi menghindari perang di internal keluarga yang disebabkan dua pangeran yang berebut tahta.
4. Prasasti Majusri
Prasasti ini merupakan salah satu situs sejarah Kerajaan Singasari yang berbentuk pahatan manuskrip kuno.
Pahatan ini ada di bagian belakang Arca Manjusri, yang dibuat dengan huruf aksara Jawa Kuno dan Bahasa Sanskerta.
Awal mulanya, prasasti yang tertanggal 1343 ini ditemukan di reruntuhan Candi Jago, dan kini disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Secara umum, Prasasti Majusri berisi penghormatan untuk keluarga kerajaan.
Fisiknya dibuat dari 2 bagian, yakni Bodhisattva yang berada di bagian atas, yang memuat 3 baris tulisan.
Lalu, bagian kedua ada di bagian belakang patung, yang diukir dengan 7 baris tulisan.
5. Prasasti Kudadu
Prasasti yang bertanggal 1293 Masehi ini, mencatat serangan balas dendam Raden Wijaya kepada Jayakatwang, yang telah membunuh Prabu Kertanegara.
Dalam pahatan prasasti ini tertulis, jika Raden Wijaya bergabung dengan pasukan Mongol untuk menyerang Kediri.
Dari kemenangan itulah, kemudian Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit di Desa Tarik, di kaki Gunung Penanggungan.
Semula, Desa Tarik ini sendiri merupakan hutan yang digunakan Jayakatwang untuk berburu hewan dan kemudian disulap Raden Wijaya jadi Kota Trowulan, pusat kota Kerajaan Majapahit.
6. Prasasti Amoghapasa
Prasasti ini terletak di sisi belakang Arca Amoghapasa, yang diberikan Kertanegara kepada raja Kerajaan Melayu di Dharmasraya.
Meski diberikan pada tahun 1208 Saka, bertepatan dengan tahun 1286 Masehi, Adityawarman menambahkan pahatan di bagian belakang arca pada tahun 1347 Masehi.
Pahatan tersebut menyebutkan bahwa Patung Amoghapasa adalah perlambangan dari dirinya.
Kini, arca dan prasasti ini dismpan di Museum Nasional Jakarta.
Peninggalan
1. Candi Singasari
Candi ini terletak di Kecamatan Singasari, Malang.
Dulunya, situs sejarah ini terletak di lembah antara Gunung Arjuna dan Pegunungan Tengger.
Menurut informasi dari Prasasti Gajah Mada, bagian depan dari halaman candi ini difungsikan sebagai tempat pendharmaan untuk Raja Kertanegara.
2. Candi Sumberawan
Candi yang lokasinya 6 km saja dari Candi Singasari ini merupakan tempat ibadah umat Budha.
Menurut penelitian, bangunan candi ini dibuat di abad ke-14 Masehi, dengan telaga bening yang mengalir di kompleknya.
Karena memiliki pemandangan yang bagus, area ini sekarang difungsikan sebagai obyek wisata.
3. Candi Jago
Candi peninggalan Kerajaan Singasari ini terletak di Tumpang, Malang, Jawa Timur.
Bangunannya dibuat dari tumpukan batu andesit, dengan bentul teras punden berundak.
Uniknya, bagian atas candi ini tampak terpenggal, karena menurut legenda terkena sambaran petir.
4. Candi Jawi
Lokasi peninggalan sejarah Kerajaan Singasari ini ada di Desa Candi Wates, Prigen, Pasuruan, Jawa Timur.
Istimewanya, di lokasi inilah disimpan abu jenazah para raja Singasari, termasuk raja terakhirnya, Kertanegara.
Karena itulah, banyak yang mengatakan kalau candi ini dipakai untuk tempat pemujaan.
Beberapa bagian dinding candi dilengkapi dengan relief-relief, walaupun sebagian sudah tidak bisa terbaca lagi.
5. Candi Kidal
Warisan budaya dari Kerajaan Singasari ini, dibuat untuk menghormati Anusapati, yang memerintah selama 20 tahun.
Candi ini bercerita tentang kisah Garudeya, yakni sebuah mitologi Hindu yang memiliki pesan moral dalam pembebasan budak.
Untuk menyegarkan kembali kondisi candi ini pasca penemuan, dilakukanlah pemugaran candi yang kental akan adat budaya Jawa Timur ini pada tahun 1990.
6. Arca Dwarapala
Arca Dwarapala merupakan patung yang ditugaskan sebagai penjaga gerbang menurut ajaran Siwa.
Sementara, dalam kepercayaan Buddha, patung ini merupakan Buddha dalam bentuk manusia yang tampak seperti monster.
Patung ini terdapat 2 buah, yang terletak di Desa Candi Renggo, Kabupaten Malang.
7. Arca Amoghapasa
Arca ini merupakan patung batu dari Paduka Amoghapasa.
Sebagai perwujudan Lokeswara, seperti yang disebut pada Prasasti Padang Rocco, patung ini diberikan Kertanegara kepada Tribhuwanaraja, raja Melayu di Dharmasraya.
Hadiah yang diberikan di tahun 1208 Saka, bertepatan dengan 1286 Masehi ini, juga memiliki prasasti di bagian belakangnya, yang disebut Prasasti Amoghapasa bertanggal 1346 Masehi.
8. Arca Ganesha
Dalam kepercayaan Hindu, ada istilah Anthropormosis, yakni penggambaran wujud manusia setengah binatang.
Salah satu wujud Anthropormosis ini adalah Ganesha, yang diilustrasikan wujud manusia dengan kepala gajah.
Wujud Ganesha ini digambarkan macam-macam, ada yang berdiri, duduk, atau kadang sedang menari.
Sebagai simbol dewa ilmu pengetahuan, Ganesha diilustrasikan menyerap otak, di mana otak adalah sumber akal manusia dan sumber dari ilmu pengetahuan.
9. Arca Prajnaparamita
Arca yang berbentuk perwujudan Bodhisattwadewi Prajnaparamita ini merupakan patung yang asalnya dari abad ke-13 Masehi, bertepatan di era keemasan Singasari.
Awal mulanya, patung ini ditemukan di area reruntuhan Cungkup Putri, yang lokasinya tak jauh dari Candi Singasari, Malang.
Menurut kepercayaan warga setempat, patung ini merupakan perwujudan Ken Dedes, yang merupakan ratu pertama Kerajaan Singasari.
Pendapat lain juga menyebutkan, bahwa arca ini merupakan perwujudan dari Dewi Gayatri, yang adalah istri raja pertama Majapahit, Kertarajasa.
Patung berbentuk dewi yang bersila di atas teratai ini ditemukan pada zaman penjajahan kolonial Belanda.
Karena itulah, peninggalan bersejarah ini awalnya sempat disimpan di Leiden, Belanda sebagai bagian koleksi Museum Rijksmuseum voor Volkenkunde.
Tapi, kini patung Prajnaparamita sudah dikembalikan ke Indonesia dan disimpan di Museum Nasional Indonesia.
10. Pemandian Suci
Penemuan peninggalan sejarah Kerajaan Singasari ini, ditemukan di Dusun Nanasan, Desa Ngawonggo, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang.
Bentuknya menyerupai petirtaan, yang oleh kalangan istana sering digunakan sebagai tempat pemandian suci.
Di dekat lokasi ini juga ditemukan sungai dan saluran irigasi yang berada di 4 titik berbeda.
Riwayat Ken Arok
Ken Arok adalah nama yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja dari sepak terjangnya sebelum dan sesudah mendirikan Kerajaan Singasari.
Berikut adalah sejarah kehidupan Ken Arok.
Kelahiran Ken Arok
Sejarah Kerajaan Singasari tak bisa dipisahkan dari nama Ken Arok.
Ia merupakan anak Ken Ndok, yakni seorang perempuan yang asalnya dari Desa Pangkur dan dipersunting oleh Resi Yogiswara.
Pernikahan Ken Ndok dan Resi Yogiswara nyatanya terjalin kurang bahagia, sebab selama menikah, Ken Ndok tidak pernah disentuh oleh suaminya.
Merasa tak diberi kebahagiaan batin, Ken Ndok pun mencoba mencari pelarian, hingga ia bertemu dengan Gajah Para.
Ia menganggap Gajah Para lebih cinta kepadanya daripada Resi Yogiswara.
Percintaan keduanya ternyata sampai membuahkan janin.
Tapi, Gajah Para ternyata tak siap dengan kehamilan Ken Ndok ini, sebab ia masih menjadi istri yang sah dari Resi Yogiswara.
Akhirnya, Gajah Para pun meninggakan sendirian Ken Ndok dalam kondisi hamil.
Keadaan ini tak mungkin dibawa pulang oleh Ken Ndok kepada suaminya, Resi Yogiswara, karena ia pun tak pernah disetuh olehnya.
Merasanya menyesal akan perbuatannya, Ken Ndok akhirnya memilih pergi membawa janin dalam kandungannya dan meninggalkan Resi Yogiswara.
Setelah persalinan, ternyata Ken Ndok juga tak mau merawat bayinya.
Lalu, bayi yang masih kecil itu ditinggalkan di area pemakaman hingga ditemukan oleh Ki Lembong.
Masa Kecil
Bayi mungil itu kemudian di rawat Ki Lembong dan diberi nama Temon.
Bersama orang tua angkatnya, Temon tumbuh menjadi anak yang gagah, kuat, dan berani.
Tapi, karena dasarnya Ki Lembong adalah seorang perampok, membuat Temon ikut menjadi perampok juga.
Lama-kelamaan, Ki Lembong mulai sadar bahwa Temon bisa saja jadi seorang yang baik jika tak bersamanya.
Temon kemudian dilepas oleh Ki Lembong supaya bisa memilih sendiri jalan hidupnya.
Awalnya, ia tak mau meninggalkan Ki Lembong, namun lambat laun ia juga sadar bahwa tak seharusnya ia terus merepotkan pengasuhnya itu.
Akhirnya, ia pun pergi tanpa arah dan tujuan yang jelas.
Sesampainya di Desa Wanua, ia bertemu Bango Samparan, yang terkenal sebagai ahli judi.
Temon lalu diangkat sebagai anaknya, dan diganti namanya jadi Ken Arok.
Masa Remaja
Ken Arok nyatanya tak terlalu lama tinggal bersama Bango Samparan.
Sebab, ia membuat cemburu 5 anak kandung Bango Samparan sendiri
Akhirnya, ia memutuskan untuk kembali berkelana.
Dalam perjalanannya, ia kemudian berjumpa dengan Tirta, yang merupakan anak kepala desa.
Dalam kesempatan itu, Ken Arok diajak untuk tinggal bersama di padepokan milik Ki Sahaja, kepala desa setempat.
Ki Sahaja pun meminta Ken Arok belajar degan baik di padepokan itu.
Tapi, bukannya belajar, Ken Arok malah makin lihai membuat kejahatan sampai mempunyai komplotan sendiri.
Masa Dewasa
Selama tinggal di padepokan, Ken Arok kemudian bertemu dengan Ken Umang, lalu menikahinya.
Setelah memperistri Ken Umang, ternyata Ken Arok makin beringas saja.
Semakin dewasa, ia bertemu dengan orang-orang baru, salah satunya Mpu Palot yang memiliki Padepokan Tantripala.
Di padepokan tersebut, lalu ia bertemu dengan Dan Hyang Lohgawe yang asalnya dari Jambudwipa.
Saat itu, Lohgawe berkata bahwa suatu saat Ken Arok akan menyatukan para Brahmana untuk menyerang Prabu Kertajaya.
Atas masukan dari Lohgawe, akhirnya Ken Arok bisa masuk ke Kerajaan Kediri dengan ikut begabung di Kerajaan Tumapel.
Saat itu, Tumapel sendiri dikuasai oleh Tunggul Ametung yang beristri Ken Dedes.
Ken Dedes merupakan wanita yang cantik jelita, hingga untuk memperolehnya pun harus melewati pertumpahan darah.
Hal itu jugalah yang kemudian menimpa Ken Arok, di mana ia harus membunuh Tunggul Ametung terlebih dahulu sebelum memperistri Ken Dedes.
Ambisi ini semakin memuncak saja tatkala Lohgawe berkata kepada Ken Arok, kalau dia bisa menjadi raja dengan menikahi Ken Dedes.
Tunggul Ametung dibunuh oleh Ken Arok dengan sebilah keris buatan Mpu Gandring yang waktu itu belum jadi betul.
Ia pun kemudian menjadi penguasa baru Tumapel setelah Tunggul Ametung tewas.
Menjadi Penguasa Tumapel/Singasari
Saat dinikahi Kena Arok, Ken Dedes juga sedang hamil 3 bulan dari hasil perkawinannya dengan Tunggul Ametung.
Seperti ramalan Lohgawe, masa kekuasaannya di Tumapel ternyata diwarnai bergabungnya kaum Brahmana dalam barisannya.
Ini tak lepas dari kepemimpinan Kerajaan Kediri yang mulai mengkebiri kelompok Brahmana.
Atas bantuan para Brahmana ini kemudian Tumapel berperang Melawan Kerajaan Kediri, di mana pada akhirnya Kerajaan Kediri tumbang dikalahkan oleh Tumapel.
Peristiwa itupun menjadi tonggak sejarah tersendiri, dimana riwayat Kerajaan Kediri berakhir dan berganti dengan bendera Kerajaan Singasari yang berkibar di bawah komandonya.
Tewasnya Ken Arok
Anusapati, yang merupakan anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung merasa ada sesuatu yang aneh dalam kesehariannya.
Sebab, ia merasa dperlakukan dengan cara berbeda dibandingkan dengan anak-anak Kena Arok yang lainnya.
Ken Dedes kemudian menceritakan bahwa ia bukanlah anak Ken Arok.
Mengetahui ayah kandungnya dibunuh oleh Ken Arok, emosi Anusapti memuncak.
Lewat sebilah keris Mpu Gandring yang dulunya dipakai untuk membunuh ayahnya, yakni Tunggul Ametung, Anusapati pun berbuat demikian ketika membunuh Ken Arok.
Nah, itu tadi sejarah lengkap Kerajaan Singasari, dari awal berdiri, hingga masa keruntuhannya.
Jika kamu ada pertanyaan seputar Kerajaan Singasari, jangan lupa tulis di kolom komentar di bawah, ya.
Like dan share juga, supaya teman-temanmu tahu bagaimana fakta keberlangsungan Kerajaan Singasari ini saat berkuasa di zaman kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia.