Kerajaan Salakanagara menurut naskah wangsakerta adalah kerajaan Sunda tertua di nusantara dan diperkirakan menjadi kerajaan paling awal di Indonesia. Menurut catatan sejarah, kerajaan ini juga dianggap sebagai leluhur dari suku Sunda karena peradaban masyarakat Sunda saat ini sama seperti kehidupan masyarakat Salakanagara pada masa itu. Tidak hanya itu saja, banyak bukti yang menunjukkan adanya kesamaan kosakata antara Salakanagara dan Sunda.
Untuk lebih jelasnya, dalam tulisan ini kami akan memberikan ringkasan sejarah Kerajaan Salakanagara lengkap beserta masa kepemimpinan, kehidupan masyarakat, peninggalan-peninggalan, dll. Mari simak!
Sejarah Kerajaan Salakanagara
Pendapat mengenai Kerajaan Salakanagara sebagai kerajaan tertua di Indonesia sebenarnya masih diperdebatkan di kalangan sejarawan. Banyak ahli sejarah yang mengatakan bahwa kerajaan Kutai adalah kerajaan pertama karena sudah muncul sejak abad ke-4. Namun jika ditelaah lebih jauh, ternyata Kerajaan Salakanagara sudah eksis sejak abad ke-2 yang artinya lebih awal jika dibandingkan Kerajaan Kutai martadipura di Kalimantan Timur.
Hanya saja, bukti sejarah yang menuliskan tentang kerajaan ini sangat minim sehingga sangat sulit dianggap sebagai kerajaan pertama di Indonesia. Asal usul Kerajaan Salakanagara didasarkan atas catatan perjalanan dari Cina yang menunjukkan jalinan kerjasama antara pedagang dengan dinasti Han pada abad ke 3 Masehi. Jauh sebelum itu, kerajaan diperkirakan berdiri pada abad ke-1 di Salakanagara oleh penguasa pertamanya adalah Aki Tirem.
Kerajaan pertama kali berdiri di kawasan Pandeglang (sekarang dikenal sebagai Banten), tepatnya di kawasan Teluk Lada. Menurut sejarawan, ibukota kerajaan berada di Kota Merak saat ini. Dalam bahasa Sansekerta, Salakanagara artinya adalah “Negara Perak”, pada saat itu masyarakat yang dikenal sebagai pembuat perak. Aki Tirem menjadi penguasa pertama kampung Teluk lada Pandeglang, Banten, dan menjadi mertua Dewawarman saat putrinya diperistri oleh duta dari pahlava tersebut.
Pernikahan putrinya itu ternyata membuat pasukan Dewawarman menikahi perempuan setempat agar tidak kembali ke kampung halamannya. Setelah Aki Tirem meninggal dunia, kekuasaan dipegang oleh Dewawarman dan pada tahun 130 masehi dirinya mendirikan kerajaan bernama Salakanagara yang beribukota di Rajatapura. Sehingga, Dewawarman dianggap sebagai raja pertama di Kerajaan Salakanagara yang bergelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara.
Kerajaan kecil yang ada di sekitarnya seperti kerajaan Agninusa di pulau Krakatau juga menjadi bagian kekuasaan Prabu Dewawarman. Pusat pemerintahan Kerajaan berada di Rajatapura hingga tahun 362 di bawah kepemimpinan raja-raja dewawarman 1 hingga ke 8. Berdasarkan catatan sejarah yang sah, Kerajaan Salakanagara didirikan pada tahun 130 sampai tahun 362 masehi, artinya kerajaan ini telah berdiri selama 232 tahun.
Sementara untuk raja dewawarman 1 berkuasa selama 38 tahun, lalu digantikan oleh anaknya yang bergelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra. Memasuki kepemimpinan Raja Dewawarman VIII, kekuasaan Salakanagara di bawah kekuasaan Tarumanegara. Namun pada saat itu justru keadaan ekonomi masyarakat sangat makmur dan kehidupan beragama nya juga sangat harmonis.
Letak dan Peta Wilayah
Lokasi Kerajaan Salakanagara berada di desa Cikoneng, Mandalawangi, Pandeglang, Banten. Peta wilayah pusat pemerintahan kerajaan ini bisa diperhatikan pada gambar berikut:
Ada beberapa versi sejarah yang menyatakan titik pusat pemerintahan kerajaan, yaitu Teluk Lada (Pandeglang, Banten), Gunung Salak di Bogor dan Condet di Jakarta. Rajatapura disebut-sebut sebagai kota tertua di Jawa karena pada masa Kerajaan Salakanagara dijadikan sebagai pusat ibukota. Pada masa itu, kota ini juga dijadikan sebagai pusat perdagangan hingga tahta ke-8 raja dewawarman, peta kekuasaannya hampir mencakup seluruh barat pulau Jawa.
Untuk versi wilayah kekuasaan yang berada di Condet Jakarta Timur, lokasi tepatnya sekitar 30 km dari pelabuhan Sunda Kelapa. Di daerah ini terdapat sungai yang bernama Sungai Tiram, konon katanya diambil dari nama Aki Tirem, penguasa daerah Pandeglang sebelum berdirinya Kerajaan Salakanagara. Sedangkan untuk versi wilayah kekuasaan di Gunung Salak Bogor, lokasi ini tidak dijelaskan secara detail pada catatan sejarah.
Sebenarnya memang masih banyak keraguan mengenai kebenaran pusat pemerintahan kerajaan Salakanagara yang benar berdasarkan versi yang mana. Apalagi sektor ekonomi menjadi simbol kejayaan Salakanagara, terbukti dari jalinan kerja sama antara pedagang dengan dinasti Han di Cina pada masa itu. Di Pandeglang sendiri juga tidak ada pelabuhan besar, sehingga beberapa versi sejarah ada yang diragukan kebenarannya.
Nama Raja-raja
Kerajaan Salakanagara menganut tradisi tahta kerajaan secara turun menurun kepada putra mahkota. Namun dalam silsilah raja-raja di Salakanagara pernah dipimpin oleh seorang ratu karena ada masalah keturunan. Untuk lebih jelasnya, ini silsilah raja raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Salakanagara, diantaranya sebagai berikut menurut periode kepemimpinannya:
1. Maharaja Dewawarman I (130 – 168)
Maharaja Dewawarman I adalah pemimpin pertama di Kerajaan Salakanagara pada periode 130 sampai 168. Sebelum menjadi seorang raja, dirinya adalah seorang utusan dari raja Maharaja palawa yang bertugas untuk mengunjungi kerajaan-kerajaan di Yawana, Ujung Mendini, Syangka, Bumi Sopala, Cina, dan Abasid (Mesopotamia). Dewawarman pertama mempunyai dua orang istri, istri yang pertama adalah putri dari Benggala dan istri yang kedua adalah putri dari Aki Tirem yang bernama Pohaci Larasati. Setelah menjadi istri dari Dewawarman I, Pohaci Larasati bergelar Dewi Dwani Rahayu.
2. Maharaja Dewawarman III (195 – 238)
Sebelum memasuki periode masa kepemimpinan Maharaja Dewawarman III, sebenarnya Kerajaan Salakanagara pernah dipimpin oleh Dewawarman II bergelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra pada 168-195 M. Hanya saja tidak banyak catatan yang menjelaskan tentang kepemimpinan dewawarman kedua. Memasuki masa kepemimpinan Maharaja Dewawarman III periode 195 sampai 238, banyak bajak laut yang muncul kembali setelah ditumpas oleh ayahnya.
Dewawarman III berhasil mengusir kembali bajak laut Cina melalui pertempuran. Selain itu, raja kedua ini juga mengadakan hubungan diplomatik dengan kerajaan di India dan Cina untuk urusan politik kerajaan. Diketahui, Dewawarman III tidak mempunyai garis keturunan dari Aki Tirem sehingga ketika dia turun tahta maka digantikan oleh Darma Satyanagara. Darma Satyanagara adalah menantu Dewawarman II, seorang raja dari daerah ujung kulon.
3. Maharaja Dewawarman IV (238 – 251)
Drama Satyanagara awalnya adalah raja dari kerajaan ujung kulon sebagai bawahan Salakanagara pada masa itu. Setelah menikahi putri sulung Dewawarman kedua, ia dinobatkan sebagai penerus tahta Kerajaan Salakanagara dan mendapatkan gelar Maharaja Dewawarman IV untuk periode kepemimpinan 238-251. Pernikahannya dengan Tirta Lengkara, melahirkan seorang putri bernama Mahisa Saramhardini Warmandewi.
4. Maharaja Dewawarman V (251 – 276)
Tidak adanya putra mahkota seorang laki-laki sehingga ketika Dewawarman IV turun tahta, menyebabkan masalah internal di kerajaan. Karena tradisi di kerajaan mengharuskan raja dari seorang putra mahkota laki-laki, tidak bisa perempuan. Sehingga untuk mengatasi keadaan tersebut, Darmasatyajaya sebagai suami Mahisa Saramhardini Warmandewi dinobatkan sebagai raja dan mendapatkan gelar Dewawarman V.
Pada saat itu, ia tidak hanya mendapatkan tugas sebagai seorang raja, tapi juga sebagai Senapati Sarwajala atau Panglima Angkatan Laut Salakanagara. Dewawarman V gugur saat perang menghadapi bajak laut ketika menjalankan tugasnya sebagai panglima Angkatan Laut.
5. Mahisa Suramardini Warmamdewi (276 – 289)
Melihat kondisi kekosongan tahta kerajaan karena gugurnya Dewawarman V, Mahisa Suramardini Warmamdewi menggantikan suaminya sembari menunggu putra sulungnya tumbuh dewasa. Dengan ini, Mahisa Suramardini Warmamdewi tercatat sebagai wanita pertama yang mendapatkan tahta kekuasaan tertinggi di kerajaan Barat Jawa. Ratu menguasai kerajaan mulai tahun 276-289 sebelum digantikan putranya.
6. Maharaja Dewawarman VI (289 – 308)
Prabu Ganayanadewa Linggabumi adalah putra sulung pasangan Dewawarman V dan Mahisa Saramhardini Warmandewi yang dinobatkan sebagai raja Kerajaan Salakanagara ke-6. Beliau mendapatkan gelar Maharaja Dewawarman VI untuk periode kepemimpinan 289 sampai 308. Tidak banyak informasi sejarah yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat selama masa kepemimpinan raja ke-6 ini.
7. Maharaja Dewawarman VII (308 – 340)
Maharaja Dewawarman VII adalah putra sulung dari Dewawarman VI, beliau menggantikan tahta ayahnya dan mendapatkan gelar Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati. Dewawarman VII mempunyai hubungan kekerabatan dengan Kerajaan Bakulapura di Kutai Kalimantan karena kakak permaisurinya menikah dengan Atwangga (raja Bakulapura). Pernikahan raja dan kakak iparnya tersebut melahirkan seorang putra bernama Kudungga, yang pada catatan sejarah menjadi raja pertama kerajaan Kutai. Sementara pernikahan Dewawarman VII sendiri melahirkan putri sulung bernama Spatikarnawa Warmandewi.
8. Senopati Krodamaruta (340)
Setelah Dewawarman VII wafat, tahta Kerajaan Salakanagara jatuh di tangan Senopati Krodamaruta. Berdasarkan garis keturunan, Krodamaruta merupakan anak dari Gopala Jayangrana (putra keempat Dewawarman VI). Senopati Krodamaruta menguasai kerajaan hanya pada periode tahun 340 saja sebelum digantikan oleh Spartikarnawa Warmandewi.
9. Spartikarnawa Warmandewi (340 – 348)
Kerajaan Salakanagara kembali mengalami kekosongan kekuasaan sehingga Spartikarnawa Warmandewi mengambil ahli tahta meskipun ia belum menikah. Dirinya dikenal sebagai pemimpin yang cantik, bijaksana dan juga pintar. Menginjak kekuasaannya di tahun 346, para pengungsi dari Kerajaan Palawa datang ke ibukota Rajatapura. Karena pada saat itu kerajaan palawa diambil alih dan dikuasai oleh kerajaan Samudragupta.
Diantara para rombongan pengungsi tersebut ternyata ada Sri Gandari Lengkaradewi, yang merupakan Putri kelima dari Dewawarman VI. Spatikarnawa Warmandewi akhirnya dinikahi oleh saudara sepupunya sendiri, anak laki-laki dari Sri Gandari Lengkaradewi.
10. Maharaja Dewawarman VIII (348 – 362)
Salakanagara mencapai puncak kejayaannya ketika di bawah kekuasaan Maharaja Dewawarman VIII, suami dari Spatikarnawa Warmandewi. Sebelum menjadi raja di Kerajaan Salakanagara, beliau merupakan Panglima Angkatan Laut Kerajaan Pallawa. Lalu dia dinobatkan sebagai raja dan diberi gelar Prabu Darmawirya Dewawarman.
Kehidupan masyarakat Salakanagara makmur sentosa di bawah kekuasaannya, dari segi politik, ekonomi maupun keagamaan. Sebagian besar masyarakatnya sudah bekerja dan mampu menghasilkan uang, sehingga rakyatnya hidup dengan sejahtera. Mayoritas masyarakat Salakanagara pada saat itu memeluk agama Ganapati yang memuja Ganesha. Sementara sisanya memuja Wisnu, Siwa Wisnu, Siwa dan kepercayaan asli leluhur.
11. Maharaja Dewawarman IX (362-?)
Di bawah kekuasaan Maharaja Dewawarman IX, kehidupan penduduk Salakanagara mengalami penurunan yang sangat drastis, bertolak belakang dari kepemimpinan ayahnya. Salakanagara semakin terpuruk hingga diambil alih oleh kerajaan tarumanegara, bahkan menjadi wilayah kekuasaan dari kerajaan baru ini. Karena pada masa pemerintahan Maharaja Dewawarman IX, Salakanagara mengalami keruntuhan sehingga nama raja ini tidak tercatat dalam sejarah. Itu artinya, sejarah Kerajaan Salakanagara hanya dipimpin oleh Dewawarman I hingga VIII saja (150-362).
Kerajaan Bawahan Salakanagara
Selama kekuasaan Kerajaan Salakanagara, ada beberapa nama kerajaan kecil yang didirikan oleh orang-orang dari dinasti Dewawarman yang menjadi bawahan Salakanagara, diantaranya sebagai berikut:
a. Kerajaan Ujung Kulon
Kerajaan Ujung Kulon didirikan oleh Senapati Bahadura Harigana Jayasakti yang merupakan adik kandung dari raja Dewawarman I. Lokasi kerajaan ini berada di wilayah Ujung Kulon, saat ini ini kerajaan dipimpin oleh Darma Satyanagara yang menikah dengan Putri dari raja Dewawarman III. Darma Satyanagara kemudian menjadi raja ke-4 di Salakanagara. Setelah Tarumanegara tumbuh besar, Kerajaan Ujung Kulon diambil alih dan menjadi bawahan Kerajaan Tarumanegara. Para pasukan dari Kerajaan Ujung Kulon pun juga menjadi pembantu pasukan raja Tarumanegara keempat untuk memberontak Cakrawarman.
b. Kerajaan Tanjung Kidul
Salakanagara juga membawahi Kerajaan Tanjung kidul yang beribukota di Aghrabintapura, saat ini merupakan wilayah Cianjur Selatan. Kerajaan yang berdiri sejak abad ke-2 masehi ini didirikan oleh Prabu Sweta Limansakti yang diketahui merupakan adik dari Dewawarman I (Salakanagara). Tidak banyak informasi sejarah yang membahas tentang jejak kehidupan Kerajaan Tanjung kidul.
Masa Kejayaan
Kerajaan Salakanagara mengalami masa kejayaan pada masa kepemimpinan Dewawarman VIII. Selama periode kekuasaan Dewawarman VIII, masyarakat di Salakanagara hidup dengan makmur dan sentosa. Bukan hanya dari segi ekonominya saja, tapi juga kehidupan beragama dan sosial budayanya. Fyi, peradaban masyarakat Salakanagara pada saat itu memiliki kesamaan dengan peradaban suku Sunda saat ini.
Raja Dewawarman VIIIsendiri berkuasa mulai dari tahun 348 sampai 364. Di bawah kekuasaannya, banyak penduduk salakanagara yang sudah memeluk agama. Diketahui, masyarakatnya memeluk agama Wisnu, memuja Siwa, pemuja Ganesha dan ada juga yang memuja Wisnu-Siwa. Namun mayoritas masyarakatnya lebih memilih memeluk agama Ganesha atau ganapati. Selain itu, diceritakan juga bahwa penduduknya memiliki perekonomian yang maju dengan mata pencaharian sebagai pedagang, petani, pemburu dan nelayan.
Masa Keruntuhan dan Penyebabnya
Setelah berakhirnya kekuasaan raja Dewawarman VIII dan digantikan oleh putranya, Dewawarman IX, Salakanagara mengalami kemunduran yang sangat drastis. Keruntuhan Salakanagara dimulai sejak abad ke-4 Masehi, sesaat setelah kemunculan dan semakin berkembangnya kerajaan Tarumanegara. Padahal sebelumnya pada masa pemerintahan Dewawarman VIII berhasil mencapai puncak keemasannya.
Namun setelah diteruskan Dewawarman IX, kegiatan perekonomian di kerajaan ini justru semakin mengalami penurunan. Disisi lain, Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan baru yang tumbuh sangat pesat. Salakanagara semakin terpuruk hingga diambil alih oleh Kerajaan Tarumanegara, bahkan menjadi wilayah kekuasaan dari kerajaan baru ini.
Semenjak diambil alih oleh Tarumanegara, kehidupan masyarakat salah kan negara yang sebelumnya kurang makmur menjadi maju kembali. Meskipun hanya dapat bertahan selama dua abad saja, tapi banyak turunan penguasa Kerajaan Salakanagara yang saat ini menjadi raja-raja di kerajaan Nusantara lainnya seperti menjadi pemimpin Majapahit, Sriwijaya dan Pajajaran.
Peninggalan Kerajaan
Setelah membahas secara lengkap tentang kisah Kerajaan Salakanagara, kurang lengkap rasanya jika kita tidak mengulas peninggalan-peninggalan apa saja dari kerajaan ini. Ada beberapa peninggalan kerajaan Salakanagara yang hingga saat ini masih dilestarikan sebagai warisan sejarah Nusantara, diantaranya:
a. Menhir Cihunjuran
Menhir adalah situs peninggalan sejarah berupa batu yang berukuran besar, biasanya mirip seperti tugu dengan bentuk yang kurang beraturan. Salah satu peninggalan Kerajaan Salakanagara adalah menhir cihunjuran yang ditemukan sebanyak 3 buah. Masing-masing ditemukan di wilayah Desa Cikoneng, yang kedua di Kecamatan Mandalawangi lereng utara Gunung Pulosari dan yang ketiga ditemukan di kecamatan Saketi lereng gunung Pulosari.
Namun tidak ada informasi mengenai lokasi administratif dan presisi dimensi situs peninggalan sejarah tersebut. Menurut tradisi masyarakat setempat mengkaitkan antara batu tersebut sebagai pucuk umum dengan lokasi Maulana Hasanuddin menyabung ayam dengan Pucuk Umum.
b. Dolmen
Domen juga menjadi bukti keberadaan Salakanagara yang ditemukan di kampung batu ranjang, Cimanuk, Pandeglang. Ukuran dolmen yang ditemukan mempunyai lebar 110 cm dan panjang 250 cm berbentuk batu datar, oleh masyarakat setempat disebut Batu Ranjang. Pada saat ditemukan, batu ini terbuat dari jenis bebatuan andesit dengan hasil pengerjaan sangat halus dan permukaan rata.
Dolmen terdapat pahatan berbentuk pelipit melingkar yang ditopang 4 penyangga, masing-masing setinggi 35 cm. Uniknya, di bawah batu terdapat ruang kosong lengkap dengan pondasi dan batu kali untuk menjaga tiang penyangga tidak masuk ke dalam tanah.
c. Batu Magnit
Batu magnit peninggalan Salakanagara ditemukan di puncak gunung Pulosari Kecamatan Saketi, Pandeglang. Batu ini sangat unik karena ketika ada Kompas diletakkan di dekatnya maka jarum pada kompas akan selalu menunjuk ke batu tersebut meskipun ditempatkan dari berbagai arah mata angin.
d. Batu Dakon
Peninggalan Kerajaan Salakanagara lainnya adalah batu dakon yang ditemukan di daerah Mandalawangi, tepatnya berada di situs Cihunjuran. Keunikan dari batu ini karena memiliki lubang ditengahnya yang dapat difungsikan sebagai tempat meramu obat-obatan. Nama dakon sendiri diambil dari penamaan salah satu jenis permainan tradisional dari papan atau batu yang berlubang-lubang, namanya dakon, yang biasa dimainkan oleh anak-anak.
e. Air Terjun Curug Putri
Air Terjun Curug Putri diketahui juga menjadi bagian asal usul Salakanagara yang berada di daerah Gunung Pulosari Pandeglang. Berdasarkan cerita rakyat, dulunya kawasan air terjun ini digunakan sebagai tempat pemandian Ki Roncang Omas dan Nyai Putri Rincik Manik. Di sekitar lokasi jatuhnya air terjun ada berbagai macam batuan yang berbentuk persegi. Saat ini air terjun Curug Putri dijadikan sebagai satuan satuan a wisata air di daerah Pandeglang Banten.
f. Pemandian Prabu Angling Dharma
Di daerah Cihunjuran juga ditemukan pemandian yang diyakini sebagai pemandian Aki Tirem, atau dikenal Prabu Angling Dharma. Mitos yang beredar, banyak peninggalan pusaka Prabu Angling Darma yang terkubur di dalam kolam air pemandian. Sehingga tidak sedikit para wisatawan maupun penduduk setempat yang berusaha untuk menemukan pusaka pusaka tersebut, konon diyakini mempunyai kekuatan supranatural.
g. Situs Batu Peta
Di wilayah Banten Selatan juga ditemukan peninggalan berupa situs batu peta yang diyakini sebagai salah satu bukti keberadaan Kerajaan Salakanagara. Menariknya, hingga saat ini belum ada seorangpun yang dapat menerjemahkan isi peta peninggalan tersebut.
h. Patung Ganesha dan Patung Shiwa
Patung Ganesha dan patung Siwa menjadi lambang masyarakat yang beragama Hindu Siwa. Situs ini ditemukan di lereng Gunung Raksa, Pulau Panaitan sebagai salah satu bukti sejarah Kerajaan Salakanagara.
Akhir Kata
Nah, itulah sedikit ringkasan mengenai asal usul Kerajaan Salakanagara lengkap dengan bukti-bukti peninggalannya.Meskipun dalam catatan sejarah tidak dianggap sebagai kerajaan tertua di nusantara, tapi masih banyak ahli sejarawan yang berpendapat bahwa Salakanagara adalah kerajaan paling awal di Indonesia. Terlepas dari simpang siur tersebut, penjelasan di atas semoga bisa memberikan pengetahuan dan wawasan bagi pembaca mengenai sejarah Kerajaan Salakanagara.