Pada umumnya, kebanyakan orang menyebut nama Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu adalah Kerajaan Medang.
Melainkan Kerajaan Medang adalah kerajaan yang berdiri setelah Kerajaan Mataram Kuno runtuh pada awal abad ke-8.
Lazimnya penggunaan nama Kerajaan Medang hanya pada periode Jawa Timur.
Tapi menurut prasasti-prasasti peninggalan kerajaan ini, Kerajaan Medang pertama kali di dirikan di Jawa Tengah yang pendirinya adalah keturunan dari Kerajaan Mataram Kuno.
Sejarah Kerajaan Medang
Kerajaan ini berada di Pulau Jawa.
Kadang kerajaan ini disebut sebagai kerajaan lanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno.
Sebenarnya ibukota dari Kerajaan Mataram Kuno atau Mataram Hindu yaitu Medang Kamulan.
Nama kamulan merupakan perubahan dari suku kata “kamulyaan” atau “kemuliaan”.
Namun, para peneliti ada yang mengatakan bahwa Medang Kamulan adalah ibukota dari Kerajaan Jenggala atau Kerajaan Kediri.
Kerajaan Medang adalah kerajaan yang berdiri pada abad ke-8 dan didirikan oleh seorang awalnya pejabat istana yaitu Mpu Sindok.
Jabatan Mpu Sindok cukup penting karena mempunyai posisi tertinggi sesudah raja yang bergelar Rakryan Mapatih Hino atau Rakryan Mahamantri i Hi.
Keruntuhan Kerajan Mataram Kuno atau Mataram Hindu, memberi kesempatan untuk Mpu Sindok mendirikan Kerajaan Medang Kamulan dan membentuk Dinasti Isyana atau Wangsa Isyana.
Dinasti ini sering dikatakan dinasti ketiga dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno, setelah Mpu Sindok mendirikan istana baru di Tamwlang pada tahun 929 M.
Dalam prasasti peninggalan Mpu Sindok menjelaskan dengan tegas kelanjutan kerajaannya dari Kadatwan Rahyangta i Medang i Bhumi Mataram.
Penguasa Mataram Kuno yang sebelumnya adalah Dyah Wawa bergelar Medang i Bhumi Mataram.
Raja terakhir Kerajaan Mataram yaitu Dyah Wawa dulunya juga seorang yang menjabat pegawai pengadilan atau Sang Pamgat Momahumah yang melakukan kudeta.
Kerajaan Medang yang awalnya berdiri di Jawa Tengah, tepat setelah Dyah Wawa turun tahtah, yang sekarang terletak di daerah Madiun.
Pemindahan kerajaan ke Jawa Timur abad ke-10, melibatkan banyak hal dan sangat diperhitungkan. Tapi yang jadi faktor utama yaitu faktor topografi.
Faktor tersebut karena meletusnya Gunung Merapi yang berada di Jawa Tengah.
Bencana besar ini tercatat dalam sejarah.
Musibah tersebut menghancurkan ibu kota Kerajaan Medang.
Penduduk menamai peristiwa besar tersebut yaitu “Pralaya” atau Kehancuran Dunia.
Tak hanya bencana letusan gunung, yang menjadi faktor pemindahannya.
Karena pembangunan candi yang terus dilakukan membuat sektor pertanian yang biasanya dikerjakan para pria menjadi lemah.
Akibatnya tenaga kaum pria habis digunakan untuk memahat candi,sawah pun tidak terurus.
Lokasi, Letak Geografis dan Peta Wilayah Kerajaan Medang
Seperti yang telah dijelaskan bahwa Kerajaan Medang yang pada awalnya berdiri di Jawa Tengah atau Mdanj i Bumi Mataram.
Namun, lokasi awalnya tidak diketahui dengan tepat, tapi diperkirakan berada di sekitar Yogyakarta dan Candi Prambanan.
Lalu berpindah ke Poh Pitu dan Mamrati.
Dan pada abad ke-10 berdasarkan ditemukannya beberapa prasasti, Kerajaan Medang pindah ke Jawa Timur dengan lokasi yang bermuara di Sungai Brantas.
Dengan ibukota bernama Watan Mas.
Ketika Mpu Sindok berkuasa, wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Malang sebelah selatan, Pasuruan sebelah timur, Nganjuk sebelah barat dan Surabaya sebelah utara.
Hebatnya Kerajaan Medang hampir menguasai wilayah Jawa Timur dan berhasil mempengaruhi daerah lain hingga Indonesia Timur.
Silsilah (raja-raja) Kerajaan Medang
Raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Medang di bawah Dinasti Isyana atau Wangsa Isyana yaitu sebagai berikut :
1. Mpu Sindok
Sebagai raja pertama Mpu Sindok memerintah selama 20 tahun dengan gelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isyana Wikrama Dharmatunggadewa.
Mpu Sindok dibantu oleh istrinya yaitu Sri Wardhani Pu Kbin putri dari Dyah Wawa raja terakhir Kerajaan Mataram Kuno.
Mpu Sindok merupakan keturunan Kerajaan Mataram Kuno dengan Dinasti Sanjaya di Jawa Tengah.
Berbagai usaha dilakukan Mpu Sindok sebagai raja pertama untuk memperluas daerah kekuasaannya dan memakmurkan kerajaannya.
Di antaranya yaitu membangun bendungan perairan dan waduk.
Namun, Mpu Sindok melarang warganya untuk memancing ikan di waduk tersebut agar dapat melestarikan sumber daya alam yang ada.
2. Raja Sri Isyana Tunggawijaya
Sri Isyana Tunggawijaya merupakan raja perempuan yang memerintah pada tahun 947 masehi di Kerajaan Medang.
Di masa pemerintahannya, Sri Isyana Tunggawijaya dibantu oleh suaminya yaitu Sri Lokapala.
Tidak terlalu banyak informasi mengenai masa pemerintahannya, namun berdasarkan temuan Prasasti Pucangan, putra mereka yang bernama Sri Makuthawangsawardhana melanjutkan tahta sebagai raja.
3. Sri Makutawangsawardhana
Raja Kerajaan Medang Kamulan berikutnya dibawah pemerintahan Sri Makutawangsawardhana sekitar sebelum tahun 990 masehi.
Makutawangsawardhana memiliki seorang putri bernama Mahendradatta.
Tidak banyak pula informasi mengenai masa pemerintahannya.
Beberapa sumber mengenai kehidupannya diketahui dari Prasasti Pucangan.
Teori dari para sejarawan mengatakan bahwa Makutawangsawardhana memiliki dua orang anak yaitu Mahendradatta dan seorang lagi bernama Dharmawangsa.
Hal ini diperkuat dengan temuan prasasti Sirah Keting yang menyebutkan bahwa Dharmawangsa adalah keluarga Wangsa Isyana.
Mahendradatta menjadi permaisyuri di Bali dan Dharmawangsa Teguh menggantikan posisi Makutawangsawardhana untuk menjadi raja Kerajaan Medang Kamulan.
4. Dharmawangsa Teguh
Prasasti Sirah Keting adalah prasasti yang menyatakan nama yang sebenarnya dari Prabu Dharmawangsa yaitu Wijayamreta Wardhana.
Dalam Bahasa Sansekerta arti nama Dharmawangsa yaitu “dharmavaṃśa” yang artinya “keturunan Dharma”.
Beliau jadi raja kedua di Kerajaan Medang menggantikan Mpu Sindok yang adalah kakek buyutnya.
Ayah Dharmawangsa bernama Makutawangsawardhana adalah cucu dari Mpu Sindok,yang mempunyai dua orang anak.
Yakni Mahendradatta dan Dharmawangsa.
Mahendradatta dikirim ke Pulau Bali untuk menikah dengan Udayana raja Bali.
Saat menjadi raja, Dharmawangsa bergelar Sri Maharaja Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa.
Dharmawangsa dikenal sebagai seorang figur raja yang tegas dan terkenal dengan pandangan politik yang tajam.
Selama pemerintahannya Dharmawangsa percaya dan bertekad menguasai bisa menguasai ekonomi seluruh Jawa Timur hingga Asia Tenggara.
Namun, beliau merasa terganggu dengan kuatnya ekonomi Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra.
Kedua kerajaan besar ini akhirnya bersaing ini menguasai ekonomi Asia Tenggara.
Alhasil kedua kerajaan pun mengirimkan utusannya ke Tiongkok yang saat itu berada dalam kekuasaan Dinasti Song.
Kerajaan Sriwijaya berangkat pada tahun 988, ketika hendak pulang mereka tertahan di pelabuhan Kanton karena negerinya diserang Kerajaan Medang.
Dan pada tahun 992 pasukan Kerajaan Sriwijaya kembali ingin pulang tapi masih terhenti di Campa, karena terjadi penyerangan di negerinya.
Utusan Kerajaan Medang akhirnya dikirim oleh Raja Dharmawangsa Teguh pada tahun 992, setelah ia naik takhta pada 991 M.
Pada tahun yang sama yakni 992 M Kerajaan Medang mampu menguasai Palembang, tapi mampu dikalahkan oleh pasukan Sriwijaya.
Prasasti Hujung Langit pada 997 M menyatakan ada serangan yang terjadi di Sumatra yang dilakukan Jawa.
Kematian tragis terjadi pada Dharmawangsa Teguh yang dikenal dengan peristiwa “Mahapralaya” atau “kematian besar”.
Saat itu ia sedang bergembira karena tengah melaksanakan pesta pernikahan putrinya dengan Airlangga pangeran dari Bali yang juga keturunan Mpu Sindok.
Tanpa sepengetahuannya terjadi penyerangan dari Wurawari dari Lwaram dengan dukungan dan bantuan Kerajaan Sriwijaya.
Konon Wurawari memiliki dendam pada Dharmawangsa karena lamarannya di sang raja.
5. Airlangga
Bergelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramatunggadewa.
Airlangga di angkat sebagai raja pada tahun 1019. Ia lahir pada tahun 990.
Sang Ayah bernama Udayana, raja Kerajaan Bedahulu, Bali.
Dan sang Ibu bernama Mahendradatta, seorang putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang.
Ibunya merupakan keturanan Mpu Sindok raja pertama Kerajaan Medang.
Besar dengan dua adiknya yaitu Marakata dan Anak Wungsu yang jadi raja Bali secara bergantian pada tahun 1011 M dan tahun 1022 M.
Beliau dinikahkan pada umur yang sangat belia 16 tahun, pada 1006.
Calon istri Raja Airlangga merupakan putri pamannya Raja Dharmawangsa Teguh bernama Galuh Sekar.
Ketika pesta pernikahan berlangsung di Watan ibu kota Kerajaan Medang, diserbu dan luluh lantakkan.
Penyerbuan di lakukan oleh Raja Wurawari yang berasal dari Lwaram.
Kerajaan Wuruwari dan Kerajaan Sriwija berkerja sama untuk menggulingkan Kerajaan Medang Kamulan.
Sayangnya, penyerbuan tersebut mengakibatkan semua keluarga besar Raja Dharmawangsa Teguh mati, termasuk putrinya Galuh Sekar.
Peristiwa yang membuat rakyat Kerajaan Medang Kamulan terpisah-pisah.
Untungnya Airlangga berhasil kabur bersama pengikutnya yang setia yakni Mpu Narotama.
Dalam pelarian selama berhari-hari mereka menuju pengunungan “Wanagiri” dan berteduh di sebuah gua.
Lebih dari tiga tahun Airlangga dan pengikutnya terpaksa bersembunyi.
Masa pertapaan pun mereka jalani dengan semampu mereka.
Bertahan hidup seadanya di hutan dan gunung pun harus dilakukan.
Rasa gelisah semakin mendera Airlangga ketika ada seorang utusan rakyat yang datang menghampirinya ke hutan.
Ia membawa pesan dari rakyat Kerajaan Medang yang masih setia padanya.
Mereka mengatakan keadaan kerajaan belum terjamin.
Orang-orang jahat berpesta-pora kegirangan menindas rakyat-rakyat yang lemah dan yang tidak memiliki kekuasaan apapun.
Dengan semangat yang membara dan bantuan dari pengikutnya serta nasib rakyat yang harus di sejaterahkan, Airlangga memutuskan untuk kembali merebut Kerajaan Medang.
Dan saat itu juga Airlangga dinobatkan sebagai raja.
Pekerjaannya memang tidaklah mudah menyatukan kembali kerajaan yang sempat hancur bukanlah perkara mudah.
Ada beberapa bupati-bupati yang membandel tidak ingin kembali menjadi satu kerjaraan.
Akhirnya setelah perjalanan, peperangan, pertumpahan darah sana-sani bupati yang membandel tunduk dan taat pada pemerintahan Raja Airlangga.
Kehidupan di Kerajaan Medang
Seluk-beluk kehidupan Kerajaan Medang dapat ditinjau dari beberapa aspek kehidupan masyarakatnya.
1. Kehidupan Politik Kerajaan Medang
Kerajaan Medang sistem pemerintahannya yaitu menurunkan tahtanya pada keturunan selanjutnya.
Hanya ada lima raja yang pernah berkuasa di kerajaan tersebut.
Tapi kelima raja tersebut mampu membuat kerajaan yang dibawahi menjadi besar dan makmur.
Mpu Sindok pendiri Kerajaan Medang yang berkuasa selama 20 tahun, mulai tahun 929 M – 949 M, terkenal dengan kebijakan dan ketertarikan beliau terhadap sastra.
Terbukti dari beberapa prasasti peninggalannya.
Raja Dharmawangsa 990 M – 1016 M ,raja yang dikenal dengan pandangan politiknya yang tajam.
Serta melakukan perubahan besar dalam sektor pertanian dan perdagangan.
Tapi dihalangi oleh Kerajaan Sriwijaya.
Setelah kematian Dharmawangsa, ia digantikan menantunya yang cukup lama berkuasa di bandingkan raja- raja sebelumnya.
Yakni Raja Airlangga yang berkuasa dari 1019 M – 1042 M.
Airlangga sangat memperhatikan kehidupan rakyatnya.
Ia membangun Waduk Waringin Sapta untuk pencegahan banjir dan membangun beberapa jalan untuk memudahkan akses bagi rakyatnya.
Airlangga juga berhasil menaklukkan kerajaan yang berada di sekitar wilayahnya.
Penaklukan tersebut dilakuakn secara berkala.
Mulai pada tahun 1029 M Arilangga dan pasukannya melanukkan Raja Bisaprabhawa.
Lalu pada tahun 1030 berhasil menduduki kerajaan yang di pimpin Raja Wijayawarman.
Setahun kemudian tepatnya 1031 mengalahkan Raja Adhamapanuda.
Dan pada 1035 M Arilangg berhasil membalaskan dendamnya pada Raja Wuwari yang pernah melakukan penyerangan di hari pernikahanya.
2. Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Medang
Mpu Sindok diketahui sedari muda tertarik dengan bidang sastra.
Ia pun menuliskan dan menyusun kitab Sanghyang Kamahayanikan (Kitab Suci Agama Buddha), sedang beliau sendiri beragama Hindu.
Raja Airlangga dikenal karena memiliki kepedulian yang tinggi terhadap rakyatnya.
Termasuk kepedulian nya terhadap karya sastra, yang bertujuan melindungi sastrawan , para pujangga dan para seniman.
Pada pemerintahannya, Mpu Kanwa menuliskan sastra Arjuna Wiwaha.
Ada juga seni wayang yang berkmabng dengan baik.
Cerita pewayangannya terkadang mengambil sastra Ramayana dan Mahabharata yang sudah dipengaruhi dengan budaya Jawa.
3. Kehidupan Agama Kerajaan Medang
Latar belakang Mpu Sindok yang masih keturunan Sanjaya, yang dimana buyutnya beragama Hindu Siwa.
Jadinya Mpu Sindok menganut agama Hindu dengan aliran Siwa.
Maka Kerajaan Medang yang dipimpin Mpu Sindok beragama Hindu Siwa.
Dan saat pemerintahan Raja Airlangga, Kerajaan Medang diketahui beragama Hindu Waisnawa.
Hal ini berdasarkan dari penemuan arca Wisnu yang menaiki garuda.
Diakhir pemerintahannya Airlangga mengundurkan diri, tapi sebelumnya ia membangun tempat bertapa untuk anaknya Sanggramawijaya di Pucangan.
4. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Medang
Mpu Sindok sengaja memindahkan kerajaannya di dekat Sungai Berantas.
Yang bertujuan agar rakyatnya bisa menjadi nelayan, dan menjadi daerahnya sebagai pusat pelayaran dan perdagangan di Jawa Timur.
Saat Dharmawangsa, menjadi rasa perdagangan Kerajaan Medang menjadi lebih terkenal bahkan hingga keluar Jawa.
Bahkan jadi pusat pelayaran di Indonesia Timur.
Sayangnya, karena penyerangan yang terjadi pada Kerajaan Medang yang dilakukan Raja Wurawari.
Perekonomian kerajaan tersebut jadi kacau.
Masa Kejayaan Kerajaan Medang
Masa Kejayaan Medang terjadi saat Raja Airlangga yang berkuasa.
Raja Airlangga jagalah yang jadi raja terkenal di Kerajaan Medang.
Hal tersebut tertuang dalam sastra karya Mpu Kanwa dengan judul Arjuna Wiwaha.
Berhasil mengalahkan kerajaan di sekitar wilayahnya Airlangga semakin berusaha dengan keras memulihkan kewibawaan kerajaannya.
Airlangga juga berhasil memindahkan pusat pemerintahannya ke Kahuripan.
Usaha-usaha yang dilakukan Raja Airlangga untuk meningkatkan kemakmuran kerajaannya sebagai berikut :
Membangun Waduk Waringin Sapta untuk mencegah terjadinya banjir musiman.
Membangun jalan-jalan yang menjadi penghubung pasar pesisir ke pusat kerajaan.
Melakukan perbaikan pelabuhan hujung Galuh, di muara Kali Brantas.
Penyebab Runtuhnya Kerajaan Medang
Keruntuhan pada Kerajaan Medang saat Airlangga memilih untuk menjadi seorang pertapa.
Pulang dari persembunyiannya Airlangga lalu menikahi seorang putri dari Kerajaan Sriwijaya yaitu putri Sanggramawijaya.
Pernikahan politik itu dimanfaatkan sebaik mungkin.
Diantaranya yaitu untuk keamanan dan agar dia bisa leluasa membangun kerajaannya.
Pada masa tuanya Raja Airlangga akhir mengundurkan diri sebagai raja dan memilih menjadi pertapa.
Ia bertapa dan mendalami agama Wisnhu di Gunung Penanggungan.
Putri Mahkota Raja Airlangga yaitu Sanggramawijaya Tunggadewi (Prasassti Turun Hyang 1035) menolak menjadi raja dan mengikuti jejak sang ayah menjadi pertapa.
Akhirnya Raja Airlangga membagi dua kerajaan yang di berikan pada dua putranya dari selirnya.
Sri Samarawijaya berhak atas kerajaan sebelah barat di sebut Kadiri dengan ibukota Daha.
Dan untuk Mapanji Garasakan menguasai kerajaan timur di sebut Janggala dengan ibukota Kahuripan.
Sumber Sejarah Kerajaan Medang
Kejayaan kerajaan yang jadi pernah jadi kerajaan terbesar di Pulau Jawa ini dapat di lihat dari sumber sejarahnya sebahai berikut :
1. Prasasti Mpu Sindok
Prasasti ini terkadang dikenal dengan nama Prasasti Cunggrang, terletak di pendapa mungil di Dusun Sukci, Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan.
Prasasti ni terbuat dari batu andesit dengan ketebalan 10 cm.
Prasasti Mpu Sindok membuat prasasti pada 929 M dengan tulisan bahasa sansekerta.
Berfungsi mengungkap silsilah Mpu Sindok sebagai raja pertama Kerajaan Medang.
Prasasti Cunggrang termasuk prasasti tertua yang pernah ditemukan.
2. Prasasti Tengaran
Prasasti Tengaran kadang juga disebut Prasasti Geweg, sebab dahulu Geweg adalah kuno dari Tengaran.
Prasasti Tengaran terletak di Desa Tengaran, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang.
Untuk melihat Prasasti Tengaran, harus melewati persawahan karena.
Isi dari prasasti ini menegaskan bahwa Mpu Sindok,bisa memimpin Kerajaan Medang karena adanya bantuan dari istrinya, Sri Wardhani.
3. Prasasti Lor
Kadang juga disebut Prasasti Anjuk Ladang.
Prasasti Lor ditemukan di reruntuhan Candi Lor Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Prasasti Lor berbentuk piagam batu yang dibuat pada tahun 935 M.
Hanya bagian atasnya saja dari tulisannya yang dapat dibaca.
Dari penelitian yang ada isi prasasti tersebut yaitu jasa Mpu Sindok yang menghalau pasukan Kerajaan Sriwijaya terhadap Kerajaan Mataram Kuno
4. Prasasti Bangil
Prasasti Bangil berisikan perintah Mpu Sindok untuk membuat sebuah candi sebagai tempat peristirahatan mertuanya.
Mpu Sindok sendirilah yang mengawasi pembangunan candi untuk mertuanya Rakyan Bawang.
5. Prasasti Kalkuta
Nama asli dari Prasasti Kalkuta yaitu Prasasti Pucangan yang ditemukan 1042 M.
Prasasti Pucangan menjelaskan peristiwa penyerangan yang terjadi pada masa pemerintahan Sri Maharaja Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa.
Peristiwa yang menewaskan Dharmawangsa, serta keluarganya.
Dalam prasasti tersebut juga menjelaskan para raja dan silsilah Kerajaan Medang yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sansekerta.
6. Berita dari Cina
Berita dari Cina berasal dari catatan-catatan yang pernah ditulis ketika zaman Dinasti Sung.
Berdasarkan catatan tersebut diceritakan bahwa terjadi permusuhan atau konflik antara kerajaan Jawa dengan Kerajaan Sriwijaya.
Tidak hanya itu, dijelaskan pula bahwa duta Kerajaan Sriwijaya yang akan kembali pada tahun 990 masehi harus tinggal terlebih dahulu di Campa hingga perang usai.
7. Berita dari India
Berita dari India ini menjelaskan tentang Kerajaan Sriwjaya yang memiliki hubungan baik dengan Kerajaan Chola.
Tujuan dari hubungan ini tidak lain untuk menghalangi Kerajaan Medang Kamulan mencapai kejayaannya dan menjadi lebih maju pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh.
Peninggalan Kerajaan Medang
Bentuk peninggalan Kerajaan Medang Kamulan beragam dengan corak dan bentuknya.
Dan tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
1. Prasasti Kalasan
Prasasti Kalasan yaitu prasasti yang ditemukan di Desa Kalasan, Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 1886.
Prasasti yang berisikan perintah pembuatan bangunan suci untuk Dewi Tara (Candi Kalasan).
Hal tersebut karena keluarga raja Syailendra (Buyut Mpu Sindok) berhasil membujuk Maharaja Dyah Pancapana Kariyana Panangkarana untuk membuatkan bangunan suci yang di inginkan sang raja.
Prasasti Kalasan ditulis dalam dengan berbahasa Sansekerta dan aksara Pranagari (India Utara).
2. Prasasti Ratu Boko
Prasasti Ratu Boko ditemukan bersamaan dengan Situs Ratu Boko di Yogyakarta.
Nama sebenarnya dari Prasasti Ratu Boko yakni Prasasti Abhayagiriwihara yang dibuat pada 792 M.
Isi prasasti tersebut, membahas pembangunan Keraton Ratu Boko yang di bangun oleh Rakai Panangkaran, dengan tulisan aksara Pranagari (India Utara).
3. Prasasti Kedu (Mantyasih)
Banyak penyebutan tentang Prasasti ini.
Ada yang menyebutkan Prasasti Tembaga Kedu, Prasasti Balitung dan Prasasti Mantyasih yang diukir pada 907 M.
Prasasti Tembaga Kedu ditemukan Mateseh, Magelang Utara, Jawa Tengah yang berisikan silsilah Kerajaan Mataram Kuno sebelum Raja Balitung.
4. Candi Pawon
Candi Pawon adalah salah satu Candi Budha yang didirikan Dinasti Syailendra.
Berfungsi sebagai tempat penyimpanan abu jenazah Raja Indra yang wafat pada 812 M, yang adalah ayah Raja Samarrattungga dari Dinasti Syailendra.
Candi Pawon berada di antara Candi Borobudur dan Candi Mendut, yang ada di Brojonalan, kelurahan Wanurejo, kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
5. Candi Sewu
Candi Sewu atau Manjusrigrha adalah candi kedua terbesar setelah candi Borobudur di Magelang Jawa Tengah dengan corak candi Budha dan di bangun pada abad ke-8 M.
Candi Sewu berada Candi Sewu terletak di Kabupaten Klaten Jawa Tengah, tepatnya di Kecamatan Prambanan yang menghadap ke Utara.
Lokasinya tak jauh dari Candi Prambanan, hanya berjarak 800 meter.
Walaupun namanya Candi Sewu yang artinya Candi Seribu, kenyataannya candi di sana hanya berjumlah 249 candi.
6. Candi Mendut
Candi Mendut berada di Jalan Mayor Kusen Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Lokasinya tidak jauh dari Candi Borobudur yaitu sekitar 3 kilometer.
Candi Mendut dan Candi Pawon dipercaya memiliki kaitan erat karena sama-sama candi yang bercorak Candi Budha.
Tidak ada yang tahu pasti kapan Candi Mendut di bangun, yang hanya perkiraan sekitar tahun 824 M dan ditemukan pada 1836.
Karena saat penemuan pertama kalinya bangunan candi ini kurang lengkap maka pada 1897-1904 dilakukan pemugaran oleh pemerintah Hindia-Belanda.
7. Candi Bima
Candi Bima adalah candi dengan arsitektur yang mirip dengan candi yang ada di India, terletak di Desa Dieng Kulon, Banjarnegara, Jawa Tengah.
Candi Bima Dieng memiliki ketinggian 8 meter dan disetiap dindingnya ada arca kudu yang menyimbolkan kemegahan sebagai salah satu situs purbakala yang ada di Dieng.
8. Candi Semar
Candi Semar dianggap sebagai pendamping Candi Arjuna,yang berada di Karangsari, Dieng Kulon, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah.
Candi Semar berada tepat di depan Candi Arjuna, dengan bentuk empat persegi panjang berukuran 7 x 3.50 meter.
Tapi kepala candi sudah tidak ditemukan dan tidak dilakukan pemugaran.
Konon dahulu Candi Semar berfungsi sebagai tempat penyimpanan senjata.
9. Candi Puntadewa
Berada di Komplek Candi Arjuna, Candi Puntawalah yang jadi tertinggi yaitu dengan tinggi 2.5 m.
Bahan pembuatan Candi Puntadewa dari batu andesit yang langkah tapi kokoh hingga saat ini.
Hebatnya candi tersebut memiliki candi pelengkap atau candi pewara seperti dua tumpukan batu dengan ujung yang lancip.
Didalamnya tidak terdapat arca seperti candi lain melainkan hanya ada yoni.
10. Candi Arjuna
Candi Arjuna merupakan candi yang bercorak Hindu, berada di paling utara Komplek Candi Arjuna di Desa Dieng Kulon, Banjarnegara, Jawa Tengah.
Pada Candi Arjuna terdapat anak tangga, dengan ujungnya berbentuk kepala naga dan pahatan reliefnya sama seperti candi Hindu lainnya.
Di dalam bilik Candi Arjuna terdapat yoni yang berfungsi seperti meja untuk meletakkan sesaji.
11. Candi Srikandi
Pembangun Candi Srikandi awalnya bertujuan untuk dipersembahkan kepada Tri Murti dalam agama Hindu.
Candi Srikandi berada satu komplek dengan Candi Arjuna, dengan ketinggian setengah meter dan bilik di dalamnya yang kosong.
12. Candi Borobudur
Pendiri Candi Borobudur adalah Syailendra yang menganut Budha Mahayana.
Candi Borobudur adalah candi Budha terbesar di Indonesia dan Dunia yang telah diresmikan UNESCO sebagai situs warisan dunia.
Terdiri dari 6 teras segi empat dan tiga pelataran melingkar di bagian atasnya dengan dihiasi 50 arca Budha dan 2.672 panel relief.
13. Situs Medang
Peninggalan terbaru dari Kerajaan Medang ditemukan di sebuah sawah Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Penemuan tersebut yaitu sebuah Lesung Kuno dengan lebar 150 cm, panjang 170 cm dan tinggi 100 cm.
Awalnya pemilik sawah dan anaknya berniat mencari emas atau benda peninggalan Kerajaan Medang yang biasa ditemukan warga di sekitar Desa Banjarejo, Kecamatan Gabus.
Kerajaan Medang atau Kerajaan Medang Kamulan akhirnya terbagi dua pada awal abad ke-11.
Jadi kerajaan dengan peninggalan dan sumber sejarah yang masih dilihat sampai sekarang.
Kendati begitu, ada kerajaan terakhir di Jawa Timur bernama Kerajaan Blambangan yang juga perlu kamu pelajari sejarahnya.