Tak hanya berhasil memasuki Pulau Sumatera, Jawa, dan kalimantan, persebaran Islam pada masa dahulu, juga berhasil meluas hingga ke Sulawesi.
Adalah Kota Makassar yang menyimpan sejarah panjang mengenai upaya dakwah ini, setelah Kerajaan Gowa-Tallo berhasil didirikan.
Selain aktif menjalankan misi dakwah, Kerajaan Gowa-Tallo merupakan pusat perdagangan dan pelayaran pada masa tempo dulu.
Nah, untuk mengetahui seperti apa sejarah kerajaan ini, yuk dibaca ulasan lengkapnya di sini.
Asal Usul dan Sejarah Kerajaan Gowa Tallo
Di wilayah Gowa, dulunya terdapat 9 kelompok yang terkenal dengan nama Bate Salapang atau Sembilan Bendera.
Bate Salapang ini terdiri dari Data, Samata, Lakiung, Parang-parang, Agngjene, Tambolo, Kalling, Saero, dan Bissei.
Pada perkembangan berikutnya, ke-9 kelompok tersebut kemudian bersatu di bawah panji bendera kerajaan Gowa, baik lewat jalan sukarela ataupun dengan paksaan.
Dalam beberapa bukti sejarah, diketahui Kerajaan Gowa didirikan pada abad ke-14 Masehi, oleh sesosok perempuan yang bernama Tomanurung Bainea atau Tumanurung.
Sedangkan asal usul berdirinya Kerajaan Tallo tidak banyak diketahui menurut sejarah.
Histori Kerajaan Tallo baru terkuak pada pertengahan abad ke-15 Masehi, di era kepemimpinan Tonatangkalopi, yang merupakan raja ke-16 Kerajaan Tallo.
a. Perkembangan Abad Ke-16 M
Mulai abad ke-16 Masehi, di wilayah Sulawesi Selatan telah berdiri beberapa kerajaan merdeka, yakni Bone, Wajo, Sopeng, Sindenreng, Gowa, dan Tallo.
Pada perkembangan berikutnya, kerajaan-kerajaan tersebut membuat persekutuan, berdasarkan diplomasi yang disepakati bersama.
Perundingan ini diprakarsai oleh Tumapa’risi’ Kallona, yang merupakan raja ke-9 Kerajaan Gowa.
Ia ingin kerajaan-kerjaan yang berdiri di wilayah Makassar, berdiri bersama dan muncul dengan satu identitas.
Penyatuan tersebut, yang paling dikenal dalam sejarah adalah bersatunya Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo.
Penyatuan kerajaan tersebut, menjadi Kerajaan Gowa-Tallo, terjadi pada tahun 1528 Masehi, yang kadang dikenal juga dengan nama Kerajaan Makassar.
Dalam proses peleburan ini, diikuti juga dengan dibuatnya berbagai macam peraturan dan perundangan yang berkaitan dengan perang, pajak, bea masuk, serta kebijakan pertahanan.
b. Perkembangan Abad Ke-17 M
Memasuki abad ke-17 Masehi, menjadi catatan waktu yang penting bagi Kerajaan Gowa-Tallo.
Sebab, pada kurun waktu tersebut, merupakan masa jaya dan masa runtuhnya Kerajaan Gowa-Tallo.
Pada era tersebut, hidup seorang sultan yang berhasil membawa Kerajaan Gowa-Tallo dalam puncak kejayaan, dnegan beragam kebijakannya dalam bidang pelayaran dan perdagagan.
Beliau adalah Sultan Hasannudin, yang dikenal dengan gelar Ayam Jantan dari Timur.
Pada masa itu, perkembangan pelabuhan Makassar berkembang kian pesat dan bertambah besar.
Naasnya, situasi itu dibarengi dengan kedatangan bangsa asing yang mulai melakukan penaklukkan dan penjajahan, yakni bangsa Belanda.
Hubungan Kerajaan Gowa-Tallo dan Belanda bisa dikatakan sangat sengit, karena berbagai pertempuran yang dilakukan keduanya.
Singkat cerita, akhirnya Kerajaan Gowa-Tallo berhasil dikalahkan Bangsa Belanda.
Sultan Hasannudin pun wafat karena peristiwa tersebut, pada tahun 1670 Masehi.
c. Perkembangan Abad Ke-20 M
Sejak abad ke-14 Masehi, bisa dibilang Kerajaan Makassar mengalami pasang-surut.
Hingga pada abad ke-20 Masehi, pada masa pemerintahan Andi Idjo Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aiduddin, yakni raja ke-36 Kerajaan Gowa-Tallo.
Pada masa pemerintahan Beliau, diputuskan, Kerajaan Gowa-Tallo bersatu di bawah kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan berganti menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Gowa.
Dengan keputusan tersebut, maka ditutuplah lembar sejarah Kerajaan Gowa-Tallo.
Dan Andi Idjo dengan sah menjadi raja terakhir Kerajaan Gowa-Tallo, dan kemudian menjadi bupati pertama Kabupaten Gowa.
Bendera Resmi
Peta dan Lokasi
Secara administrasi, wilayah Kerajaan Gowa-Tallo kini berada di daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Pusat kerajaan ini ada di Kota Makassar, yang dulu dikenal dengan nama Ujung Pandang.
Sebab itulah, Kerajaan Gowa-Tallo juga disebut sebagai Kerajaan Makassar.
Pada era kepemimpinan Sultan Hasannudin, hampir semua daerah di Sulawesi Selatan berhasil dikuasai.
Tak luput juga, wilayah Sumbawa dan sebagain Flores, yang ada di Nusa Tenggara, juga ikut ditaklukkannya.
Karena berada di jalur perdagangan dan pelayaran yang strategis, yang menghubungkan wilayah barat dan timur Indonesia, Kerajaan Makassar pun berkembang cukup pesat.
Bahkan, kerap juga para pedagang dari wilayah barat Indonesia, singgah di Makassar dalam perjalanannya ke timur Indonesia.
Begitupun sebaliknya, pelayaran dari daerah timur, terkadang bersandar dan menginap juga di Makassar untuk menuju ke sisi barat Indonesia.
Silsilah Kerajaan Gowa Tallo
Untuk raja-raja yang memerintah di Kerajaan Gowa-Tallo, berikut adalah silsilahnya.
- Tumanurung berkuasa di tahun ±1300
- Tumassalangga Baraya
- Puang Loe Lembang
- I Tuniatabanri
- Karampang ri Gowa
- Tunatangka Lopi berkuasa di tahun ±1400
- Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
- Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
- Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna
- I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng
- I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
- I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo
- I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu
- I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I Tuminanga ri Gaukanna
- I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna
- I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla’pangkana
- I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu’
- Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara
- I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung (1677-1709)
- La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
- I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
- I Manrabbia Sultan Najamuddin
- I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
- I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
- I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
- Amas Madina Batara Gowa (1747-1795)
- I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
- I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778)
- I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
- I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825)
- La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
- I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826-1893)
- I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893-1895)
- I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang
- I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
- Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1946-1978)
- Andi Maddusila Patta Nyonri Karaeng Katangka Sultan Alauddin II (2011-2014)
- I Kumala Andi Idjo Sultan Kumala Idjo Batara Gowa III Daeng Sila Karaeng Lembang Parang (2014-Sekarang)
Berikut adalah pembahasan mengenai beberapa raja Kerajaan Gowa-Tallo yang perlu diketahui.
a. Tumapa’risi’ Kallona
Raja Tumapa’risi’ Kallona merupakan raja ke-9 Kerajaan Gowa.
Beliau memiliki jasa besar dalam mempersatukan Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo, di tahun 1528.
Pada era kepemimpinannya terdapat beberapa kebijaka penting, seperti peraturan pungutan pajak, perang, bea masuk, serta keijakan meningkatkan peralatan perang.
b. Sultan Alauddin
Saat Sultan Alauddin berkuasa, pengaruh Agama Islam di Makassar mulai masuk.
Beliau adalah raja pertama Gowa-Tallo yang memeluk agama Islam.
Setelah masuk Islam, raja yang nama aslinya Karaeng Mayowaya Tumammenanga Ri Agamanna ini, mengganti namanya menjadi Sultan Alauddin.
Hal inilah yang membuat Kerajaan Makassar masuk ke dalam daftar Kerajaan Islam di tanah air.
Pada era kepemimpinannya, Kerajaan Gowa-Tallo berkembang menjadi kerajaan maritim, yang berkuasa di jalur pelayaran dan perdagangan di wilayah tengah Indonesia.
c. Sultan Muhammad Said
Setelah Sultan Alauddin wafat, tonggak kekuasaan diteruskan oleh Sultan Muhammad Said.
Di era kepemimpinannya, Kota Makassar mengalami kemajuan pesat dengan menjadi bandar transit.
Di era pemerintahan beliau juga, Kerajaan Gowa-Tallo menjelma menjadi kerajaan dengan pasukan besar, yang mampu membantu memukul pasukan Belanda dari wilayah Maluku.
d. Sultan Hasannudin
Sultan Hasannudin merupakan putra dari Sultan Muhammad Said, yang kemudian meneruskan pemerintahan ayahnya.
Dalam era kepemimpinan Sultan Hasannudin inilah, hampir seluruh daerah di Sulawesi Selatan berhasil dikuasai.
Termasuk juga beberapa wilayah di Nusa Tenggara, seperti Sebagian Flores dan Sumbawa.
Dengan luasnya daerah kekuasaan Kerajaan Gowa-Tallo, tak ayal membuat semua pelayaran akan lewat di wilayahnya.
Setiap kapal yang berlayar itupun, diwajibkan untuk singgah ke bandar Makassar.
Sehingga, kebijakan ini menjadi salah satu faktor yang membuat Kerajaan Gowa-Tallo mengalami masa jayanya.
Kehidupan Kerajaan Gowa-Tallo
a. Bidang Sosial Budaya
Sebagian besar masyarakat Gowa-Tallo berprofesi menjadi nelayan dan pedagang.
Ini tak lepas dari posisi Makassar, yang berada dalam jalur strategis perdagangan dan pelayaran.
Walaupun begitu, tak sedikit juga warga Makassar yang kemudian merantau ke luar daerahnya, untuk mencari kesejahteraan hidup.
Hal ini dipengaruhi budaya dan karakter masyarakat setempat, yang memang suka berpetualang dan bekerja keras.
Meskipun sampai merantu ke negeri orang, tak membuat masyarakat Makassar kehilangan sifatnya, yang suka mematuhi norma dan adat daerah.
Norma yang dinamakan dengan istilah Pangadakkang tersebut, begitu dipercaya dan dipatuhi di mana pun mereka berada.
Sementara, untuk struktur masyarakatnya terbagi atas 3 lapisan sosial, yaitu sebagai berikut.
- Karaeng/Anakarung: golongan masyarakat kelas atas, termasuk bangsawan dan keluarganya.
- To Maradeka: golongan masyarakat kelas menengah.
- Ata: golongan masyarakat kelas bawah, termasuk budak serta hamba sahaya.
b. Bidang Politik
Berada di jaur trategis pelayaran dan perdagangan di bagian tengah Indonesia, membuat Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan maritim.
Setiap kapal yang melewati wilayahnya, mesti berlabuh di pelabuhan Makassar.
Namun, sayangnya sejak Belanda datang, kondisi yang baik ini mulai terusik, di mana Kerajaan Gowa-Tallo dan pasukan Belanda banyak terlibat peperangan.
Dalam upaya memukul mundur Belanda dan VOC nya, Sultan Hassanudin mengirim bantuan untuk melakukan serangan ke Maluku.
Akibat penyerbuan ini, Belanda dalam posisi sulit dan terdesak.
Dengan kondisi demikian, tak membuat pasukan Belanda kehabisan akal dalam membuat serangan balik.
Mereka kemudian melakukan hasutan kepada Arung Palaka, yang merupakan Sultan Kerajaan Bone, agar mau melancarkan serangan kepada Kerajaan Makassar.
Aru Palaka yang merasa terjajah oleh Kerajaan Makassar, meng-iya-kan hasutan ini.
Makassar pun berhasil dijatuhkannya, dengan bantuan kekuatan VOC dan Belanda.
Kerajaan Makassar makin saja terjepit akibat kekalahan itu, terlebih lagi setelah Perjanjian Bungaya diterbitkan tahun 1667.
Walaupun begitu, perlawanan terhadap VOC dan Belanda pun tetap dilakukan oleh Mapasomba, putra Sultan Hasannudin.
Kemudian, akhirnya eksistensi Kerajaan Makassar ini kemudian dihabisi oleh pihak Belanda, dengan cara mendatangkan prajurit dalam jumlah besar.
c. Bidang Agama dan Spiritual
Menurut informasi berbagai sumber, kemajuan Kerajaan Gowa-Tallo sangat dipengaruhi oleh menyebarnya Agama Islam di sekitar Makassar.
Dakwah Islam ini diketahui berlangsung sejak abad ke-17 Masehi.
Awal mulanya, penyebaran Islam di Makassar diinisiasi oleh Dato’ Ri Bandang atau Datuk Robandang, yang merupakan seorang ulama dari Sumatera.
Pesatnya perkembangan Agam Islam saat itu, diikuti juga oleh sang raja, yakni Sultan Alauddin, yang ikut memeluknya.
Dua tahun sesudahnya, semua penduduk Kerajaan Gowa-Tallo ikut memeluk Islam.
Lalu, 6 tahun setelahnya barulah semua kerajaan di Sulawesi Selatan mengikutinya.
Kerajaan Wajo, Bone, Sidenreng, serta Soppeng, awalnya memang menolak kehadiran agama Islam.
Tapi, akibat ditaklukkannya kerajaan-kerajaan tersebut oleh Kerajaan Gowa-Tallo, akhirnya Islam pun diterima dan berkembang dengan masif.
d. Bidang Ekonomi
Kerajaan Gowa-Tallo menjelma menjadi sebuah kerajaan maritim yang cukup besar, akibat posisinya yang sangat strategis.
Apalagi, kemudian kerajaan ini juga berkembang menjadi pusat perdagangan, di wilayah tengah Indonesia.
Pesatnya perkembangan ini, didorong oleh berbagai faktor, anatara lain sebagai berikut.
- Letak georafis yang sangat strategis.
- Infrastruktur bandar pelabuhan yang memadai.
- Para pedagang banyak yang mengalihkan pasarnya ke kawasan timur Indonesia, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis.
Dalam perkembangan selanjutnya, Makassar juga menjelma menjadi pelabuhan internasional yang banyak disinggahi pedagang asing.
Misalnya pedagang dari Inggris, Denmark, dan Portugis banyak melakukan transaksinya juga di bandar Makassar ini.
Terlebih lagi, pelayanan dalam pelayaran dan perdagangan di Makassar ditopang oleh peraturan Ade’ Aloping Loping Bicaranna Pabbalue.
Peraturan ini membuat transaksi yang terjadi dalam lingkungan kekuasaan Kerajaan Gowa-Tallo menjadi teratur dan masif perkembangannya.
Masa Kejayaan
Berkembangnya Kerajaan Gowa-Tallo menjadi kerajaan maritim, tak lepas dari upaya yang dilakukan Sultan Alauddin pada tahun 1591-1638 Masehi.
Di era kekuasaannya, masyarakat setempat mulai membuat Lambo dan Perahu Pinisi untuk dipakai melaut.
Perkembangan ini, mencapai puncak kejayaannya pada masa kekuasaan Sultan Hasannudin, yang berkuasa mulai tahun 1653 Masehi.
Pada era keemasan ini, terjadi beberapa penaklukkan kerajaan, seperti Bone, Wajo, Lawu, dan Soppeng.
Hal ini pun membuat sektor perdagangan semakin gencar perkembangannya.
Keahlian melaut para penduduk Makassar juga semakin terasah, dengan produk Kapal Pinisi, padewalang, dan Lambo yang semakin terkenal di dunia.
Bahkan, Kapal Pinisi sendiri, berhasil di bawa melaut untuk mengarungi samudra ke arah Cina dan India.
Pada sektor hukum, Kerajaan Gowa-Tallo juga menerapkan peraturan Ade Alloping Bicaranna Pabbahi’e, yang berefek semakin teraturnya pengelolaan bandar pelabuhan.
Sementara, dalam bidang pertanian, hasil bumi yang paling banyak dihasilkan adalah rempah-rempah.
Dalam masa puncak ini, Kerajaan Gowa Tallo berhubungan baik dengan Kerajaan Malaka, Kerajaan Demak, dan Kerajaan Ternate.
Keruntuhan
Riwayat Kerajaan Gowa-Tallo berakhir akibat kedatangan Bangsa Belanda.
Permusuhan kedua belah pihak ini, memang tergolong sengit.
Sebab, Blanda memang datang dengan niat untuk menjatuhkan Kerajaan Gowa-Tallo dan sekitarnya.
Sementara, Kerajaan Gowa-Tallo merasa kedatangan Bangsa Belanda ini merusak jalur pelayaran dan perdagangannya, terutama yang ke arah Maluku.
Puncak peperangan ini terjadi pada saat Kerajaan Gowa-Tallo menerima serangan Aru Palaka, dari Kerajaan Bone, yang bersatu dengan pasukan Belanda.
Akibatnya, Pasukan yang dipimpin Sultan Hasannudin pun jatuh kalah, terutama sekali setelah Perjanjian Bungaya ditanda tangani.
Meskipun demikian, perjuangan tetap dilanjutkan oleh Napasomba, putra Sultan Hasannudin.
Singkat cerita, Napasomba beserta pasukannya akhirnya tetap kalah, dan riwayat Napasomba pun tidak diketahui secara jelas hingga sekarang.
Perjanjian Bungaya
Perjanjian Bungaya dihasilkan saat Kerajaan Gowa-Tallo berhasil dikalahkan pasukan Belanda.
Setelah berung kali terjadi pertempuran yang sengit, pasukan Belanda pun meraih kemenangan berkat bantuan Aru Palaka, dari Kerajaan Bone.
Belanda pun juga benar-benar harus mendatangkan sejumlah pasukan dari Batavia untuk menghadapi kekuatan pasukan Sultan Hasannudin.
Sebagai tanda kekalahan, Sultan Hasannudin dipaksa untuk menandatangai Perjanjian Bungaya pada tahun 1667 Masehi, yang sangat merugikan pihaknya.
Isi dari Perjanjian Bungaya antara lain sebagai berikut.
- Vereenigde Oost Indische Compagnie atau VOC, diberi hak monopoli perdagangan di Makassar.
- Belanda diberi izin untuk membangun benteng pertahanan di pusat Kerajaan Gowa-Tallo, yang dinamakan Benteng Rotterdam.
- Kerajaan Gowa-Tallo mesti membebaskan Kerajaan Bone dan pulau-pulau sekitar dari wilayah kekuasaannya.
- Mengakui Aru Palaka sebagai raja Kerajaan Bone.
Peninggalan
a. Benteng Fort Rotterdam
Benteng Rotterdam adalah saksi bisu sejarah perlawanan warga Makassar dalam menggempur kekuatan Belanda.
Benteng yang juga dinamakan Benteng Ujung Pandang ini, berlokasi di tepi pantai barat Kota Makassar.
Diketahui, Benteng Fort Rotterdam dibangun mulai tahun 1545 Masehi, oleh I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’Kallona, dengan struktur tanah liat.
Baru pada masa kekuasaan Sultan Alauddin, benteng direnovasi dengan mengganti strukturnya memakai batu padas dari Pegunungan Karst.
b. Masjid Katangka
Memiliki nama lain berupa Masjid Al-Hilal, Masjid Katangka merupakan masjid yang tertua di kawasan Provinsi Sulawesi Selatan.
Masjid ini berlokasi di Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa.
Memasuki area masjid ini, ada kesan kuno yang tampak terlihat, karena memang dibangun di era pemerintahan Sultan Alauddin.
Jika dihitung-hitung, masjid ini sudah berusia sekitar 400 tahun, sebab dibangun pada tahun 1605 Masehi atau pada abad ke-17 Masehi.
c. Kompleks Makam Raja dan Keluarga
Kompleks pemakaman ini terletak di area Benteng Tallo, Kecamatan Tallo, Kota Makassar.
Meraka yang disemayamkan di area ini merupakan raja dan keluarha kerajaan yang hidup pada abad ke-17 hingga ke-19 Masehi.
Setidaknya ada 93 makam di komplek ini, dengan 21 di antara terdapat namanya.
d. Museum Balla Lompoa Raja Gowa
Museum ini dibangun dengan memakai sisa istana raja Kerajaan Gowa.
Museum ini menyimpan banyak koleksi peninggalan raja Gowa, misalnya, ada mahkota rajadan gelang kebesaran.
Museum ini berada di Jl. Sultan Hasannudin No. 48, Sungguminasa, Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
e. Benteng Somba Opu
Benteng ini dibangun raja Gowa ke-9, Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna, pad atahun 1525 Masehi.
Benteng ini juga menyimpan beberapa meriam, yang diadakan pada masa kekuasaan Sultan Tunijallo, Raja Gowa ke-12.
Lokasi Benteng ini beralamat di Jl. Daeng Tata, Kelurahan Benteng Somba Opu, Kecamatan Barombong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
f. Batu Pallantikang
Batu ini merupakan salah satu perlengkapan untuk melantik raja Gowa-Tallo.
Raja yang akan dinobatkan, mesti menginjak batu tersebut dalam mengambil sumpah jabatan.
g. Makam Syekh Yusuf
Syekh Yusuf adalah ulama besar asal Makassar, yang wafat pada tahun 1699 Masehi.
Ulama ini, bukan saja tersohor di Makassar, tapi namanya juga terkenal sampai ke Afrika.
Meninggal di Cap Town, Afrika Selatan, jasad Syekh Yusuf Al Makassari akhirnya dibawa pulang, untuk disemayamkan di Makassar.
Itulah artikel yang mengulas sejarah kerajaan Gowa-Tallo yang berperan penting dalam perkembangan Islam di Makassar dan sekitarnya.
Silakan menuliskan pertanyaan lewat kolom komentar di bawah ini, jika memang ada yang belum jelas ataupun ada yang perlu ditanyakan.
Supaya teman-temanmu tahu dan membaca juga artikel yang menarik ini, silakan like dan share artikelnya, ya.