Kerajaan Demak menjadi salah satu kesultanan Islam terbesar di Indonesia. Kerajaan ini diketahui berdiri pada tahun akhir abad ke-15 di daerah Bintoro, Demak.
Kerajaan ini juga disebut-sebut sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa.
Adapun, kekuasaan kerajaan ini meliputi daerah-daerah di pesisir pantai Utara Jawa, seperti Tuban dan Cirebon. Sedangkan, pusat kerajaan berada di antara Pelabuhan Bergota dan Jepara.
Nah, penasaran dengan fakta-fakta Kerajaan Demak? Berikut informasinya:
Sejarah Kerajaan Demak
Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah yang merupakan anak dari Raja Majapahit yang beristrikan orang China.
Sebelum abad ke-15 kerajaan ini masih di bawah kekuasaan Majapahit.
Setelah kerajaan Majapahit runtuh, perkembangan kerajaan ini mulai meningkat pesat.
Raden Patah memutuskan untuk memisahkan diri dari kerajaan Majapahit dan menjadikan Demak pusat penyebaran agama Islam di tanah Jawa.
Pembangunan kerajaan Demak sebagai pusat penyebaran agama Islam juga tidak lepas dari bantuan para wali (Wali Songo).
Berkat hal itu pula, Islam bisa menyebar hingga ke Kalimantan, Makassar, Ternate, dan juga Ambon.
Letak Geografis dan Peta Wilayah
Kerajaan Demak terletak di tepi pantai Utara pulau Jawa, persisnya berada di dekat muara Sungai Demak.
Berkat lokasinya yang strategis pula, kerajaan sering menjadi tempat berkunjung para pedagang Islam.
Silsilah Raja-raja
Tercatat ada tiga raja yang memimpin kerajaan ini.
Raja-raja tersebut berhasil membawa kerajaan di masa kejayaan hingga akhirnya berakhir. Siapa saja?
1. Raden patah (1500-1518)
Pendiri kerajaan Demak adalah Raden Patah. Awalnya ia diberi kekuasaan sebagai penguasa setempat atau bupati dari kerajaan Majapahit.
Kemudian, raja pertama ini memutuskan untuk memisahkan diri dan menjadi kerajaan sendiri.
Raden Patah memiliki gelar Sultan Alai Akbar Al Fatah.
Gelar tersebut ia dapatkan berkat perjuangannya menjadikan Demak sebagai pusat penyebaran Islam di Jawa.
Setelah Raden Patah meninggal dunia, kepemimpinan diberikan kepada Pati Unus.
2. Pati Unus (1518-1521)
Kepemimpinan selanjutnya dipegang oleh Pati Unus atau yang memiliki nama lain Pangeran Sabrang Lor.
Latar belakang diangkatnya ia menjadi raja karena dinilai memiliki banyak pengalaman yang hebat.
Sebelum menjadi raja, Raden Patah diketahui mengutus Pati Unus untuk melawan Portugis ke Malaka.
Walaupun serangannya tidak berhasil, ia banyak mendapatkan pengalaman berharga.
Ia memimpin kerajaan hanya selama tiga tahun karena meninggal dunia di tahun 1521.
Sayang, Pati Unus tidak meninggalkan keturunan sehingga kepemimpinannya dialihkan kepada adik kandungnya, Sultan Trenggono.
3. Sultan Trenggono (1521-1546)
Di masa kepemimpinan Sultan Trenggono, kerajaan mampu mencapai masa kejayaannya.
Kerajaan ini diketahui memiliki wilayah kekuasaan yang luas hingga ke bagian Barat, seperti Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon.
Keputusan Sultan Trenggono melakukan ekspansi wilayah untuk memutus hubungan perdagangan antara Portugis di Malaka dengan Kerajaan Pajajaran.
Sebab, saat itu, kerajaan Pajajaran menguasai Banten, Sunda Kelapa dan Cirebon.
Perlawanan dengan Portugis dipimpin oleh Fatahillah (Faletehan) dan berhasil memporak-porandakan pasukan Portugis.
Sejak saat itu, Sunda Kelapa berubah nama menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan penuh.
Pada tahun 1527, kerajaan juga merebut Ibukota kerajaan Majapahit di saat itu juga riwayat kerajaan Majapahit berakhir.
Kerajaan kecil bercorak Hindu juga berhasil dikuasai, seperti Wirasari, Madiun, Blora, Surabaya, Lamongan, Kediri.
Selain ke wilayah bagian Barat, Sultan Trenggana juga melakukan ekspansi ke wilayah Timur.
Ia berhasil menguasai Madiun, Gresik, Tuban, hingga Malang. Sayang, ia harus berhenti saat menyerbu Pasuruan karena gugur di tahun 1546.
Sultan Trenggana menjadi raja terakhir yang memimpin kerajaan.
Sebab, para penggantinya diketahui berebut kekuasaan dan menyebabkan kemunduran akibat perselisihan antara anggota keluarga.
Kehidupan di Kerajaan Demak
1. Sistem Pemerintahan
Kerajaan di Demak ini menganut sistem pemerintahan teokrasi atau berpedoman pada prinsip ilahi.
Kehidupan masyarakat diatur melalui ajaran agama islam sesuai dengan tujuan kerajaan menjadi pusat penyebaran agama Islam di pulau Jawa.
2. Kehidupan Politik
Dalam kehidupan politik, kerajaan ini banyak melakukan ekspansi wilayah demi memperkuat kerajaan dan mencapai visinya sebagai pusat penyebaran agama Islam.
Kerajaan banyak mengambil alih kerajaan kecil bercorak Hindu untuk dijadikan wilayahnya.
Selain itu, Demak pernah melawan Portugis di Malaka di bawah pimpinan Pati Unus.
Pasalnya, Malaka merupakan salah satu wilayah penyebaran agama Islam miliknya.
3. Kehidupan Ekonomi
Perdagangan di wilayah Demak sangat berkembang pesat karena wilayahnya yang strategis.
Ada banyak pedagang yang datang untuk membeli berbagai macam hasil perkebunan dan juga maritimnya.
Selain itu, kerajaan ini juga menjadi penghubung atau tempat transit antara daerah penghasil rempah-rempah di Indonesia bagian Timur dan bagian Barat.
Kerajaan Demak menguasai berbagai pelabuhan penting di pantai Utara Jawa, salah satunya Jepara.
Di pelabuhan itu, ada banyak komoditi penting yang dijual, yakni beras, madu, kacang, gula merah, hingga lilin.
Bahkan, di pelabuhan Jepara ada lada Sumatera yang biasa ditukar dengan sutera, porselin, hingga belanga besi dari China.
Dari pelabuhan itu, Demak juga membangun hubungan dagang yang erat dengan Jambi, Palembang, Indragiri, dan Siam.
4. Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat di Demak kental dengan ajaran agama Islam.
Terbukti, Demak banyak melahirkan para Wali Songo, seperti Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus, dan Sunan Muria.
Selain itu, ada banyak masjid, pesantren, makan yang bercorak Islam.
Masjid di kerajaan ini memiliki ciri khas, yakni tiang utamanya dibuat dari saka tatal atau potongan kayu.
Sedangkan atapnya tumpang dan bagian belakangnya terdapat makam-makan raja Demak.
Ciri khas tersebut merupakan perpaduan antara gaya Jawa (Hindu) dan gaya Islam.
Berkat itu juga, pemeluk agama Islam di Jawa Tengah dan Timur meningkat tanpa mengurangi unsur-unsur Hindu dalam kehidupan tradisi mereka.
Masa kejayaan
Kejayaan Demak didapatkan di masa kepemimpinan Sultan Trenggana.
Di masa itu, wilayah kekuasaan kerajaan mencapai wilayah Barat dan Timur pulau Jawa.
Bahkan, agama Islam menyebar dan berkembang pesat di pulau Jawa dengan bantuan dari 9 Wali Songo, yakni Sunan Giri, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Muria, Sunan Kaijaga, Sunan Gresik, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Jati.
Penyebab Keruntuhan
Keruntuhan kerajaan Demak terjadi karena adanya perebutan tahta antara keluarga kerajaan.
Usai Sultan Trenggana meninggal, terjadi perebutan tahta antar keluarga.
Anak dari Sultan Trenggana, Sunan Prawata merasa dirinya sebagai ahli waris sah.
Namun, ia dibunuh oleh anak pamannya.
Setelah itu, Adipati Kalinyamat merasa berhak atas hak tersebut tetapi ia juga dibunuh oleh Arya Jipang (Arya Penangsang).
Kemudian, Arya Jipang dibunuh oleh Adiwijaya (Joko Tingkir).
Setelah perebutan itu, ia mengangkat dirinya sendiri menjadi sultan dan memindahkan Ibukota dari Demak ke Pajang yang berada di pedalaman lembah sungai Solo.
Peninggalan
1. Masjid Agung Demak
Peninggalan berbentuk masjid ini dibangun pada tahun 1478.
Pembangunan dilakukan sebagai bentuk keberhasilan penyebaran agama Islam di Jawa oleh Wali Songo.
Selain itu, ada juga bedug dan kentongan yang dibuat oleh Wali Songo.
2. Dampar Kencana
Dampar Kencana merupakan mimbar di Masjid Demak.
Peninggalan ini dibuat dari kayu jati berbentuk persegi panjang dengan ukuran 246 x 165 x 292 cm.
Bagian dari mimbar ini dibagi menjadi tiga tempat, yakni dasar, tempat duduk dan sandaran, serta bagian atas.
3. Pintu Bledek
Pintu Bledek atau pintu petir merupakan bagian dari Masjid Agung Demak yang dibuat oleh Ki Ageng Selo.
Pintu ini memiliki ukuran 285 cm lebar dan tinggi mencapai 370 cm.
Namun, saat ini Pintu Bledek yang dipajang merupakan replika atau tiruan.
Sedangkan yang aslinya disimpan di museum Masjid Demak karena sudah rusak.
4. Piring Campa
Peninggalan ini merupakan pemberian dari ibu Raden Patah yang juga putri dari Campa.
Piring ini berjumlah 65 buah dan dipasang di tembok-tembok dinding masjid sebagai hiasan.
5. Soko Guru atau Soko Tatal
Soko Guru atau Soko Tatal merupakan tiang utama dari Masjid Agung Demak.
Tiang ini memiliki bentuk yang sama dengan tiang pada pendopo-pendopo tradisional Jawa.
6. Makam Sunan Kalijaga
Peninggalan terakhir dari Kerajaan Demak adalah bangunan makam Sunan Kalijaga, Makam ini diketahui dibangun pada abad ke-15 masehi.