Kerajaan Bali merupakan suatu kerajaan kuno yang terletak di pulau Bali, dekat dengan pulau Jawa. Oleh karena itu, kebudayaan pada masa kerajaan Bali sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa yang diakibatkan hubungan yang terjalin antara Kerajaan Bali dengan Kerajaan di Pulau Jawa.
Seperti kerajaan lain, Kerajaan Bali juga mengalami periodisasi dan konflik-konflik yang terjadi mulai dari awal berdiri, mencapai puncak kejayaan hingga keruntuhannya.
Oleh karena itu, dalam artikel ini kami akan menyajikan ulasan lengkap mengenai sejarah Kerajaan Bali, Raja yang memimpin, periodisasi, dan lain sebagainya. Bagi yang belum tahu, simak artikel ini sampai habis!
Sejarah Kerajaan Bali
Kerajaan Bali Kuno pertama kali berdiri pada abad 8 yang pada saat itu namanya adalah Kerajaan Bedahulu yang dibuktikan dengan temuan prasasti Nazar Buddhis. Kerajaan Bali kuno berlangsung selama berabad-abad sebelum mendapat serangan dari Kerajaan Majapahit. Barulah setelah itu kerajaan Bali terbentuk kembali dengan sedikit demi sedikit melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Jawa yang telah lama mencengkeram mereka walaupun Kerajaan Bali juga harus menghadapi berbagai rintangan yang lain untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya.
Letak dan Peta
Kerajaan Bali terletak di Pulau kecil dengan nama yang sama yang terletak di dekat pulau Jawa sehingga terkadang Bali dianggap sebagai bagian dari wilayah Jawa.
Berikut adalah peta Kerajaan Bali.
Periodisasi
1. Kerajaan Bali Dwipa (Kerajaan awal)
Kerajaan Bali pertama konon didirikan oleh Sri Kesari yaitu Raja Budha Dinasti Syailendra yang melakukan ekspedisi ke Bali untuk mendirikan kerajaan. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya prasasti yang dibangun oleh Sri Kesari yaitu prasasti Blonjong dimana prasasti yang berangka 836 Saka atau 914 M tersebut berisi tentang masa pemerintahannya.
Sri Kesari juga membuat dua prasasti lain yang ditemukan di pedalaman Bali yang berisi tentang konflik-konflik yang terjadi di pedalaman gunung Bali. Dengan bukti-bukti tersebut, sejarah menyatakan bahwa pemerintahan di Bali pertama kali yaitu dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari dan berhasil dijalankan selama beberapa tahun dengan makmur.
2. Periode Majapahit
Periode Majapahit dimulai saat pasukan Majapahit di bawah pimpinan Gajah Mada yang dibantu oleh Jendralnya, Arya Damar, berhasil menaklukkan Kerajaan Bali Bedahulu dan mengalahkan Rajanya pada tahun 1343 setelah tujuh bulan pertempuran. Setelah penaklukan tersebut wilayah kerajaan Bali dibagikan oleh Majapahit kepada saudara-saudara Arya damar yang kemudian mereka mengelola pemerintahan Bali yang dipimpin oleh Arya Damar di bawah naungan Kerajaan Majapahit. Hal tersebutlah yang membuat Bali banyak dipengaruhi oleh Kerajaan Majapahit dari berbagai aspek baik politik dan sosial budaya.
3. Kerajaan Gelgel
Penaklukan Bali oleh Majapahit ternyata diikuti dengan pemindahan dinasti di Srampangan yang dipimpin oleh Sri Aji Kresna Kepakisan sebagai penguasa pertama. Aji Kresna memiliki tiga orang putera yang mana putra sulungnya, Dalem Srampangan, kemudian menggantikannya untuk memimpin Srampangan, namun ternyata dia tidak memiliki kompetensi dalam memimpin Kerajaan sehingga tak perlu menunggu waktu yang lama, Srampangan mulai mengalami kemunduran dan statusnya menjadi tidak jelas. Sementara itu, adik bungsunya, Dalem Ketut, mendirikan kerajaan baru di wilayah Gelgel dan berhasil menjalankannya dengan baik. Pada abad ke 16, kerajaan Gelgel mencapai puncak kejayaan dan menjadi pemerintah yang terkuat di daerah tersebut setelah kepemimpinan digantikan oleh Dalem Baturenggong.
4. Periode Sembilan Kerajaan
Kejayaan kerajaan Gelgel berlangsung hingga tahun 1651, setelah itu konflik internal membuat kerajaan tersebut terpecah. Pada saat yang sama, sekitar empat kilometer dari Kerajaan Gelgel, munculah kerajaan baru di daerah Klungkung yang dipimpin oleh penguasa yang diberi sebutan Dewa Agung, namun sayangnya kerajaan baru tersebut tidak mampu mempertahankan kekuasaan atas pulau Bali. Akhirnya kekuasaan di pulau Bali terbagi menjadi sembilan kerajaan kecil yaitu Klungkung, Badung, Buleleng, Gianyar, Jembrana, Mengwi, Tabanan, Bangli dan Karangasem yang membangun kekuasaan mereka sendiri-sendiri.
Meskipun demikian, kerajaan-kerajaan kecil tersebut mengakui kepemimpinan Klungkung di antara mereka sehingga mereka menghormati dan menempatkan Dewa Agung dalam posisi tertinggi. Selama berabad-abad selanjutnya, masing-masing kerajaan kecil tersebut terlibat dalam peperangan antar kerajaan, selain itu hubungan para penguasa juga semakin rumit akibat banyaknya raja yang berkuasa dan hal tersebut berlangsung cukup lama hingga abad ke 19 saat Belanda mendarat di Pulau Bali.
Ikatan dengan Kerajaan di Jawa
Kerajaan Bali banyak dipengaruhi oleh Kerajaan Jawa karena selain letaknya yang berdekatan, keduanya juga memiliki hubungan yang baik. Pada masa pemerintahan Raja Udayana di abad 20, beliau juga didampingi oleh Permaisurinya yang merupakan anak dari Raja Makuta Wangsawardana dari dinasti Isyana di Jawa. Hal tersebut memunculkan spekulasi bahwa pada saat itu Bali telah menjalin hubungan politik dengan kerajaan di Jawa, apalagi, putera dari Udayana yaitu Airlangga juga kemudian menjadi menantu dari Dharmawangsa
Setelah itu Bali menjadi bagian dari wilayah penaklukan Gajah Mada, Kerajaan Singasari juga pernah berusaha untuk menjadikan Bali sebagai wilayahnya namun gagal dengan terbunuhnya Kertanegara. Sejak saat itu, Bali kembali menjadi wilayah yang merdeka dari Jawa. Hubungan yang terjadi antara Bali dan Jawa membuat sedikit banyak aspek kehidupan di Bali dipengaruhi oleh Jawa, baik sosial budaya, politik, maupun bahasanya.
Raja-raja Kerajaan Bali
Berikut adalah daftar Raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Bali:
1. Sri Kesari Marwa Dewi
Sri Kesari Marwa Dewi merupakan Raja yang memerintah di istana Singhadwalawa, hal tersebut tertulis pada prasasti Blanjong yang ditemukan dan tertulis tahun 914 M.
2. Ratu Sri Ugasena
Ratu Sri Ugasena merupakan raja selanjutnya yang memimpin di istana Singhadwalawa pada tahun 915 – 942 M. Pada masa pemerintahannya, Ratu Sri Ugasena meninggalkan sembilan prasasti yang berisi tentang pembangunan tempat-tempat suci dan beberapa lainnya berisi tentang pembebasan pajak untuk daerah-daerah yang ditentukan. Sang Ratu didharmakan di Air Mandatu setelah kematiannya.
3. Tabanendra Warmadewa
Raja Tabanendra Warmadewa merupakan Raja Kerajaan Bali yang memimpin pada tahun 955 – 967 Masehi. Pada masa pemerintahannya, Tabanendra membebaskan penarikan pajak untuk desa-desa tertentu, selain itu dia juga memberi izin untuk membuat sebuah pemakaman Raja kepada rakyatnya yang kemudian dibangun di Air Madaru.
4. Jayasingha Warmadewa
Beberapa orang beranggapan Raja Jayasingha Warmadewa bukanlah keturunan dari Tabanendra Warmadewa karena dalam sejarah disebutkan bahwa masa pemerintahannya yang bersamaan dengan masa pemerintahan Raja Tabanendra yaitu pada tahun 960 M hingga tahun 975 M. Namun pendapat lain menyebutkan bahwa mungkin saja Jayasingha Warmadewa merupakan putra mahkota yang telah diangkat menjadi Raja saat ayahnya masih belum turun tahta. Pada masa pemerintahannya, Raja Jayasingha telah membuat telaga di daerah dekat Tampaksiri yang airnya berasal dari sumber air suci yang terletak di desa Manukraya.
5. Jayashadu Warmadewa
Pada tahun 975 – 983 M, pemerintahan kerajaan Bali dipimpin oleh Jayashadu Warmadewa yang merupakan putra dari Raja sebelumnya, Jayasingha. Pada masa pemerintahannya, Jayashadu terkenal sebagai Raja yang bijak dan sangat peduli terhadap rakyatnya juga fasilitas keagamaan. Ia selalu meminta rakyatnya untuk menjaga dan merawat tempat-tempat pertapaan dan pura yang ada di wilayahnya. Jayashadu juga berhasil memperkuat armada militer kerajaan dengan melengkapi persenjataan.
6. Sri Wijaya Mahadewi
Tahun 983 Masehi, Kerajaan Bali dipimpin oleh seorang Ratu bernama Sri Wijaya Mahadewi. Dalam hal ini ada perbedaan pendapat oleh para sejarawan, di mana Stein Callenfels mengatakan bahwa mungkin Ratu tersebut berasal dari Kerajaan Sriwijaya. Sedangkan Damais mengatakan bahwa Ratu Wijaya mungkin saja dari Jawa Timur yaitu putri dari Empu Sendok, karena berdasarkan prasasti Ratu Wijaya yang ditemukan, nama-nama jabatan yang tertulis merupakan nama-nama yang sering ditemui dalam prasasti Jawa dan terdengar asing di Bali.
7. Dharma Udayana Warmadewa
Kerajaan Bali mengalami kejayaan pada saat masa pemerintahan Raja Udayana yang didampingi oleh istrinya, Permaisuri Mahendradatta yang merupakan anak dari Raja Jawa Timur, Raja Makutawangsawardhana. Sebelum menikah, konon Raja Udayana berada di Jawa Timur, hal tersebut diperkuat dengan prasasti Jalatunda yang mencantumkan namanya. Hubungan pernikahan tersebut membuat pengaruh kerajaan Jawa di Bali semakin berkembang sehingga Kerajaan Bali mulai membuat sistem pemerintahan seperti Kerajaan Jawa yang menggunakan dewan penasehat, penulisan prasasti juga mulai menggunakan bahasa Jawa kuno.
Kepemimpinan Raja Udayana bersama sang permaisuri berlangsung hingga tahun 1001 M, namun pada saat itu bertepatan dengan meninggalnya Gunapriya sehingga Udayana harus meneruskan kepemimpinannya hingga tahun 1011 M. Menurut prasasti Air Hwang, Udayana dicandikan di Banuwka setelah wafatnya, prasasti lain, yaitu Prasasti Hyang menyebutkan bahwa setelah meninggal, di Banuwka, Udayana lebih dikenal dengan nama Batara Lumah.
Dalam pernikahannya dengan Permaisuri, Raja Udayana dikarunia 3 orang anak yaitu Maraka, Anak Wungsu dan Airlangga yang mana dua diantaranya menjadi Raja Kerajaan Bali sedangkan Airlangga diangkat menjadi menantu Dharmawangsa di Jawa Timur sehingga tidak sempat memimpin di Kerajaan Bali.
8. Maraka
Maraka menjadi pemimpin Kerajaan Bali pada tahun 1011 – 1022 M dan bergelar Dharmawangsa Wardana Marakata Pangkajasthana Uttunggadewa. Ada yang mengatakan bahwa Maraka sebenarnya adalah Airlangga karena selain masa pemerintahannya yang sezaman, keduanya juga dinilai memiliki kepribadian dan gaya kepemimpinan yang sama. Marakata dikenal sangat tegas dan adil sehingga dianggap sebagai sumber kebenaran hukum yang mana dia sangat mencintai dan melindungi rakyatnya. Pada masa pemerintahannya, Marakata ikut andil dalam pembangunan candi yang berada di wilayah Gunung Kawi, Tampaksiri, Bali.
9. Anak Wungsu
Anak Wungsu merupakan salah satu putra Raja Udayana yang memiliki gelar Paduka Haji Anak Wungsu Nira Kalih Bhatari Lumah I Burwan Bhatara Lumah I Banu Wka. Anak wungsu memimpin selama 28 tahun yaitu dari tahun 1049 – 1077 M dan telah membuat banyak sekali prasasti yang tersebar di Bali Selatan, Bali Utara dan Bali Tengah, konon jumlah prasasti yang ditinggalkan lebih dari 28 prasasti. Oleh rakyat Bali, Anak Wungsu dianggap penjelmaan dari Dewa Wisnu, hingga akhir hayatnya, dia tidak memiliki keturunan dan saat wafat pada tahun 1077, beliau di makamkan di gunung Kawi.
10. Jaya Sakti
Jaya Sakti merupakan Raja Bali yang masa pemerintahannya sezaman dengan pemerintahan Jayabaya di Kerajaan Kediri yaitu pada tahun 1133 – 1150 M. Pada masa pemerintahannya, Jaya Sakti menggunakan kitab undang-undang Rajawacana dan kitab Utara Widdi Balawan. Kepemimpinan Raja Jaya Sakti dibantu oleh para Senopati dan Pemuka agama baik Hindu maupun Budha yang tergabung sebagai penasihat pusat Kerajaan.
11. Bedahulu
Raja Bedahulu atau yang dikenal dengan Sri Astasura Ratna Bhumi Banten memerintah pada tahun 1343 M dan dibantu oleh dua Patihnya yaitu Pasung Grigis serta Kebo Iwa. Raja Bedahulu merupakan Raja Kerajaan Bali terakhir sebelum terjadi penaklukan oleh Gajahmada dan Kerajaan Bali menjadi bagian dari Wilayah Kerajaan Majapahit.
Kehidupan Kerajaan
1. Kehidupan Politik
Kehidupan politik Kerajaan Bali sangat dipengaruhi oleh sistem yang berlaku pada masa Raja Udayana di mana pada saat itu Kerajaan Bali mencapai puncak kejayaannya. Taktik politik yang dilakukan Udayana adalah menjalin hubungan bilateral dengan kerajaan-kerajaan lain sehingga kerajaannya bisa dengan mudah melakukan perluasan wilayah terutama di pulau Jawa karena istri Jayabaya sendiri berasal dari Jawa.
Keberhasilan dari cara kepemimpinannya tersebut kemudian ditiru oleh anak-anaknya yaitu Marakata dan Anak Wungsu yang juga menjadi Raja menggantikan ayahnya sehingga Kerajaan Bali bisa mempertahankan masa kejayaannya dalam waktu yang lama.
2. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi mayarakat Bali ditunjang dengan berbagai profesi yang dimiliki oleh masyarakat Bali sesuai dengan keahlian mereka, beberapa mata pencaharian masyarkat adalah petani, pemahaat, pedagang dan pengrajin.
· Petani
Beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Bali yang ditemukan, menyebutkan bahwa petani merupakan mata pencaharian utama rakyat Bali pada saat itu. Mereka mengolah gaga (ladang), kebwan (kebun), parlak (sawah tadah hujan) dan sawah dengan sistem irigasi atau Kauwakan yang hampir sama dengan yang dilakukan petani masa kini.
· Pemahat (Undagi)
Kata ‘undagi’ sebenarnya berasal dari bahasa Jawa Kuno yang memiliki arti ‘menukang’ atau ‘tukang’, sedangkan di Bali, undagi merupakan sebutan untuk para seniman utamanya dalam seni pahat patung. Patung-patung buatan pemahat Bali umumnya berupa seni pahat klasik dan kuno namun memiliki nilai jual yang tinggi. Profesi ini bertahan sampai sekarang maka tak heran jika Bali dikenal dengan seni pahat atau pembuatan patungnya yang khas dan indah.
· Pengrajin (Pande)
Pande merupakan sebutan bagi pengrajin yang membuat barang-barang dari bahan logam. Di Jawa, istilah pande diperuntukan bagi pandai besi yang membuat senjata seperti pedang, keris, dan senjata lainnya, sedangkan di Bali, pande merupakan orang yang berprofesi sebagai pembuat barang-barang dari emas dan perak.
· Pedagang
Prasasti Bhanwa Bharu yang merupakan peninggalan Kerajaan Bali Kuno menyatakan bahwa para pedagang pada masa itu telah melakukan perdagangan antar pulau. Di Bali juga ada sebutan untuk para pedagang yaitu Wanigrami untuk pedagang perempuan dan Wanigrama untuk pedagang laki-laki.
3. Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa Kerajaan Bali, struktur masyarakat Bali berkembang berdasarkan beberapa aspek, diantaranya adalah:
· Kesenian
Dalam perkembangannya, kesenian pada masa kerajaan Bali kuno dibagi menjadi dua sistem yaitu kesenian rakyat dan kesenian keraton.
· Sistem Kasta (Caturwarna)
Bali sangat identik dengan budaya Hindu yang melekat dalam kehidupan masyarakatnya sehingga sistem sosial mereka juga mengadopsi dari sistem kasta Hindu yang ada di India, dimana masyarakat dibagi menjadi beberapa golongan atau kasta dengan urutan dari yang paling tinggi yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra. Sedangkan masyarakat yang tidak termasuk ke dalam golongan empat kasta disebut dengan njaba atau budak.
· Agama dan Kepercayaan
Masyarakat Bali dikenal sangat taat terhadap kepercayaan yang mereka anut baik Hindu, Budha dan animisme, mereka juga selalu menjaga tradisi dan adat budaya yang diwarisi oleh nenek moyang mereka. Meskipun demikian, masyarakat Bali sebenarnya sangat terbuka dengan pengaruh budaya luar yang masuk ke lingkungan mereka.
· Sistem Hak Waris
Sistem hak waris yang diberlakukan pada masa Kerajaan Bali telah diatur di mana dalam suatu keluarga, hak waris yang didapatkan oleh anak lelaki akan lebih besar daripada hak waris anak perempuan.
Masa Kejayaan
Masa kejayaan Kerajaan Bali mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Raja Udayana bersama permaisurinya, di mana saat itu kehidupan di sana sangat damai, makmur dan aman. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh Raja Udayana sangat pro rakyat, sehingga aspirasi rakyat dengan mudah dapat tersalurkan demi kemajuan Kerajaan. Pada masa ini, sistem pemerintahan juga semakin maju dengan adanya dewan penasehat yang posisinya sama dengan menteri. Selain itu, ekonomi masyarakat juga semakin maju karena pengelolaan ekonomi yang baik serta tidak ada kebijakan yang memberatkan rakyat.
Penyebab Keruntuhan
Kerajaan Bali kuno mengalami keruntuhan pada saat penaklukan yang dilakukan oleh Majapahit yang kemudian menjadikan Bali sebagai bagian dari wilayahnya yang dikelola oleh Arya Damar beserta saudara-saudaranya. Puncaknya, bertahun-tahun kemudian kedatangan penjajah Belanda membuat Kerajaan Bali kehilangan otoritas atas wilayahnya akibat invasi dan serangan yang terus menerus dilakukan sehingga Bali menjadi bagian dari Hindia Belanda.
Peninggalan-peninggalan
1. Candi Padas
Candi Padas merupakan peninggalan Kerajaan Bali yang memiliki arsitektur unik khas Bali dengan 315 anak tangga sehingga wisatawan bisa menjangkau hingga puncak candi. Candi yang terletak di kawasan Tampaksari, Gianyar, Bali ini terbuat dari bebatuan alam yang membuat bangunannya sangat kokoh dan di dalam kompleksnya terdapat area pemandian.
2. Candi Mengening
Candi Mengening adalah situs budaya kuno peninggalan Raja Marakata yang dibangun di atas bukit. Candi ini pertama kali ditemukan pada kisaran tahun 1925 – 1927 oleh W.F. Sutterheim di wilayah lembah sungai Pekarisan yang memiliki sumber daya air melimpah.
Saat penggalian dan penelitian, Candi ditemukan dalam kondisi utuh lengkap dengan sebuah arca pemujaan di ruangan suci candi Mengening. Bangunan candi tersebut kemudian dimasukkan dalam status cagar budaya oleh Pemerintah Provinsi Bali menurut UU No.5 tahun 1985 dan ditetapkan sebagai wilayah B Lanskap Kultur Bali pada tahun 2012.
3. Candi Wasan
Candi Wasan ditemukan di daerah Gianyar, tepatnya di daerah Sukawati, Bali. Pada saat ditemukan, bangunan candi Wasan dalam keadaan utuh namun barang-barang dan arca yang ada di dalamnya sebagian telah rusak dan tidak lengkap beberapa diantaranya hanya tinggal puing-puing.
Jika dilihat dari dasar pondasi dan puing-puing bangunannya, candi yang memiliki ketinggian 14,1 meter, lebar 11,10 meter serta panjang 9,40 meter ini diperkirakan berupa kompleks situs dengan banyak candi, bukan hanya bangunan tunggal candi.
4. Prasasti Blanjong
Prasasti Blanjong disebut-sebut sebagai prasasti tertua di Bali yang ditemukan di desa Sanur Kauh, Denpasar. Prasasti yang berbentuk pilar batu ini berukuran tinggi 1,77 meter dan berdiameter 62 cm, serta dianggap memiliki bentuk yang unik karena tidak seperti prasasti lain yang ditemukan. Tulisan yang terukir pada prasasti Blanjong menggunakan bahasa sansekerta dengan penulisan huruf yang bercampur antara huruf Bali kuno, huruf Pra-nagari, dan huruf Kawi. Isi dari prasasti Blanjong adalah menyatakan tentang Walidwipa yaitu nama lain dari pulau Bali, selain itu juga menceritakan secara gamblang tentang kemenangan dan keberhasilan Kepemimpinan Warmadewa atas Kerajaan Bali.
5. Prasasti Panglapuan
Prasasti panglapuan berisi tentang susunan badan penasehat pusat yang terdiri dari pendeta Hindu dan Budha bentukan Raja Udayana untuk membantu menjalankan pemerintahannya.
6. Prasasti Gunung Panulisan
Prasasti Gunung Panulisan adalah salah satu dari jajaran prasasti yang ditemukan di dalam pura Gunung Panulisan yang mana dijadikan batu sembahyang bagi masyarakat sekitar untuk pemujaan roh leluhur.
7. Pura Agung Besakih
Pura Agung Besakih merupakan salah satu pura yag paling terkenal di Bali di mana di dalamnya terdapat tiga arca Dewa Trimukti Hindu yaitu Dewa Siwa, Dewa Brahma, dan Dewa wisnu. Rumah Ibadah peninggalan Kerajaan ini telah dimasukkan ke dalam daftar situs warisan budaya oleh UNESCO karena keindahan dan kemegahannya.
Sumber Sejarah
Eksistensi Kerajaan Bali dapat ditelusuri dari beberapa sumber sejarah yang ditemukan baik berupa kitab, tulisan pada prasasti, dan lain-lain.
Di antara sumber sejarah tersebut adalah:
· Cap dari tanah liat yang berisi mantra atgam Budha yang ditulis dalam bahasa sansekerta.
· Kitab sejarah Dinasti Tangkuna
· Prasasti Blanjong
· Prasasti Pjengyang
· Prasasti zaman Ratu Ugrasena yang berangka tahun 837 dan 888 tahun Saka
· Prasasti berangka 1010, 1020, dan 1023 tahun Saka.
Demikian penjelasan tentang Kerajaan Bali yang telah kami buat sesederhana mungkin. Jika kamu masih memiliki pertanyaan, silahkan tinggalkan komentar di bawah dan jangan lupa ajak teman-temanmu untuk membaca artikel ini.