Presiden pertama Indonesia, Soekarno, lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901. Soekarno menghabiskan masa kecilnya di Tulungagung, Jawa Timur. Ia sempat mengenyam pendidikan di Mojokerto tepatnya di Eerste Inlandse School. Soekarno sejak muda telah aktif pada organisasi kepemudaan Jong Java sebelum akhirnya berkecimpung di dunia politik. Pada tanggal 17 Agustus 1945, bersama dengan Bung Hatta, Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Selanjutnya simak biografi Soekarno yang kami ulas dengan lengkap berikut ini.
Masa kecil dan remaja
Soekarno lahir dengan nama Koesno Sosrodihardjo dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Soekarno kecil mengalami kondisi kesehatan yang tidak baik. Ia sering jatuh sakit dan solusinya adalah mengganti namanya karena banyak pribumi dulu bahkan sampai sekarang percaya bahwa mengganti nama seseorang akan menguatkan jiwa dan raga.
Ketika berusia sebelas tahun, ayahnya mengubah namanya menjadi Soekarno. ‘Soe’ atau ‘Su’ berarti baik dan ‘Karno’ dari kata ‘Karna’ yang merupakan panglima perang dalam kisah Baratayudha. Huruf a di akhir kata dalam Bahasa Jawa dilafalkan dengan huruf o sehingga menjadi Karno.
Ayahanda Soekarno adalah seorang guru yang semulanya ditugaskan di Sekolah Dasar untuk pribumi di Singaraja, Bali. Kemudian bertemu dengan sang ibunda yang merupakan keturunan bangsawan Bali dan keduanya memiliki anak pertamanya, Soekarmini. Ia pindah mengajar ke Surabaya dalam waktu singkat dan dipindahkan lagi ke Mojokerto di Eerste Inlandse School.
Masa kecil Bung Karno dihabiskan tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulungagung, Jawa Timur, dan diasuh oleh Sarinah, seorang gadis desa yang mengajarinya untuk mencintai semua orang termasuk orang tidak mampu. Walaupun tidak tinggal bersama dengan orang tuanya, Soekarno tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang. Daerah yang terkenal dengan marmer ini sudah terasa seperti rumah baginya.
Presiden pertama Indonesia ini suka dengan pecel dan sayur berkuah seperti sayur lodeh dan sayur asem buatan rumah yang membuatnya semakin betah. Siapa dari Selasares yang suka nasi pecel, sayur lodeh, atau sayur asem?
Ketika memasuki usia sekolah dasar, Soekarno kembali ke tangan orang tuanya di Mojokerto untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang lebih baik. Masa remajanya ia habiskan di Surabaya di mana ia dikenalkan dengan salah satu organisasi nasional, yaitu Sarekat Islam (SI). Di situlah bibit tempat Soekarno mulai menggelorakan semangat perjuangannya.
Pendidikan
Presiden pertama kita pertama kali bersekolah di Tulungagung. Akan tetapi, belum sempat menyelesaikannya ia pindah ke Mojokerto mengikuti orang tuanya dan mengenyam pendidikan di Eerste Inlandse School yang juga merupakan tempat ayahnya bekerja sebagai guru.
Tak lama kemudian, Soekarno dipindahkan lagi ke Europeesche Lagere School (ELS), yakni sekolah dasar yang dulu tergolong sebagai sekolah rendah bagi kaum Eropa tetapi eksklusif bagi pribumi. Proses mengajarnya menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya sehingga rakyat harus fasih berbahasa penjajah itu.
Alasan studinya di ELS tak lain adalah untuk memudahkannya masuk ke sekolah menengah yang baik di Surabaya, salah satunya yakni Hoogere Burger School (HBS). Masa studi di ELS adalah tujuh tahun dan Soekarno menyelesaikannya di tahun 1915. Ia berhasil melanjutkan studinya di HBS Surabaya, Jawa Timur.
Ada satu rahasia lagi yang membuat Soekarno bisa bersekolah di HBS, yaitu rekomendasi dari Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (atau sering ditulis Cokroaminoto) yang tak lain adalah ketua Sarekat Islam Cokroaminoto merupakan seorang guru dan konco (teman) dekat ayahnya. Tidak berhenti di situ, Cokroaminoto yang dermawan juga memberikan tempat tinggal untuk Soekarno di pondokannya. Jika diibaratkan seperti zaman sekarang, Cokroaminoto adalah bapak kos Soekarno. Ia yang mengenalkan presiden cilik ini ke Sarekat Islam dan bertemu tokoh-tokoh nasional seperti Alimin bin Prawirodirdjo, Muso Manowar, Darsono, H. Agus Salim, dan Abdul Muis.
Lama studi di HBS adalah lima tahun karena menyatukan pelajaran di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dan Algemene Middelbare School (AMS). MULO berarti pendidikan dasar yang lebih luas dan setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sekarang, sedangkan AMS berarti pendidikan menengah umum dan setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) sekarang. Hanya orang-orang pribumi elit atau memiliki koneksi dengan sekolah yang bisa menduduki bangku sekolahnya.
Di usia 20 tahun, Soekarno mempersunting putri Cokroaminoto, Siti Oetari yang masih berusia 16 tahun sembari sekolah di HBS. Hubungan mereka tergolong singkat dan renggang karena Soekarno sibuk dengan pikiran perjuangan politik sedangkan Oetari masih asik dengan dunia remajanya. Oleh karena itu, keduanya bercerai dengan baik-baik.
Setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya, Soekarno kuliah mengambil jurusan teknik sipil di Technische Hoogeschool te Bandoeng (TH) di Bandung atau yang sekarang dikenal dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia tinggal di rumah H. Sanusi yang juga anggota Sarekat Islam dan sahabat Cokroaminoto. Tidak hanya memiliki koneksi, Soekarno terbukti mampu untuk bersaing dengan pelajar dari kalangan Belanda yang mengenyam pendidikan dengan kualitas yang lebih baik. Pada 1926, ia resmi bergelar insinyur dan diwisuda bersama dengan 18 insinyur lainnya dengan hanya empat lulusan dari seluruh nusantara.
Kehidupan Politik
Karir Bung Karno di bidang politik merupakan kesuksesan besar dalam hidupnya. Ia menjadi presiden pertama Republik Indonesia. Namun, jauh sebelum ia menjadi seorang pemimpin negara, Soekarno telah aktif di dunia politik semenjak bersekolah di HBS.
1. Pergerakan Nasional
Semenjak kecil, Soekarno sudah memiliki bakat untuk berorasi. Dengan modal cermin di kamar, ia berlatih pidato tiap sehabis pulang sekolah atau saat malam hari. Karismanya terbangun sejak dini. Itulah yang membuat orang takjub ketika mendengarnya berpidato terutama ketika membacakan proklamasi kemerdekaan RI.
Sewaktu di HBS, dia sudah aktif berorganisasi di Jong Java, yaitu organisasi kepemudaan yang didirikan oleh Satiman Wirjosandjojo. Awalnya bernama Tri Koro Dharmo (TKD) yang berarti tiga tujuan mulia dan kemudian berganti menjadi Jong Java agar bisa menyatukan tidak hanya yang bisa berbahasa Jawa, tetapi seluruh Jawa termasuk pemuda dari Sunda, Madura, dan Bali.
Pidatonya dikumandangkan di rapat-rapat pleno tahunan, salah satunya mengkritik bahwa surat kabar Jong Java harusnya diterbitkan dalam Bahasa Indonesia, bukan Bahasa Belanda. Ia juga aktif menulis di surat kabar harian Oetosan Hindia.
Di Bandung, Bung Karno bertemu dengan tokoh-tokoh Indische Partij, seperti Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Ernest Francois Eugene Douwes Dekker Lalu ia juga bertemu cinta keduanya, Inggit Garnasih dan akhirnya menikah pada 24 Maret 1923 di tengah masa-masa mahasiswa Bung Karno.
Setelah menggenggam gelar insinyur, Soekarno membuat sebuah kelompok studi kecendikiawanan bernama Algemeene Studie Club (ASC). Kelanjutan dari ASC adalah ikut bergabung dengan Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Di sinilah sang presiden mulai menjadi incaran Hindia Belanda.
2. Ditahan dan diasingkan
Nampaknya Belanda tidak senang dengan aktivitas-aktivitas yang menggelorakan kemerdekaan sehingga pemerintah Hindia Belanda akhirnya mengeluarkan perintah untuk menangkap tokoh-tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI). Salah satunya adalah Soekarno yang berhasil ditangkap di Yogyakarta tanggal 29 Desember 1929. Keesokan harinya ia dipindahkan ke Bandung dan dijebloskan ke penjara Banceuy, lalu pindah ke penjara Sukamiskin. Pengadilan memanggilnya kembali pada 18 Desember 1930 dan dengan beraninya Soekarno membacakan pledoinya yang fenomenal berjudul Indonesia Menggugat. Ia membahas tentang imperialisme, kapitalisme, pergerakan di Indonesia, dan kepentingan PNI.
Pada 31 Desember 1931, Soekarno resmi dibebaskan dari penjara. Belum jera untuk membela tanah air, Soekarno kembali beraksi dan bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo) setahun kemudian. Partindo merupakan pecahan dari PNI. Naasnya, hal ini kembali membuat Soekarno ditangkap dan kali ini tidak dipenjara, tetapi diasingkan ke Flores, Nusa Tenggara Timur.
Hampir saja Soekarno dilupakan oleh tokoh-tokoh lain. Akan tetapi, surat yang terus menerus dikirimkan olehnya kepada Ahmad Hasan, guru Persatuan Islam, mengingatkan lagi akannya. Pengasingannya berpindah ke Bengkulu dari tahun 1938 sampai 1942. Di situlah Bung Karno bertemu dengan Fatmawati, yang akhirnya dinikahkan menjadi istri ketiganya. Ketika Jepang datang dan mengalahkan sekutu, Soekarno dibebaskan dari pengasingannya.
3. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
Kedatangan Jepang menjadi kesempatan emas bagi Indonesia. Awalnya Jepang berusaha menyebarkan propagandanya melalui Gerakan 3A yang berisi pesan ‘Nippon Pemimpin Asia’, ‘Nippon Pelindung Asia’, dan Nippon Cahaya Asia’. Nampaknya propaganda ini tidak banyak didukung oleh rakyat karena tidak menggunakan tokoh-tokoh penting.
Akhirnya untuk mendapat dukungan penuh, negeri bunga sakura ini membentuk sejumlah organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Soekarno dan tokoh-tokoh lain melihat peluang untuk bisa mempersiapkan kemerdekaan dan Jepang sendiri menjanjikan kemerdekaan milik Indonesia.
Menjelang masa persiapan kemerdekaan, Soekarno melahirkan gagasan konsep dasar negara dan menamainya Jakarta Charter yang kemudian menjadi Pancasila. PPKI yang diketuainya juga melahirkan Undang-Undang Dasar (UUD). Gerbang kemerdekaan semakin terlihat. Momen yang pas terjadi ketika Jepang menyerah kepada sekutu dan Indonesia mengalami vacuum of power atau kekosongan kekuasaan.
Golongan pemuda mendesak Soekarno untuk menyatakan ‘merdeka’ tetapi golongan tua tidak setuju karena mereka menunggu janji kemerdekaan dari Jepang. Terjadilah peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 di mana para pemuda menculik Soekarno-Hatta untuk terus didesak agar segera memerdekakan Indonesia.
Pada akhirnya, mereka menyetujui dan bergegas untuk memproklamasikan kemerdekaan. 17 Agustus 1945 menjadi waktu yang tidak terlupakan bagi bangsa Indonesia. Soekarno-Hatta, atas nama bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Perpindahan kekuasaan dan urusan politik lainnya akan diselesaikan dengan seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya.
Sehari setelah momen besar itu, Undang-Undang Dasar 1945 lahir. Lalu pengangkatan Soekarno menjadi presiden pertama Indonesia dan Mohammad Hatta sebagai wakilnya. Dibentuk juga Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang nantinya akan menjadi cikal bakal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Untuk menunjukkan kepada Jepang bahwa Indonesia sudah merdeka, Soekarno berpidato di Lapangan Ikada dengan sekitar 200.000 rakyat Indonesia menjadi saksi orasinya.
4. Masa Kepresidenan
Soekarno harus menyusun Indonesia dalam waktu yang cepat namun tetap matang. Pertama ia memindahkan ibukota ke Yogyakarta pada Januari 1946 karena situasi di Jakarta sedang tidak aman. Lalu mengutus Sjahir untuk berdiplomasi dengan Belanda. Akan tetapi gagal dan wilayah kekuasaan Indonesia semakin sempit. Selain Sjahrir, Soekarno juga mengutus perwakilan-perwakilan ke negara lain untuk mendapatkan dukungan dari dunia internasional.
Tragedi menimpa tanah air lagi ketika Belanda mengeksekusi Agresi Militer I pada 21 Juli 1947 dan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948. Nyawa Indonesia sudah diujung tanduk. Soekarno segera membuat Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara. Setelah terbentuk, Soekarno-Hatta dan sejumlah tokoh lainnya berhasil ditangkap dan diasingkan ke Bangka.
Meskipun kehilangan pemimpin, Sultan Hamengkubuwono melancarkan Serangan 1 Maret 1949 di Yogyakarta dan ibukota berhasil direbut kembali. Utusan-utusan luar negeri menguatkan posisi mereka selama perundingan dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setelah mendengar kabar kemenangan tersebut. Perjanjian demi perjanjian dilakukan hingga akhirnya akhir tahun 1949, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia.
Bentuk pemerintahan berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Soekarno diangkat menjadi presiden dengan Mohammad Hatta sebagai perdana menteri. Setahun kemudian kembali menjadi Republik Indonesia dengan Soekarno-Hatta menjadi presiden dan wakil presiden.
Presiden Soekarno juga menaruh perhatian dengan dunia internasional. Ia memperhatikan nasib-nasib negara lain yang masih terpuruk akibat penjajahan. Inisiatifnya melahirkan Dasasila Bandung dalam Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun 1955. Setiap negara berhak untuk menentukan nasib dan masa depannya.
Organisasi sekelas PBB juga tidak tegas dalam menyelesaikan konflik imperialisme-kolonialisme. Bersama dengan negara-negara lain, muncul juga Gerakan Non-Blok, yaitu gerakan tidak beraliansi dengan kekuatan besar apapun. Berkat jasanya, banyak negara di Asia dan Afrika yang memerdekakan negaranya. Politik luar negeri bebas dan aktif menjadi prioritas Soekarno untuk mendapat dukungan lebih jauh lagi. Ia mengunjungi beberapa negara seperti Uni Soviet, Amerika Serikat, Kuba, Tiongkok, dan lain-lain.
5. Terjungkalnya dari kursi presiden
Gerakan 30 September (G30S) 1965 menjadi titik ujung masa pemerintahan presiden Soekarno. Jenderal-jenderal militer diculik dan dibunuh. Dalang utamanya sampai sekarang masih menjadi kontroversi dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dituduh mengambil bagian dalam aksi ini. Ditambah dengan lonjakan harga kebutuhan pokok, situasi politik tanah air semakin memanas.
Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) melakukan unjuk rasa dan menyerukan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satunya berisi tentang pembubaran PKI. Soekarno jelas menolak karena PKI adalah partai besar yang mendukung ambisi politiknya, yaitu nasionalisme, agama, dan komunisme (Nasakom). Tidak mendapat dukungan massa, posisi politik Soekarno semakin melemah.
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) keluar yang berisi perintah Letnan Jenderal Soeharto untuk menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi sang presiden. Soeharto menggunakan hak istimewanya untuk membubarkan PKI karena dianggap mampu mengancam keselamatan negara. Supersemar diperbarui yang akhirnya memberikan jaminan kepada Soeharto untuk memegang posisi presiden sewaktu Soekarno berhalangan.
Sebagai pertanggungjawaban, Soekarno menjelaskan dalam pidatonya di hadapan MPRS. Berjudul Nawaksara, pidato ini tidak memuaskan MPRS dan diminta dilengkapi. Datang kembali dengan judul Pelengkap Nawaksara, pidato sang presiden kembali ditolak MPRS. Isi dari pidato tersebut menyatakan bahwa G30S terjadi karena tiga faktor, yaitu kekeliruan pimpinan PKI, spionase asing, dan tindakan tidak benar dari beberapa tokoh.
Sang proklamator akhirnya dicabut jabatannya ketika ia mau tidak mau menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Negara pada 20 Februari 1967. Pada 12 Maret 1967, kursi presiden telah diduduki oleh Soeharto sebagai pejabat sementara.
Karir sebagai insinyur arsitektur
Selama masa hidupnya, Soekarno yang merupakan seorang lulusan teknik sipil Technische Hoogeschool te Bandoeng (TS) mempunyai pekerjaan di bidang arsitektur. Ia mendirikan biro insinyur bersama rekan lulusannya Anwari dan banyak merancang bangunan. Ketika ia diasingkan di Bengkulu, Bung Karno merenovasi masjid di pusat kota.
Setelah menjadi presiden, insinyur ini membidik Jakarta sebagai wajah utama Indonesia. Bangunan-bangunan seperti Masjid Istiqlal, Monumen Nasional, Gedung Conefo, Gedung Sarinah, Wisma Nusantara, Hotel Indonesia, Tugu Selamat Datang, Patung Dirgantara, dan Monumen Pembebasan Irian Barat terinspirasi dan dipengaruhi oleh ide Soekarno. Selain di ibukota, Soekarno membantu merancang skema tata ruang Kota Palangkaraya.
Di mata internasional, inspirasi Soekarno tersampaikan kepada pemerintah Arab Saudi agar membuat bangunan untuk sai menjadi dua jalur dalam bangunan dua lantai. Selama ia berkeliling dunia untuk menerapkan politik luar negeri bebas dan aktif, Soekarno terinspirasi dari arsitektur-arsitektur negara lain untuk diterapkan di Indonesia.
Wafatnya Bung Karno
Soekarno yang baru terjungkal dari kursi pemerintahan menghabiskan masa tuanya di Wisma Yaso. Kesepian dan sedih, Soekarno mulai sakit-sakitan. Hanya keluarga yang bisa mengunjunginya karena dijaga ketat. Hingga akhirnya presiden pertama Republik Indonesia menghembuskan napas terakhirnya akibat sakit ginjal pada 21 Juni 1970.
Jasanya tidak akan pernah terlupakan bagi bangsa. Selamat jalan dan semoga tenang di sini-Nya. Kita sebagai generasi penerus perlu mengetahui sosok Ir. Soekarno, tidak hanya sebagai presiden, tetapi pribadi yang semangat untuk menyatukan Indonesia.
Karya tulis
Tidak hanya menjadi seorang pemimpin negara dan arsitek, Soekarno juga seorang penulis. Pidato yang dikumandangkannya semua berasal dari tulisan tangan hasil dari pemikirannya. Dengan menulis, ia berharap dapat merekam memori dan wawasannya ke dalam suatu media yang nantinya bisa dibaca oleh orang lain dan bahkan dikembangkan menjadi pengetahuan baru.
1. Pidato
Teks-teks pidato ditulis sendiri dari tangan sang proklamator. Pesan dalam pidatonya memiliki makna besar bagi pendengarnya. Ada beberapa pidatonya yang sangat fenomenal seperti Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme (1926), Indonesia Menggugat (1930), Lahirnya Pancasila (1945), Tudjuh Belas Agustus 1945 (1945) dan Membangun Dunia Kembali (1960).
Dua pidato pertama di masa mudanya seperti Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme serta Indonesia Menggugat adalah awal mula ia menyadarkan masyarakat untuk berjuang atas hak kemerdekaan, kejamnya imperialisme dan kolonialisme, dan menunjukkan kekuatan dengan cara semangat persatuan dan kesatuan.
Lahirnya Pancasila berisi tentang prinsip dasar negara, bahwa dasar negara harus bisa jadi pedoman hidup bagi seluruh masyarakat dalam kehidupan berbangsa. Tak lupa juga teks proklamasi kemerdekaan yang ia buat bersama tokoh-tokoh lain untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Terakhir, Membangun Dunia Kembali adalah pidatonya yang disampaikan kepada majelis umum PBB menyatakan bahwa Indonesia keluar dari PBB karena Malaysia dijadikan dewan keamanan PBB yang notabene sedang berada dalam pengaruh imperialisme dan kolonialisme untuk membuat Negara Federasi Malaysia, proyek neokolonialisme Inggris.
Masih banyak pidato Presiden Soekarno lainnya yang hampir semuanya dibacakan ketika hari ulang tahun (HUT) kemerdekaan Indonesia, antara lain sebagai berikut.
- Sekali Merdeka, Tetap Merdeka (1946)
- Rawe-Rawe Rantas, Malang-Malang Putung (1947)
- Seluruh Nusantara Berdjiwa Republik (1948)
- Tetaplah Bersemangat Elang-Radjawali (1949)
- Dari Sabang sampai Merauke (1950)
- Tjapailah Tata, Tenteram, Kertarahardja (1951)
- Harapan dan Kenjataan (1952)
- Djadilah Alat Sedjarah (1953)
- Berirama dengan Kodrat (1954)
- Tetap Terbanglah Radjawali (1955)
- Berilah Isi Kepada Hidupmu (1956)
- Satu Tahun Ketentuan (1957)
- Tahun Tantangan (1958)
- Penemuan Kembali Revolusi Kita (1959)
- Djalannja Revolusi Kita (1960)
- Revolusi – Sosialisme Indonesia – Pimpinan Nasional (1961)
- Tahun Kemenangan (1962)
- Genta Suara Revolusi Indonesia (1963)
- Tahun “Vivere Pericoloso” (1964)
- Tahun Berdikari (1965)
- Nawaksara (1966)
- Pelengkap Nawaksara (1966)
- Djangan Sekali-Kali Meninggalkan Sedjarah (1966)
2. Buku
Buku-buku milik Bung Karno merupakan pengembangan dari pidatonya yang merupakan hasil jerih payahnya sedari kecil berlatih. Judul buku yang menjadi rekomendasi untuk dibaca adalah Mencapai Indonesia Merdeka (1933), Sarinah: Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia (1951), dan Di bawah Bendera Revolusi (1959-1964).
Karya Mencapai Indonesia Merdeka berisi tentang tesis seorang profesor asal Belanda bernama Pieter Johannes Veth yang dibantah oleh Soekarno. Isi tesisnya mengatakan bahwa Indonesia tidak pernah merdeka dari dulu sampai sekarang. Bung Karno membalas bahwa Indonesia pasti merdeka karena kekayaan alam dan sosial yang melimpah, potensi di berbagai sektor yang bisa meningkatkan ekonomi negara, dan kemampuan untuk mengatur negaranya sendiri tanpa campur tangan pihak asing. Ia juga setuju dengan ideologi Marhaen yang menentang penindasan manusia dan penjajahan.
Sarinah: Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia berisi tentang materi kursus wanita dalam berjuang dan bersanding dengan para pria. Buku ini terinspirasi dari Sarinah yang merupakan pengasuhnya saat kecil ketika tinggal dengan kakeknya. Ia mendapatkan pelajaran untuk tidak memandang kecil rakyat golongan kelas bawah serta untuk selalu membuat kebaikan dalam hidupnya.
Di bawah Bendera Revolusi berisi tentang kumpulan pidato-pidato Presiden Soekarno saat HUT RI dari tahun ke tahun, mulai dari 1946 hingga 1964. Isi pidatonya selalu membahas tentang rasa syukur atas kemerdekaan bangsa dan meminta agar seluruh masyarakat mempertahankan tanah air.
Masih banyak buku-buku Soekarno yang lain jika ingin mencarinya. Karya tulisnya banyak yang sudah dicetak ulang, diperbarui, ditafsir, dan dilengkapi oleh segenap penulis dan penerbit tanah air. Naskah aslinya selalu disimpan dalam museum-museum atau tempat penyimpanan lainnya.
Sekian cerita tentang presiden pertama kita. Jasa-jasanya akan terus teringat setiap kali Indonesia merayakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus. Jangan lupa sebarkan tulisan ini Selasares.