Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah merupakan suatu filsafat Minangkabau yang dalam bahasa Indonesia berarti “adat berdasarkan agama, agama berdasarkan kitab Allah”. Agama dalam hal ini bisa diartikan sebagai agama Islam karena agama sebagian besar orang Minangkabau adalah Islam. Sementara itu, kitab Allah yang dimaksudkan adalah Al Quran.
Jika dikaji lebih dalam lagi, filsafat ini mengandung makna yang sangat dalam. Secara umum, filsafat ini menjelaskan bahwa Minangkabau merupakan sebuah budaya atau suku yang berlandaskan kepada Allah swt. Selain itu, adat dan agama pun tidak bisa dipisahkan. Keduanya senantiasa berjalan beriringan.
Jika filsafat ini dilanjutkan, maknanya akan lebih dalam lagi. Kelanjutannya adalah syarak mangato, ‘adat mamakai’ yang berarti apapun yang tercatat dan merupakan kewajiban dari agama akan dipakai oleh adat Minangkabau.
Berhubungan dengan kalimat sebelumnya, ini tentu makin memperkuat kenyataan bahwa adat Minangkabau sangat berkaitan dengan Islam. Selanjutnya, timbullah pertanyaan: Apakah hal ini masih ada dalam masyarakat Minangkabau pada masa kini?
Tulisan ini muncul dari pengamatan saya selama beberapa hari berada di Batusangkar, Sumatra Barat, pada bulan Ramadan. Hal-hal kecil yang tak luput dari perhatian dirasakan membuat saya mempertanyakan kembali filsafat ini.
Dimulai dari kondisi masjid yang sepi dan sangat minim pemuda, khususnya di masjid dekat rumah saya. Wajah-wajah pemuda yang duduk serta mengisi saf-saf salat di masjid sangatlah sedikit.
Bahkan, saya merasa bingung karena tidak ada pemuda yang seumuran dengan saya di masjid. Rata-rata yang hadir hanyalah orangtua dan beberapa anak kecil.
Malam harinya, saya mencoba berkeliling menggunakan motor di sekitar pusat kota. Ternyata, barulah saya temukan banyaknya pemuda yang berkeliaran, baik di tepi jalan maupun kafe-kafe yang semakin banyak.
Saya menjadi paham, ternyata anak sekarang lebih suka nongkrong daripada beribadah dan mendengarkan ceramah di masjid. Hal ini membuat saya sedih.
Ditambah lagi, tidak ada anak kecil yang tadarus di masjid setelah shalat tarwih pada malam hari. Padahal, pada saat saya kecil hingga SMA, kami, anak kecil sangat bersemangat untuk melaksanakan tadarus pada malam hari.
Contoh kecil yang terjadi pada bulan Ramadan ini membuat saya kembali mempertanyakan makna di balik kalimat adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Saya, dalam hal ini, tidak menyalahkan pemuda sepenuhnya.
Peran para orangtua dalam mengeinternalisasikan filsafat ini kepada anak-anaknya pun patut dipertanyakan. Mungkin hal ini bisa kembali dikaji secara bersama-sama oleh seluruh masyarakat Minangkabau tanpa terkecuali untuk mempertahankan nilai-nilainya.